Startup Pusing Tercekik Komisi Google, Bingung Ngadu ke Mana

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
Rabu, 12/10/2022 08:00 WIB
Foto: REUTERS/Benoit Tessier

Jakarta, CNBC Indonesia - Google sedang disorot oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) karena diduga menerapkan kebijakan monopoli. Pelaku di industri startup teknologi di Indonesia bercerita tentang komisi mencekik yang diambil Google untuk aplikasi tertentu di Play Store. 

Salah seorang eksekutif di startup Indonesia menjelaskan bahwa Google mewajibkan penggunaan sistem Google Play Billing (GPB) pada aplikasi tertentu. GPB merupakan sistem pembelian produk atau layanan di dalam aplikasi atau in-app purchase.

Google membebankan tarif layanan pada aplikasi 15-30 persen dari pembelian dengan sistem GPB dan hal ini wajib serta melarang penggunaan opsi bayar lain.


Kepada CNBC Indonesia, Google menjelaskan bahwa sistem penagihan Google Play hanya diwajibkan bagi developer yang menawarkan pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play.

Sistem ini berlaku untuk:

  • Item digital (seperti mata uang virtual, nyawa tambahan, waktu bermain tambahan, item add-on, karakter, atau avatar)
  • Layanan langganan (seperti konten kebugaran, game, platform kencan, edukasi, musik, video, atau layanan langganan konten lainnya)
  • Fungsi atau konten aplikasi (seperti aplikasi versi bebas iklan atau fitur baru yang tidak tersedia dalam versi gratis)
  • Software dan layanan cloud (seperti layanan penyimpanan data, software produktivitas bisnis, atau software pengelolaan keuangan).

"Revenue yang diperoleh oleh perusahaan tersebut 1 juta dolar maka komisi yang diambil 15 persen," ujar eksekutif startup yang diwawancarai. "Dan ketika revenue di atas 1 juta dolar, revenue yang setelah 1 juta, jadi kalau misalnya revenue 5 juta berarti yang 4 juta masuk ke 30 persen dari nilai transaksi," imbuh eksekutif startup yang menggunakan jasa GPB.

Aturan ini, menurutnya, sangat merugikan baik dari sisi industri maupun konsumen. Industri dibebankan oleh biaya yang mencekik, padahal banyak dari aplikasi yang terkena aturan ini hanya punya margin di bawah 30 persen.

Dari sisi konsumen, mereka harus membayar biaya yang seharusnya tidak perlu ada.

"Beban yang diberikan kepada industri, akhirnya yang terjadi player naikin harga, dan itu sudah kelihatan dari semua lah. Akhirnya konsumen mesti bayar sesuatu yang mereka enggak perlu bayar," tuturnya.

Foto: Google (REUTERS/Dado Ruvic)

Kepada CNBC Indonesia, Google menyatakan bahwa ada 6 metode pembayaran yang diterima di Google Play yaitu kartu kredit/debit, tagihan ponsel, dompet digital, saldo dan voucer Google Play, pembayaran tunai, serta transfer bank.

Selain itu, Google tahun ini juga menawarkan program uji coba yang dinamakan User Choice Billing. Program ini menawarkan developer yang berpartisipasi untuk menawarkan sistem penagihan alternatif kepada pengguna di samping sistem penagihan Google Play.

Per September 2022, Google melanjutkan uji coba ke fase selanjutnya yaitu semua developer non-gim bisa menawarkan sistem penagihan selain Google Play bagi pengguna di Australia, Jepang, India, Indonesia, dan Zona Ekonomi Eropa.

Menurut sumber tersebut, Google menggunakan kekuatan pasar yang mereka miliki untuk memaksa aplikasi yang ada di Play Store mengikuti aturan yang tidak lazim.

Kepada CNBC Indonesia, pihak Google juga membantah anggapan bahwa kebijakan ini dipaksakan kepada pengembang aplikasi. Menurut perwakilan Google, kebijakan ini sudah ada sejak 2012.

Pada 2020, Google mengklarifikasi kebijakan ini dan sekaligus memberikan waktu 2 tahun kepada developer untuk mematuhinya, dengan tenggat 1 Juni 2022. Aplikasi yang tidak patuh akan dihapus dari Google Play. Selain itu, Google menegaskan bahwa developer tidak pernah diwajibkan menggunakan sistem penagihan Google Play.

Selain itu, Google menegaskan bahwa developer tidak pernah diwajibkan menggunakan sistem penagihan Google Play.

Meski kini Google memberikan opsi pembayaran di luar ekosistemnya, tetap saja mereka menarik biaya tambahan di setiap transaksi. Ujungnya, perusahaan yang menggunakan payment gateway lain malah membayar lebih banyak karena harus membayar ke dua pihak, yaitu Google dan payment gateway alternatif.

"Tapi ini sebenarnya agak akal-akalan menurut kita. Kami mesti bayar lagi ke Google. Sama kayak metode yang tadi dengan rate yang sebelumnya minus 4%," ia menjelaskan.

"Jadi kalau kita masuk kategori 15% kita bayarnya jadi 11%, kalau kita bayar 30% jadi 26%. Di mana kalau 26% ditambah payment gateway tambah biaya lain-lain itu mungkin udah 28-29%. Jadi tetap mencekik."

"Ya itu akal-akalan mereka supaya seolah-olah mereka memberikan alternatif. Mereka memberikan alternatif tapi tetap mengikat kita, ya sama aja."

Selain itu, menurut eksekutif startup, Google mengaku hanya 3 persen dari seluruh aplikasi di Play Store yang dibebankan biaya tambahan ini. Namun menurut sumber yang mengetahui hal ini, 3 persen yang harus membayar adalah perusahaan yang bersaing dengan produk Google.

Jason Tedjasukmana, Head of Communication Google Indonesia mengatakan bahwa pernyataan di atas tidak tepat. "Sebanyak 3% pengembang yang dikenakan tarif layanan tidak spesifik untuk industri atau vertikal apa pun, juga termasuk untuk aplikasi Google sendiri. Setiap pengembang yang menawarkan pembelian barang dan layanan digital dalam aplikasi akan dikenakan biaya layanan dan 99% dari pengembang membayar 15% atau kurang dari itu."

Google juga menegaskan bahwa tarif layanan hanya dipungut jika pengembang menagih pengguna untuk mengunduh aplikasi mereka atau menjual item digital dalam aplikasi.

Sudah mengadu ke pemerintah

Praktik Google Play Billing (GPB) pada aplikasi tertentu ini lah yang menjadi sorotan KPPU. Menurut KPPU, Google membebankan tarif layanan pada aplikasi 15%-30% dari pembelian dengan sistem GPB dan hal ini wajib serta melarang penggunaan opsi bayar lain.

Google telah merilis pernyataan soal langkah KPPU membuka penyelidikan atas aktivitas bisnis mereka di Indonesia.

"Kami berharap dapat bekerja sama dengan KPPU untuk menunjukkan bagaimana Google Play telah dan akan terus mendukung para developer Indonesia," kata perwakilan Google dalam keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia.

Foto: Google Play

Menurut perwakilan Google, perusahaan memastikan memberikan akses ke berbagai alat untuk pengembang asal Indonesia. Yakni dalam rangka mereka bisa mengembangkan aplikasi serta bisnisnya dan mendukung pengembang bisa terus berkembang.

Seorang eksekutif dari startup di Indonesia berharap agar KPPU bisa menemukan jalan keluar. Para pelaku industri digital, menurutnya, sebelumnya sudah menempuh berbagai cara termasuk mengadu ke pemerintah. Namun, tidak ada tanggapan yang berarti.

"After all they are Google. Kita player sudah melakukan beberapa cara, dari B2B negotiation, udah ke pemerintah juga. [Tapi], ya susah," jelasnya. "Semua laporan itu udah dikasih, maksudnya, kenapa [aturan] Google merugikan, akhirnya masih mandek."

Menurutnya, jika tidak dibahas lebih lanjut, dampaknya bisa makin besar ke ekosistem digital di tanah air. Saat ini, memang hanya 3 persen yang dikenakan aturan ini, tapi bisa saja meluas ke depannya.

"Mungkin bagi pemerintah ini bukan prioritas, kan soalnya yang pemain besar-besar enggak kena ya. Kalau mungkin mereka kena mungkin semua orang jadi gerah. Cuma ini yang kecil-kecil justru yang kasihan," pungkasnya.

Aturan komisi 15%-30% yang ditetapkan Google hanya berlaku ke beberapa vertikal seperti layanan berlangganan, transaksi konten, dan komputasi awan. Platform e-commerce dan layanan on-demand seperti transportasi online atau pesan antar makanan tidak dikenai pungutan serupa.

Kepada CNBC Indonesia, perwakilan Google menjelaskan bahwa Google Play telah mendukung developer Indonesia untuk maju dengan memberikan berbagai alat untuk membantu mereka mengembangkan aplikasi dan bisnisnya dengan baik.

"Kami juga terus mendengarkan berbagai masukan dari komunitas Play dan melakukan peningkatan fitur serta layanan kami. Misalnya, pada awal bulan ini, kami meluncurkan fase selanjutnya dari program uji coba sistem penagihan sesuai pilihan pengguna (User Choice Billing) di Indonesia."

Google menjelaskan bahwa program ini memungkinkan developer untuk menawarkan sistem penagihan alternatif kepada pengguna, di samping sistem penagihan Google Play yang sudah ada.

"Kami berharap dapat bekerja sama dengan KPPU untuk menunjukkan bagaimana Google Play telah dan akan terus mendukung para developer Indonesia."


(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Adopsi Teknologi Tinggi, Infrastruktur Digital Makin Diperkuat