
Gawat! Subvarian Omicron BA.2 Lebih Menular

Jakarta, CNBC Indonesia - Jenis virus Covid - 19 terus berkembang. Bahkan varian Omicron sudah memiliki beberapa jenis 'anak' yang dikenal dengan BA.1, BA.1.1, BA.2 dan BA.3.
Menurut Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggaa, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bentuk virus Omicron yang dominan di dunia dan Indonesia saat ini adalah BA.1. Namun dalam perkembangan beberapa waktu terakhir jenis BA.2 sudah terlihat banyak dianalisa.
"Angkanya rata-rata BA.2 dunia mencapai 21,09% dari semua Omicron. jadi satu dari lima Omicron di Dunia sekarang adalah jenis BA.2. Tapi sudah ada beberapa negara yang jenis BA.2 dominan lebih dari 50%," kata Tjandra dalam keterangan, Senin (28/2/2022).
Dia mencontohkan negara yang sudah lebih dari 50% seperti Brunei Darusalam, Filipina, Bangladesh, China, India, Nepal, Pakistan.
"WHO memang menyebutkan prevalensi tertinggi BA.2 diantara keseluruhan terjadi pada daerah WHO Asia Tenggara yaitu 44,7%," terangnnya.
Saat ini peneliti masih mempelajari dampak dari varian BA.2. Namun dari penemuan saat ini memang dikenal lebih menular dari BA.1 yang saat ini dominan.
Namun juga belum ada bukti apakah BA.2 menimbulkan sakit yang berat, lanjut Tjandra. Karena dari hasil publikasi masih belum menunjukan hasil yang solid.
Hal ini dari hasil data dari Afrika Selatan, Inggris, Denmark yang menunjukan tingkat beratnya sakit sama antara BA.1 dengan BA.2.
Tapi publikasi pra-cetak 16 Februari 2022 dari Jepang yang berjudul "Virological characteristics of SARS-CoV-2 BA.2 variant" menyebutkan nampaknya BA.2 dapat lebih berat. Uji coba pada binatang memang menunjukkan bahwa BA.2 dapat menimbulkan dampak klinik lebih berat, tetapi ini pada binatang percobaan, belum tentu terjadi terjadi pada manusia.
Selain itu dari hasil efikasi vaksin juga masih belum menunjukan hasil penelitian yang bulat. WHO juga menyatakan efikasi vaksin juga masih sama, sementara penelitan di Jepang menduga efektifitas vaksin menurun, sehingga butuh suntikan booster.
Penelitian di Jepang ini juga menyajikan bahwa pada infeksi dengan BA.2 terjadi penurunan efektifitas obat antibodi monoklonal seperti sotrovimab.
"BA.2 tidak memiliki fenomena SGTF ("S gene target failure"), sehingga penggunaan PCR SGTF jadi terbatas, sehingga perlu memperbanyak pemeriksaan Whole Genome Sequencing", jelasnya.
Namun menurut Tjandra Indonesia harus tetap waspadadan tetap mengambil langkah antisipasi,jika varian BA.2 ini meningkat di Indonesia.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Covid Global Melonjak, Warga RI Harus Booster Kedua?