Asosiasi Ojol Tolak Bayar ERP, Minta Aturan Dibatalkan

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
17 January 2023 13:30
Sejumlah pengemudi Gojek bersiap untuk mengendarai motor listrik usai peresmian shelter motor listrik G20 di kawasan pariwisata ITDC Nusa Dua, Bali, Rabu (19/10/2022). Sebanyak 50 motor listrik dengan merek Gesits dan Gogoro disediakan Electrum untuk armada ojek online (ojol) Gojek dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Indonesia, yang akan berlangsung pada 15-16 November 2022 mendatang di Nusa Dua, Bali. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Sejumlah pengemudi Gojek bersiap untuk mengendarai motor listrik usai peresmian shelter motor listrik G20 di kawasan pariwisata ITDC Nusa Dua, Bali, Rabu (19/10/2022). Sebanyak 50 motor listrik dengan merek Gesits dan Gogoro disediakan Electrum untuk armada ojek online (ojol) Gojek dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Indonesia, yang akan berlangsung pada 15-16 November 2022 mendatang di Nusa Dua, Bali. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam upaya mengurangi kemacetan lalu lintas di ibu kota, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta rencananya akan menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau kebijakan jalan berbayar di sejumlah ruas di kawasan metropolitan. Namun, dengan adanya penerapan ERP ini justru mengakibatkan polemik di antara para pengemudi angkutan online, baik taksi maupun ojek online.

Sekretaris Jenderal perkumpulan Armada Sewa Indonesia (PAS Indonesia), Wiwit Sudarsono, menyampaikan keberatannya atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI Jakarta terkait rencana penerapan jalan berbayar atau ERP.

"Kami merasa keberatan dengan kebijakan tersebut, (karena) sangat merugikan kami sebagai pengemudi angkutan online. Saat ini kami sudah dirugikan dengan kebijakan ganjil genap, serta belum adanya penyesuaian tarif angkutan online terdampak kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak), sekarang akan dibatasi lagi dengan kebijakan jalan berbayar atau ERP," kata Wiwit kepada CNBC Indonesia, Senin (16/1/2023).

Dengan adanya kebijakan tersebut, katanya, otomatis pendapatan para pengemudi angkutan online akan menurun drastis, karena berkurangnya pengguna transportasi online, baik ojek online maupun taksi online, dikarenakan ada beban biaya yang mereka keluarkan.

"Bila pengguna tidak mau mengeluarkan biaya tambahan untuk jalan berbayar dan dibebankan kepada pengemudi, tentu hal itu akan mengurangi pendapatan kami," ujarnya.

Wiwit meminta agar kebijakan tersebut bisa dibatalkan oleh Pemprov DKI Jakarta, dan ia berharap Pemprov DKI mau mencari cara lain untuk menanggulangi kemacetan di ibu kota.

"Kami para pengemudi Angkutan online, baik ojek online dan taksi online mengharapkan agar Pemprov membatalkan kebijakan yang tidak populer tersebut, dan mencari cara lain untuk menanggulangi kemacetan di DKI," pungkasnya.


(tib)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jakarta Mau Bikin ERP, Ini Contekan Teknologi dari Singapura

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular