Ada Ancaman Ngeri yang Sedang Intai Startup, Berani Baca?
Jakarta, CNBC Indonesia - Saat ini startup sedang mengalami ancaman serius. Salah satunya Death Spiral yang menjadi masalah bisnis sepanjang waktu.
Death Spiral terjadi saat pelaku bisnis yang sedang berhadapan dengan kinerja yang memburuk, misalnya ditinggal oleh konsumen atau pengguna.
Untuk menarik kembali minat konsumen, manajemen perusahaan kemudian bertanya langsung ke konsumen tentang hal yang bisa dilakukan agar produk mereka kembali menarik. Setelah fitur-fitur yang diminta ditambahkan, ternyata pengguna dan konsumen terus menyusut.
Setelah itu, perusahaan kembali bertanya lagi pada pelanggan, yang meminta mereka menambahkan lebih banyak fitur. Namun setelah fitur kembali ditambahkan, orang-orang terus meninggalkannya.
Melansir tulisan Larry Kim di laman Medium, siklus ini terjadi sepanjang waktu. Dalam industri teknologi, siklus-nya berlangsung jauh lebih cepat. Beberapa gadget akan jauh lebih populer karena baru, namun akhirnya usang dan digantikan oleh teknologi lebih baru.
Ini memang terjadi pada banyak perusahaan. Namun bertanya pada pelanggan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan produk dan menghabiskan sumber daya, baik modal maupun tenaga, untuk terus menambah fitur dan mengembangkan produk yang sama, justru akan menimbulkan Death Spiral.
Salah satu hal yang bisa dilakukan founder dan manajemen adalah berpikir kembali ke hal paling pokok yang membuat produk itu hebat. Pikirkan lagi hal yang terjadi pada awal bisnis dibuat.
Selain itu, lebih baik memulai siklus hidup baru, daripada berpikir soal mempertahankan produk yang sudah ada. Jika sudah sampai di titik ini, sebaiknya ubah DNA atau organisasi perusahaan.
Peringatan soal Death Spiral disampaikan oleh Sequoia, yang mengingatkan startup untuk lebih berhemat menghadapi tantangan ekonomi yang ada saat ini. Perusahaan sudah beberapa kali mengeluarkan memo berkaitan dengan masalah ekonomi terkini. Misalnya RIP Good Times saat ekonomi bermasalah tahun 2008 dan Black Swan di awal pandemi Covid-19.
Baru-baru ini, mereka juga mengeluarkan memo serupa. Sequoia menunjukkan inflasi berkelanjutan dan konflik geopolitik, akan membatasi kemampuan untuk solusi kebijakan. Misalnya memangkas suku bunga atau pelonggaran kuantitatif.
Partner di Sequoia mengaku ada satu faktor yang salah dalam memo Black Swan: meremehkan respons kebijakan moneter dan fiskal yang mengikuti krisis Covid-19. Serta bidang distorsi yang tercipta di pasar.
Mereka mengingatkan bahwa kondisi saat ini berbeda dengan kondisi selama pandemi. Pada periode pandemi, anjloknya perekonomian diikuti oleh pertumbuhan pesat seiring dengan meredanya wabah Covid-19.
"Kali ini banyak dari komponen itu habis. Kami tidak percaya bahwa ini akan jadi koreksi tajam lainnya diikuti pemulihan berbentuk [kurva] V yang sama cepatnya seperti yang dilihat di awal pandemi," kata Sequoia, dikutip CNBC Internasional.
(npb)