Telegram Jadi Rumah yang Nyaman Untuk Hacker, Ini Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Ada banyak aplikasi pesan instan yang bisa digunakan di dunia ini, salah satunya Telegram. Aplikasi besutan Pavel Durov ini menjadi populer dan banyak digunakan.
Namun, Telegram kerap kali menjadi "rumah" bagi para hacker. Sebut saja yang belakangan sedang ramai dibicarakan yakni hacker Bjorka, yang menggunakan kanal Telegram miliknya untuk menyebarkan informasi mengenai data lembaga pemerintah atau tokoh publik yang ia miliki.
Ternyata memang, ada sebuah studi baru menemukan bahwa Telegram menjadi rumah yang menarik bagi penjahat dunia maya.
Pengungkapan tersebut berasal dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cyberint bersama dengan The Financial Times. Perusahaan keamanan siber menemukan bahwa peretas menjual dan membagikan kebocoran data di Telegram karena mudah digunakan dan tidak terlalu dimoderasi.
Sebelumnya para hacker kerap membagikan hasil data bocor semacam itu melalui dark web, semacam versi internet yang hanya dapat diakses menggunakan browser dan membutuhkan login khusus.
Peretas menganggap dark web menarik karena berada pada sisi lain internet, artinya, bagian dari internet yang tidak muncul di mesin pencari - yang bahkan lebih terkunci dari pengamat dan penyusup dari luar.
Namun tentu, tidak sembarang orang dapat mengakses dark web, dan di situlah Telegram masuk. Sangat mudah untuk mengunduh aplikasi dan membuat akun di Telegram.
Obrolan rahasia layanan menggunakan enkripsi ujung ke ujung untuk privasi tambahan. Meskipun obrolan grup tidak memiliki perlindungan yang sama, Anda masih memerlukan tautan atau undangan untuk masuk. Telegram juga memungkinkan obrolan grup besar hingga 200.000 pengguna.
Fitur-fitur ini telah mendorong kenaikan 100 persen dalam penggunaan Telegram di kalangan penjahat dunia maya.
"Layanan pesan terenkripsinya makin populer di kalangan pelaku ancaman yang melakukan aktivitas penipuan dan menjual data curian, karena lebih nyaman digunakan daripada dark web," ujar kata analis ancaman siber Cyberint Tal Samra, dikutip dari Mashable, Rabu (14/9/2022).
Studi Cyberint juga menemukan bahwa ada pasar untuk hacker di Telegram. 'Marketplace' ini menjajakan data keuangan, dokumen pribadi, malware, dan panduan peretasan - selain kredensial akun online tentunya.
Di dark web sendiri, peneliti Cyberint juga menemukan banyak link atau tautan yang mengarah ke Telegram, jumlahnya bahkan meningkat dari tahun ke tahun. Link ke Telegram yang dibagikan di dark web antara 2020 dan 2021 meningkat dari 172 ribu menjadi lebih dari 1 juta tautan.
Namun, ketika laporan ini naik ke Financial Times, Telegram diketahui menutup beberapa kanal dengan sekitar 47.000 pengguna di saluran itu.
(dem)