Menteri Jokowi Kaget Soal Tracer Covid-19 di RI, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut laporan upaya 3T (testing, tracing, treatment) masih belum serius sehingga perlu dioptimalkan.
"Saya kaget waktu dapat laporan jumlah tracer kita tidak sampai lima ribu di seluruh Indonesia dan hampir 1.600 lebih berada di DKI Jakarta. Jadi sebetulnya memang selama ini kalau dilihat dari jumlah tracer-nya kita belum melakukan upaya 3T yang serius," katanya dalam rilis resmi, Jumat (12/2/2021).
Dia berharap melalui kebijakan presiden yang lebih mengedepankan pendekatan mikroskopik, terutama 3T dalam upaya penanganan Covid-19 dapat tertangani semakin baik. Muhadjir meyakini tingkat penyebaran Covid - 19 yang paling tinggi dan dan banyak pada level komunitas, termasuk dari lingkungan keluarga di rumah.
"Saya yakin betul kalau 3T bis akita lakukan sungguh-sungguh dan optimal, kita akan bisa mengatasi Covid ini. Disamping juga tenaga tracer terus kita tingkatkan dan kita kerahkan semaksimal mungkin," tutur Muhadjir.
Terapi Plasma Konvalesen Untuk Penyembuhan Pasien Covid -19
Muhadjir mengatakan sejak dicanangkan, donor plasma konvalesen mengalami peningkatan empat kali lipat. Dipercaya pasien Covid -19 yang telah menerima donor plasma konvalesen diklaim sembuh bahkan mengalami perkembangan kesehatan yang cukup signifikan.
Dari data Unit Donor Darah PMI Pusat per 9 Februari 2020 mencatat jumlah pemenuhan kebutuhan plasma konvalesen sebanyak 15.738 kantong.
"Saya harap ini bisa menjadi faktor pengubah dan kita bisa menggerakkan donor plasma konvalesen ini agar dapat menjadi faktor pembeda dari proses penanganan Covid -19, samping tentu saja vaksin dan 3T," kata Muhadjir.
Dia mengajak para penyintas Covid - 19 agar mau menjadi pendonor. Karena rumah sakit penyelenggara donor plasma konvalesen masih terkendala mencari pendonor. Sementara jumlah pasien yang membutuhkan donor semakin banyak.
Salah satu dokter dari RS Mayapada Shinta Vera Renata Hutajulu mengatakan penyebab sulitnya mencari pendonor disebabkan tidak memenuhi kriteria.
"Yang masih jadi pertanyaan juga saat ini apakah penyintas Covid - 19 yang pernah mendapatkan terapi plasma konvalesen bisa menjadi pendonor," terangnya.
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Putu Moda mengatakan uji klinik sudah dilakukan pada 50 orang pasien Covid di RS dr. Saeful Anwar Malang. Hasilnya ditujukan untuk pasien dengan gejala ringan mendapat terapi plasma konvalesen (TPK) sembuh 100%.
"Pemberian TPK terhadap pasien dengan severe dan critical ill masih memberikan efek bagus karena TPK selain membunuh virus juga sebagai immunomodulatory," katanya.
Akan tetapi biaya skrining calon pendonor plasma konvalesen mahal. Sehingga untuk menghemat biaya tidak semua penyitas Covid - 19 menjadi pendonor. Penyintas yang memenuhi untuk menjadi pendonor tidak lebih dari 30%.
Saat ini syarat sebagai pendonor harus ada gejala demam sesak pneumoni sehingga titer-nya positif. Sedangkan untuk orang tanpa gejala (OTG) hasil skrining semua harus negatif.
Dari hasil studi pada uji klinik, hal penting yang perlu diperhatikan adalah waktu pemberian dosis awal. Adapun waktu yang paling tepat untuk terapi plasma konvalesen adalah 14 hari pertama sejak gejala timbul atau 72 jam pertama sejak sesak timbul terutama untuk pasien yang masih ada komorbid.
-
1.
-
2.
-
3.