Krisis Chip Semikonduktor Ada Lagi, Produksi Mobil Terancam!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
08 October 2021 14:20
Perakitan Mobil Esemka di Boyolali (Biro Pers Sekretariat Presiden)
Foto: Suasana perakitan Mobil Esemka di Boyolali (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis chip semikonduktor sudah pernah terjadi pada awal tahun 2021. Nyatanya, krisis tersebut kembali terulang dalam beberapa waktu ke belakang.

Pabrikan pun mengakui kondisi itu bisa mengancam produksi mobil nasional yang saat ini sedang bergairah.

"Produsen mulai bulan ini kelihatannya mulai terjadi problem kembali untuk kelangkaan semikonduktor. Ini PR besar buat pabrikan mengatasi ini, at least minimize kelangkaan produksi sampai akhir tahun ini," kata Chief Executive Astra International Daihatsu Supranoto dalam program Profit CNBC Indonesia, Jumat (08/10/2021).

Meski demikian, dia bilang pabrikan mobil di Indonesia sedang berusaha semaksimal mungkin untuk memperkecil dampak krisis itu. Apalagi, saat ini permintaan terhadap mobil baru masih tinggi akibat relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

"Ini terjadi di awal tahun dan sudah bisa diatasi, tapi kelihatannya kabar terbaru beberapa pemain atau brand-brand di Indonesia mulai mengalami kesulitan bulan ini. Jadi sampai September kemarin belum terasa dampak signifikan, tapi Oktober, November, Desember menjadi tantangan sangat besar buat pabrikan untuk mendapat chip semikonduktor ini," ujar Supranoto.



Masalah krisis chip semikonduktor bukan masalah baru. Sejak awal tahun krisis ini mengancam produksi mobil dunia, termasuk dalam negeri.

Bahkan harga chip semikonduktor di seluruh dunia diperkirakan akan melonjak di seluruh spektrum, mengingat adanya kekurangan pasokan chip secara global. Kondisi ini diproyeksikan bisa berlangsung hingga akhir 2022.

Moody's Analytics mengatakan tren bekerja jarak jauh (work from home) meningkat karena pembatasan pergerakan Covid-19 menjadi salah satu penyebab tingginya permintaan chip semikonduktor. Pada masa ini masing-masing individu diharuskan memiliki perangkat kerja sendiri untuk menunjang aktivitas di rumah.

"Mengingat proses produksi mereka yang padat modal, pasokan belum mampu mengimbangi peningkatan permintaan," tulis Moody's Analytics, dikutip dari Malay Mail beberapa waktu lalu.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nah Loh, Krisis Chip Semikonduktor Disebut Masih Lama Usainya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular