
Bak Jatuh Tertimpa Tangga, Ukraina Terancam Default

Jakarta, CNBC Indonesia - Ukraina menghadapi ancaman gagal bayar atau default atas utang-utangnya. Hal ini terjadi saat Rusia masih mengintensifkan serangan ke wilayah negara itu.
Dalam laporan Reuters, para kreditur Ukraina direncanakan akan memberikan suara pada pekan ini terkait proposal Kyiv untuk menunda pembayaran obligasi internasional selama 24 bulan ke depan. Ini dilakukan agar Ukraina dapat menghindari default sebesar US$ 20 miliar atau Rp 297 triliun.
Pemegang obligasi memiliki waktu hingga Selasa, (9/8/2022) pukul 5 sore waktu New York untuk memutuskan apakah akan mendukung atau menolak proposal oleh pemerintah Ukraina. Diketahui, Ukraina sendiri juga memiliki obligasi US$ 1 miliar yang jatuh tempo pada 1 September mendatang.
"Kreditur kemungkinan akan menunggu sampai relatif dekat dengan batas waktu untuk memilih. Investor diharapkan untuk mendukung penghentian utang," kata seorang sumber dikutip Senin (8/8/2022).
Ketika mengumumkan proposalnya, Menteri Keuangan Ukraina Sergii Marchenko mengatakan telah "indikasi eksplisit dukungan" dari beberapa dana investasi terbesar dunia termasuk BlackRock, Fidelity, Amia Capital dan Gemsstock.
Analis mengatakan bahwa langkah Kyiv ini memang dapat membawa negara itu keluar dari ancaman default. Apalagi bila memang proposal ini mendapatkan dukungan dari kreditur.
"Moratorium dua tahun pembayaran utang luar negeri akan memungkinkan Ukraina untuk menghindari default kontrak atau hukum, karena setiap amandemen pada persyaratan obligasi akan mendapat dukungan kreditur," papar profesor hukum perbankan dan keuangan di Queen Mary University London, Rodrigo Olivares-Caminal.
Namun, menurutnya, kreditur dapat menanyakan apakah asuransi default yang dikenal sebagai credit default swaps (CDS) harus dimulai. Pasalnya, penangguhan pembayaran dapat dianggap sebagai peristiwa kredit oleh International Swaps and Derivatives Association (ISDA).
"Default kontrak, peristiwa kredit, dan default peringkat kredit adalah tiga konsep yang berbeda meskipun terkait. Menimbulkan salah satu dari ketiganya tidak berarti bahwa dua lainnya akan memicu," tambahnya.
Sementara itu, di sisi lain, ekonom pasar berkembang di BNP Paribas, Luiz Peixoto, mengatakan bahwa meski proposal penangguhan ini disepakati, para kreditur juga perlu memantau situasi apakah memang di dua tahun ke depan Kyiv mampu membayar utangnya.
"Ini hanya tombol jeda - kita tidak tahu bagaimana bentuk Ukraina dalam beberapa bulan atau beberapa tahun ke depan," ujarnya.
Ukraina sendiri sebelumnya pernah merestrukturisasi utangnya pada 2015 setelah krisis ekonomi terkait dengan pemberontakan yang didukung Rusia di wilayah kawasan industrinya di Donbass. Kesepakatan itu meninggalkannya dengan sejumlah besar pembayaran yang jatuh tempo setiap tahun antara 2019 dan 2027.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ukraina Kebagian Galaxy M14 5G Pertama, Ini Harga dan Speknya