
Pak Mendag, e-Commerce Bingung Aturan Ini Nih!

Jakarta, CNBC Indonesia - Peraturan perdagangan digital sebenarnya sudah diatur dalam PP 80 Tahun 2019. Namun di dalamnya belum mengatur soal proporsi produk lokal di e-commerce.
"Persentasenya tidak diatur di dalam aturannya. Tetapi di dalam aturan PP 80 bahwa PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) harus mempromosikan produk dalam negeri," kata Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (iDEA), Bima Laga, dalam program Profit CNBC Indonesia, Senin (8/3/2021).
Dia juga mengatakan sangat terbuka jika pemerintah menginginkan ada aturan soal persentase produk lokal maupun predatory pricing. Termasuk melalukan revisi atau aturan turunannya nanti.
Bima juga mengaku telah mendapatkan undangan dari pemerintah membicarakan persoalan predatory pricing di tanah air. Kemungkinan pertemuan akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Mengenai bentuk seperti apa karena itu baru saja dibahas di rapat Kementerian Perdagangan kemarin, saya rasa di minggu ini atau di bulan ini, kita akan mencoba melakukan pertemuan dengan Kementerian Perdagangan fokus membahas ini," ungkapnya.
Beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo sempat menyuarakan soal persaingan tidak sehat dan merugikan UMKM. Salah satunya mengenai predatory pricing.
Predatory pricing adalah strategi penjual mematok harga jual sangat rendah. Tujuan praktik ini adalah menghilangkan para pesaing dari pasar.
"Predatory pricing hati hati dengan ini bisa membunuh yang kecil-kecil, menganut keterbukaan ekonomi nggak ada yang kita tutupi, tapi saya tegaskan kita bukan negara yang menyukai proteksionisme, namun kita tidak boleh menjadi korban," tegas Jokowi dalam Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, (Jum'at, 05/03/2021).
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menyatakan pihak asing terutama dari China menggunakan teknologi artificial intelligence dalam perdagangan. Mereka menggunakannya untuk mempelajari harga di pasar domestik lalu sistem produksi dan bahan bakunya, sehingga dapat ditiru dan dijual dengan harga lebih murah.
"Mereka menggunakan artificial intelligence, mereka datang ke Tanah Abang mereka pelajari, dan mereka tahu barang-barang yang laku, seperti produk di Tanah Abang yang khusus menjual fashion. Ketika dianggap laku diselidiki dipelajari di China bahwa hijab yang dijual seharga seribu rupiah, sehingga terjadi predatory pricing," ungkap Lutfi.
(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi: e-Commerce RI Ada yang Tak Benar, Bunuh UMKM
