Bersiap "March Madness", Segila Apa Pergerakan Harga Bitcoin?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 March 2021 17:33
bitcoin
Foto: Bitcoin (REUTERS/Mark Blinch)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed akan mengumumkan hasil rapat kebijakan moneter pada Kamis (18/3/2021) dini hari waktu Indonesia. Pengumuman kali ini mendapat perhatian yang besar dari pelaku pasar, bahkan diperkirakan bisa memicu "March Madness" atau kegilaan di bulan Maret, tentunya dalam konteks pergerakan aset-aset di pasar finansial global, tak terkecuali bitcoin.

Mata uang kripto ini sedang dalam masa kejayaannya, harganya terus meroket dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa sejak tahun lalu.

Tanda-tanda bitcoin juga akan ikut kegilaan di bulan Maret terlihat dari pergerakannya di hari Selasa yang berakhir stagnan, serta pada perdagangan Rabu (17/3/2021) yang juga mager (malas bergerak) dengan rentang pergerakan yang sempit US$ 55.187/BTC sampai US$ 57.185/BTC sepanjang sesi Asia, melansir data Refinitiv. Padahal bitcoin terkenal dengan volatilitasnya yang ekstrim, naik turun tajam dalam waktu singkat. 

Adalah Rick Rieder, CIO BlackRock yang mengatakan konferensi pers ketua The Fed, Jerome Powell, akan memicu "March Madness" bagi pasar, sebab ada kemungkinan Powell akan menjelaskan mengenai arah kebijakan moneter ke depannya.

"Jika Powell tidak mengatakan apapun, itu akan menggerakkan pasar. Jika dia memberikan banyak penjelasan itu akan menggerakkan pasar," kata Rieder, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (16/3/2021).

Kenaikan yield obligasi (Treasury) ke level tertinggi dalam satu tahun terakhir menjadi isu utama yang membuat The Fed mendapat perhatian yang besar. Maklum saja, yield saat ini berada di level tertinggi sejak Februari 2020, atau sebulan sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi dan sebelum The Fed membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%, serta sebelum program pembelian aset (quantitative easing/QE) kembali dijalankan.

Penyebab kenaikan yield tersebut yakni perekonomian AS yang diprediksi pulih lebih cepat dari prediksi, dan akan memicu kenaikan inflasi. Alhasil, pelaku pasar melepas kepemilikan Treasury, sehingga yield-nya menjadi naik.

Dengan ekspektasi kenaikan inflasi, The Fed diprediksi akan mengurangi nilai QE yang saat ini senilai US$ 120 triliun dalam waktu dekat, atau yang dikenal dengan istilah tapering. Berkaca dari tahun 2013, tapering dapat memicu taper tantrum dimana dolar AS menguat tajam, dan aset-aset lainnya mulai dari aset berisiko seperti saham hingga aset aman (safe haven) seperti emas rontok.

Bitcoin saat ini digadang-gadang sebagai emas digital serta dibanderol dengan dolar AS, sehingga ketika taper tantrum terjadi harganya berisiko jeblok.

Oleh sebab itu, pelaku pasar akan menanti kemana arah kebijakan The Fed selanjutnya, apakah akan memberikan indikasi tapering atau masih tetap dengan pernyataan sebelumnya tidak akan merubah kebijakannya dalam waktu dekat.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Operation Twist Bisa Bikin Bitcoin Meroket Lagi

Kenaikan yield Treasury sebenarnya bisa mengganggu pemulihan ekonomi AS, sebab biaya pinjaman bisa meningkat. Jika perekonomian AS belum cukup kuat, maka risiko kembali merosot cukup besar. Sehingga, beberapa analis juga memprediksi The Fed akan menjalankan Operation Twist guna meredam kenaikan yield Treasury.

Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.

The Fed sudah 2 kali menjalankan Operation Twist, pada 2011 dan 1961. CNBC International melaporkan pelaku pasar yang mengetahui perihal operasi tersebut mengatakan jika The Fed sudah menghubungi dealer-dealer utama untuk menjalankan operasi tersebut.

Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.

"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).

Jika The Fed menegaskan belum akan merubah kebijakannya dalam waktu dekat, dan malah mengambil langkah meredam kenaikan yield Treasury, bitcoin tentunya berpeluang meroket lagi.

CEO Pantera Capital, Dan Morehead, memprediksi harga bitcoin kini menuju US$ 115.000/BTC di bulan Agustus nanti. Prediksi tersebut diberikan pada April 2020 lalu, saat harga bitcoin masih di bawah US$ 9.000/BTC.

"Bitcoin saat ini menuju target yang kami berikan pada April 2020 lalu, yakni di US$ 115.000/BTC di musim panas tahun ini," kata Morehead dalam sebuah rilis yang dikutip CoinDesk, Kamis (17/3/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular