Simak! Peneliti Ungkap Kelemahan Terbesar dari Vaksin Sinovac

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
19 April 2022 10:45
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada pelajar di SDN 03 Rawabuntu, Tangerang Selatan, Selasa (14/12/2021). Kementerian Kesehatan memulai vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6-11 dengan jumlah sasaran vaksinasi mencapai 26,5 juta di Indonesia. Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan kick off pelaksanaan vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6 sampai 11 tahun. "Kami harapkan hari Selasa (14/12) sudah dilakukan kick off di beberapa daerah yang akan kami tetapkan dan selanjutnya itu secara bertahap sampai tahun depan akan kita lakukan vaksinasi semua anak usia 6 -11 tahun yang totalnya berdasarkan data itu ada 26,8 juta," katanya dalam keterangan resmi dikutip Senin (13/12/2021) kemarin. Pelaksanaan vaksinasi ini akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama vaksinasi akan dilaksanakan di provinsi dan kabupaten/kota dengan kriteria cakupan vaksinasi dosis 1 di atas 70% dan cakupan vaksinasi Lansia di atas 60%.

Sampai saat ini sebanyak 8,8 juta jiwa dari 106 kabupaten/kota dari 11 provinsi yang sudah memenuhi kriteria tersebut, yakni Banten, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Bali.

Vaksin yang digunakan untuk sementara ini adalah jenis Sinovac dan sudah punya Emergency Use Autorization (EUA). Sebanyak 6,4 juta dosis vaksin Sinovac yang akan digunakan hingga akhir Desember 2021.

Penyuntikan vaksin dilakukan dengan intramuskular atau injeksi ke dalam otot tubuh di bagian lengan atas dengan dosis 0,5 mili. Vaksinasi diberikan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 28 hari. Sebelum pelaksana vaksinasi harus dilakukan skrining dengan menggunakan format standar oleh petugas vaksinasi. Tempat pelaksanaan vaksinasi bisa dilakukan di Puskesmas, rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya baik pemerintah maupun swasta termasuk pos-pos pelayanan vaksinasi, dan sentra vaksinasi. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6-11 tahun di SDN 03 Rawabuntu, Tangerang Selatan, Selasa (14/12/2021). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa orang yang menggunakan vaksin Sinovac hampir lima kali lebih mungkin mengalami gejala parah Covid-19 dibanding mereka yang menerima vaksin Pfizer-BioNTech.

Hal ini terdapat dalam penelitian yang dilakukan di Singapura, dengan tim yang terdiri dari ahli penyakit menular dari National Center for Infectious Diseases (NCID) dan Kementerian Kesehatan (MOH).

Mereka menyimpulkan vaksin Sinovac 4,59 kali lebih berpeluang mengalami gejala Covid-19 lebih parah dibandingkan dengan mereka yang menerima vaksin Pfizer-BioNTech.

Orang yang disuntik vaksin Sinovac juga 2,37 kali lebih mungkin terinfeksi, dibandingkan dengan mereka yang menggunakan vaksin Pfizer-BioNTech.

"Individu yang divaksin dengan dua dosis vaksin virus utuh yang tidak aktif diamati memiliki perlindungan yang lebih rendah terhadap infeksi Covid-19 dibandingkan dengan mereka yang divaksinasi dengan vaksin mRNA," kata penelitian yang dipublikasikan pada Selasa (12/4/2022), dikutip dari Channel News Asia.

Namun demikian, baik vaksin mRNA dan vaksin virus utuh yang tidak aktif, memberikan perlindungan yang cukup terhadap gejala parah Covid-19 dan vaksinasi tetap menjadi strategi utama melawan pandemi.

Adapun, gejala parah dalam penelitian tersebut didefinisikan sebagai mereka yang membutuhkan suplementasi oksigen di rumah sakit, masuk unit perawatan intensif (ICU), atau kematian.

Temuan juga menunjukkan bahwa vaksin Moderna lebih efektif dalam mencegah gejala parah dibandingkan dengan vaksin Pfizer-BioNTech.

Mereka yang menggunakan Moderna ditemukan kurang dari setengah (0,42) kali lebih mungkin mengembangkan Covid-19 yang parah daripada penerima Pfizer-BioNTech, dan mereka juga lebih kecil kemungkinannya untuk terinfeksi.

Mengutip laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC AS), efektivitas vaksin Moderna yang lebih tinggi kemungkinan karena kandungan mRNA yang lebih tinggi dalam vaksin Moderna dan interval waktu yang lebih lama antara suntikan.

Penelitian tersebut melibatkan sekitar 2,7 juta orang di Singapura berusia 20 tahun ke atas yang menerima dua dosis di bawah program vaksinasi nasional.

Data diambil periode tujuh minggu pada tahun 2021, mulai dari 1 Oktober hingga 21 November, ketika kasus di Singapura melonjak karena virus corona varian Delta.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kemenkes Bicara Riset Booster Vaksin Covid Lawan Omicron

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular