
Mengenal Starlink, Satelit Elon Musk yang Sudah Masuk RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Starlink sudah masuk ke wilayah Indonesia. Namun bukan untuk melayani pelanggan ritel, tapi layanan perusahaan milik Elon Musk itu digunakan keperluan internal Telkom Group.
Kepada CNBC Indonesia, Menteri Kominfo Johnny Plate menyatakan pihaknya telah memberikan Hak Labuh Satelit Khusus Non Geostationer kepada Telkomsat untuk penyelenggaraan jaringan tetap tertutup satelit Starlink.
"Kominfo memberikan Hak Labuh Satelit Khusus Non Geostationer kepada PT Telkom Satelit Indonesia [Telkomsat] sebagai pengguna korporat backhaul dalam penyelenggaraan jaringan tetap tertutup satelit Starlink," jelas Johnny.
"Bukan layanan internet melainkan layanan backhaul untuk keperluan internal Telkom Group. Tidak diberikan hak layanan ritel internet kepada Starlink".
Apa ituĀ Starlink?
Melansir Cnet, Starlink adalah nama jaringan satelit orbital yang pengembangannya dimulai pada 2015. Dengan satelit prototipe pertama diluncurkan ke orbit pada 2018 lalu dan sejak saat itu ribuan satelit telah diletakkan di orbit rendah Bumi.
![]() |
Terakhir adalah pada 21 April dengan mengirimkan 53 satelit. Cnet mencatat sudah ada 2.388 dengan lebih dari 2.000 diantaranya merupakan bagian operasi konstelasi.
Starlink ingin menjual layanan akses internet pada masyarakat di daerah pedesaan. Selain juga bagian lain dunia yang belum memiliki akses broadband berkecepatan tinggi.
"Starlink sangat cocok untuk area di dunia di mana konektivitas biasanya menjadi tantangan," tulis Starlink pada situs webnya.
"Tidak terbatas infrastruktur darat tradisional, Starlink bisa memberikan internet broadband berkecepatan tinggi ke lokasi di mana akses tidak bisa diandalkan atau sama sekali tidak tersedia".
Laman We Forum menuliskan satelit orbit rendah Bumi atau low-earth orbit (LEO) merupakan teknologi untuk merevolusi internet. LEO jadi jawaban untuk internet dapat tersedia di wilayah-wilayah pedalaman.
We Forum menjelaskan satelit ini bisa membantu menghubungkan masyarakat yang tidak terhubung dan menjembatani kesenjangan digital yang meninggalkan komunitas terpencil dan pedesaan.
LEO beroperasi lebih dekat ke planet, sekitar hingga 2.000 km di atas permukaan Bumi. Ini jauh lebih dekat dari satelit geostasioner tradisional yang mencapai sekitar 36 ribu km di atas permukaan Bumi.
Satelit LEO, termasuk Starlink menghadapi banyak perdebatan oleh sejumlah astronom. Satelit-satelit tersebut menghadapi isu lalu lintas antariksa serta meningkatnya sampah antariksa. Selain itu juga ada kekhawatiran terkait polusi cahaya yang menghalangi pandangan langit malam.
Tahun 2019, tak lama setelah Starlink pertama disebarkan, International Astronomical Union merilis pernyataan peringatan soal konsekuensi yang tidak terduga untuk pengamatan bintang dan perlindungan satwa liar nokturnal.
Sejak saat itu, Starlink menguji sejumlah desain baru yang dimaksudkan mengurangi kecerahan dan visibilitas satelitnya.
Satu tahun berikutnya, perusahaan menguji DarkSat yang menyertakan lapisan khusus non-reflektif. Pada Juni 2020, perusahaan meluncurkan satelit VisorSat yang dilengkapi penghalang khusus. Di bulan Agustus Starlink meluncurkan satelitnya dengan semuanya telah dilengkapi dengan pelindung.
"Kami ingin memastikan bahwa kami melakukan hal benar memastikan anak-anak kecil bisa melihat lewat teleskop mereka," kata Presdien SpaceX Gwynne Shotwell.
"Tim Starlink bekerja sama dengan astronom terkemuka di seluruh dunia untuk lebih memahami secara spesifik pengamatan mereka dan perubahan teknik yang bisa dilakukan untuk mengurangi kecerahan satelit," tulis perusahaan dalam web resminya.
(npb/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Internetan di Udara, SpaceX Pasang Wifi Gratis di Pesawat
