
Plus Minus Aturan Baru Pinjol, Apa Kata Pakar?

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan baru terkait pinjaman online (pinjol). Lalu bagaimana dampak yang diharapkan terhadap ekosistem pinjol, terutama dalam mendukung perekonomian nasional sekaligus menjaga sisi perlindungan konsumen.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi atau POJK 10/2022 dinilai Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo untuk mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan. Selain itu, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi,
"Dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen," ujar Anto dalam keterangan resminya, belum lama ini.
Adapun Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) II OJK, Moch Ichsanuddin berharap POJK baru ini dapat membuat pelaku yang sebelumnya merasa sulit memperoleh izin baru, dapat lebih dipermudah.
"Tentunya ada beberapa regulasi baru yang tujuannya untuk menumbuh kembangkan industri ini ke depan untuk lebih sehat," ujarnya dalam CNBC Indonesia Fintech Week, Senin (18/7/2022).
Peraturan ini adalah bentuk respon OJK dalam mendorong penyelenggaraan layanan industri jasa keuangan non bank melalui teknologi informasi agar semakin efisien dan tumbuh lebih baik.
"Ini juga menjadi tugas OJK untuk memberikan perlindungan konsumen agar kegiatan di dalam fintech peer to peer lending makin cepat, mudah, dan juga sehat atau aman," tambah Ichsanuddin.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah menyebut, peraturan baru ini sangat dibutuhkan untuk pengembangan pembiayaan bersama berbasis digital seperti crowdfunding.
"Justru dengan adanya pengaturan ini kepentingan nasabah bisa lebih terlindungi," tukasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (18/7/2022).
Setali tiga uang, Pakar Hukum Fintech dan Keuangan Digital, Chandra Kusuma, menyambut baik diundangkannya peraturan fintech lending terbaru ini. Dia berharap bisa semakin memperkuat tata kelola, manajemen risiko dan operasional serta komitmen perlindungan konsumen dan kepatuhan hukum dari pelaku usaha fintech lending.
POJK 10/2022 ini dinilainya, sangat total meminta komitmen nyata para pelaku usaha yang telah berizin maupun calon penyelenggara fintech lending yang akan mengajukan permohonan perizinan baru. Sehingga dalam praktiknya akan memprioritaskan perlindungan konsumen, manajemen risiko, tata kelola yang baik, kesehatan keuangan dan operasional serta sustainability perusahaan.
"Memang ketat dan tegas namun tujuannya baik. Tidak bisa main-main atau asal-asalan jika mau berbisnis di bidang usaha ini, atau nanti malah konsumen dan kredibilitas industri yang jadi korbannya," kata Chandra.
Menurutnya, POJK ini sangat memperketat seleksi dan market entry requirement terhadap calon investor atau pelaku usaha baru yang hendak mengajukan perizinan di bisnis fintech lending. Hal ini terkait dengan meningkatnya syarat minimum modal disetor sebesar menjadi Rp 25 miliar. Jumlah ini meningkat drastis dari syarat modal disetor untuk pendaftaran sebesar Rp 1 miliar dan perizinan sebesar Rp 2,5 miliar dalam peraturan fintech lending yang lama.
Investor atau calon penyelenggara fintech lending yang sumber keuangannya tidak jelas atau pondasi finansialnya tidak kuat dan sehat akan sulit memperoleh izin. Demikian aspek kualitas penyelenggara lebih penting daripada kuantitas. Dengan syarat modal yang tinggi, secara tidak langsung calon penyelenggara diharapkan bisa memiliki perencanaan dan kesiapan finansial, operasional dan teknis yang jelas dan sistematis serta komitmen yang tinggi untuk menjalankan bisnis dengan sehat dalam jangka panjang.
"Jadi jangan sampai nanti ada calon investor atau penyelenggara yang setelah dapat izin tidak lama kemudian dijual izinnya untuk peroleh capital gain, sifatnya hit and run dan ingin untung cepat. Bisa juga ada investor yang ajukan izin tapi sumber atau kondisi keuangannya tidak jelas, tidak siap komitmen bisnis jangka panjang, cenderung mudah kolaps tanpa fundamental bisnis, operasional dan manajemen resiko serta komitmen perlindungan konsumen yang kuat," tutur Chandra lagi.
Walau diyakini dapat mendorong pengembangan industri pinjol ke arah yang lebih sehat lagi, tetap ada kekhawatiran dengan tetap banyaknya praktik pinjol ilegal. Terutama untuk melindung sisi perlindungan konsumen agar tidak terpapar layanan dari pinjol ilegal. Untuk itu, OJK dinilai perlu untuk meningkatkan aktivitasnya dalam memberangus praktik pinjol ilegal.
"Dengan aturan yang semakin seperti bank, kemudian juga permintaan tetap meningkat, saya khawatir akan semakin banyak fintech P2P lending yang ilegal. Dengan peraturan yang kemarin saja 95% fintech P2P Lending yang pernah dan sedang beroperasi di Indonesia adalah ilegal. Apalagi sekarang. Berbahaya bagi perlindungan konsumen," terang Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda .
Dia juga menyoroti peraturan persetujuan OJK terkait dengan direksi dan komisaris pinjol seperti laiknya di perbankan melalui fit and proper test. "Pertanyaannya kan apakah persetujuan dari OJK ini diperlukan? Yang pasti menimbulkan biaya 'administrasi' Kembali," ucapnya.
(bul/bul)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Dorong Kontribusi Fintech Lending ke Sektor Produktif