Adu Cuan Bisnis Ojol dan Belanja Online GoTo, Grab, Shopee
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah bertahun-tahun berkembang, pasar teknologi konsumen Asia Tenggara sekarang telah mengerucut dan didominasi oleh tiga raksasa yakni Grab, GoTo dan SEA Group.
GoTo lewat Gojek bersaing dengan Grab dalam bisnis antar penumpang dan pengiriman makanan, GoTo lewat Tokopedia bersaing dengan Shopee milik SEA Group, dan GoTo Financial bersaing dengan Grab Financial Group serta SeaMoney dalam layanan keuangan digital.
Untuk fokus pasar, GoTo sebagian besar berfokus pada Indonesia, sedangkan Grab memutuskan untuk menjadi pemain regional, dan SEA Group memiliki aspirasi untuk menjadi global.
Dalam lingkungan makro yang menantang saat ini, bagaimana perusahaan-perusahaan ini saling bersaing? Karena ketiganya telah merilis pendapatan Q2 2022, berikut perbandingan sederhana dari analisis Momentum Works, dikutip Senin (3/10/2022).
Laporan tersebut menggunakan GMV atau GTV yang diukur secara komparatif, dan mengabaikan perlakuan akuntansi segmen baru/kecil, seperti bisnis pengiriman makanan Shopee.
Menurut laporan finansial, GMV Grab dari bisnis on-demand pada Q2 2022 mencapai US$3,5 miliar dibanding GMV on-demand GoTo senilai US$1 miliar. Laporan SEA menyatakan, GMV dari bisnis e-commerce (Shopee) pada periode yang sama mencapai US$19 miliar dibanding GoTo senilai US$4 miliar.
Terlihat bahwa GMV per kuartal Grab dari bisnis on-demand yaitu transportasi online, pesan antar, dan pengiriman sekitar 3,5 kali lebih besar dari GoJek, sedangkan GMV e-commerce Shopee adalah 4,75 kali lebih besar dari dari Tokopedia.
Analis biasanya berasumsi sepertiga dari bisnis Grab berasal dari pasar Indonesia, sedangkan Shopee juga memiliki pasar Taiwan, Polandia, serta Amerika Latin. Berdasarkan perbandingan di atas proyeksi pasar Grab di Indonesia sepertinya tepat.
Perbandingan kinerja bisnis GoTo di bidang layanan on-demand dan e-commerce dengan Grab dan Shopee memang selalu terkendala dengan cakupan pasar. Sea dan Grab tidak pernah merilis data kinerja mereka per pasar, sedangkan GoTo fokus di Indonesia.
Meskipun kinerja keuangan GoTo di bisnis on-demand dan e-commerce ada di bawah dua pemain regional, ternyata GoTo punya keunggulan di bisnis fintech. Di antara ketiga perusahaan tersebut, GoTo memproses transaksi paling banyak, yang dilaporkan sebagai GTV untuk GoTo Financial.
Selain GoPay, layanan e-wallet dan pembayaran digital yang dibuat oleh GoJek, GoTo juga memiliki Midtrans, salah satu payment gateway terbesar di Indonesia.
Take rate fintech yang dilaporkan oleh GoTo adalah sekitar 0,5%, yang berada di antara margin pendapatan bersih Xendit (alternatif utama untuk Midtrans) dan tarif pedagang yang dikenakan oleh GoPay. Di sisi lain, Grab melaporkan tingkat komisi 2,7% untuk layanan keuangan.
Tak satu pun dari perusahaan secara eksplisit menyoroti volume pinjaman fintech dalam laporan mereka.
Namun, terlihat pada Neraca SEA (30 Juni 2022) bahwa piutang pinjaman jangka pendeknya telah tumbuh dari US$1,5 miliar (setengah tahun yang lalu) menjadi sekitar US$2 miliar.
Ini mungkin pinjaman gabungan yang dikeluarkan dari neraca SeaMoney Group dan SeaBank di Indonesia. Kami memahami bahwa bank seperti DBS juga mendanai program pinjaman bersama dengan SeaMoney, yang berarti saldo pinjaman SeaMoney sebenarnya lebih dari US$2 miliar.
Di GoTo, mungkin bisa melihat Bank Jago sebagai proxy. Bank yang menjadikan GoTo sebagai pemegang saham utama dan menyediakan modal untuk bisnis pinjaman GoTo, mencatat saldo pinjaman US$330 juta per 30 Juni 2022, tumbuh dari US$221 juta setengah tahun lalu.
(dem/dem)