Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Bitcoin sekali lagi mencuri perhatian para pelaku pasar di tahun ini. Aset yang dianggap sebagai emas digital ini memang timbul tenggelam, pada Desember 2017 lalu, bitcoin mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 19.458,19/BTC, tetapi malah ambrol nyaris 80% setahun berselang.
Setelahnya bitcoin kurang mendapat perhatian, hingga akhirnya melesat lagi di tahun ini hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 19.929,75/BTC pada Selasa (1/12/2020) pekan lalu.
Jika dilihat dari posisi akhir tahun lalu hingga ke rekor tersebut, harga bitcoin meroket hingga 178%. Sementara pada hari ini, Jumat (4/12/2020), bitcoin diperdagangkan di kisaran US$ 19.349,48/BTC pada pukul 13:45 WIB, atau turun sekitar 2,9% dari rekor tertinggi sepanjang masa.
Bitcoin dikenal sebagai aset dengan volatilitas yang tinggi. Tidak mengherankan harganya meroket di tahun ini, dan risiko ambrol lagi juga cukup besar.
Ambrolnya harga bitcoin dalam beberapa bulan ke depan diprediksi oleh Alex Manshinsky, CEO dari Celcius Network, yang sukses memprediksi harga bitcoin akan mencetak rekor tertinggi di tahun ini.
Manshinsky di bulan Januari lalu memprediksi bitcoin akan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di kuartal IV-2020, dan prediksinya jitu. Prediksi tersebut diberikan sebelum virus corona menyerang dunia.
Dalam wawancara dengan Kitco Kamis kemarin, Manshinsky, menyatakan dalam rentang 3 bulan ke depan bitcoin masih memiliki ruang untuk menguat, tetapi setelahnya akan ambrol sekitar 40% ke US$ 16.000/BCT hingga US$ 15.000/BTC.
"Saya pikir bitcoin akan menguat lagi ke kisaran US$ 20.000/BTC sampai US$ 22.000/BTC, sebelum turun dan menguji kembali US$ 16.000/BTC sampai US$ 15.000/BTC, akibat kurangnya volume perdagangan," katanya.
Menurut Manshinsky, pergerakan tersebut akan terjadi dalam 2 sampai 3 bulan ke depan. Tetapi kabar baiknya, di semester II-2021 bitcoin diprediksi akan melesat lagi.
"Harga bitcoin memang akan mengalami koreksi, tetapi tren besarnya masih menguat. Memasuki semester II-2021, harga bitcoin akan kembali bergerak naik hingga kembali ke ke atas US$ 30.000/BTC," tambahnya.
Selain pandemi penyakit virus corona (Covid-19), salah satu pemicu kenaikan bitcoin di tahun ini adalah banyaknya investor institusional yang mulai masuk. Hal tersebut terjadi karena bitcoin dianggap semakin mature, dan volatiltasnya akan semakin menurun.
Meski demikian, Manshinsky, mengingatkan mayoritas investor bitcoin saat ini masih ritel, sehingga sulit diprediksi akan mereka akan melepas kepemilikannya. Berbeda dengan investor institusional yang cenderung akan mempertahankan posisinya dalam waktu yang cukup lama.
Meski demikian, terjadi peralihan investor dari mata uang digital ini. Di tahun ini, investor asal Amerika Utara yang banyak berinvestasi di bitcoin. Melansir data yang dikumpulkan Reuters, terjadi net inflow di platform bitcoin di Amerika Utara sebanyak 216.000 bitcoin atau setara US$ 3,4 miliar pada pertengahan November lalu, atau meroket 7.000 kali lipat di tahun ini.
Sebaliknya, di Asia Timur justru terjadi outflow sebanyak 240.000 bitcoin atau setara US$ 3,8 miliar.
Data dari Reuters tersebut mengkonfirmasi pernyataan Rick Rider Chief investment officer Blackrock, perusahaan asset management terbesar di dunia. Dalam acara Squawk Box CNBC International Jumat (20/11/2020) Rider mengatakan bitcoin "akan diterima" sebab banyak millenial yang menggunakannya.
"Saya pikir mata uang kripto akan diterima. Saya pikir itu akan tahan lama, dan anda sudah lihat bank sentral sudah membicarakan mata uang digital," kata Rider.
"Saya pikir mata uang digital dan penerimaan (di kalangan millenial) teknologinya serta mata uang kripto adalah nyata. Pembayaran digital adalah nyata, jadi saya pikir bitcoin akan diterima," tambahnya.
Rider bahkan mengatakan suatu saat nanti bitcoin bisa menggantikan emas secara luas.
"Apakah saya berfikir mekanisme bitcoin dapat menggantikan emas secara luas? Ya, saya berfikir demikian, karena mekanisme ini lebih fungsional ketimbang mentransfer emas batangan," katanya.
Sebelum BlackRock, investor-investor kawakan, seperti Paul Tudor Jones, dan Stanley Druckenmillier juga mulai berinvetsasi di bitcoin.
Dalam acara "Squak Box" CNBC International pada bulan Mei lalu, Jones mengatakan bitcoin merupakan "spekulasi yang sangat bagus", dan ada sekitar 2% bitcoin dalam portofolio investasinya.
"Lebih dari 1% aset saya saat ini adalah bitcon, mungkin hampir 2%, dan itu terlihat sebagai angka yang tepat untuk saat ini," kata Jones sebagaimana dilansir CNBC International.
Bagi investor pada umumnya, investasi Jones di bitcoin menjadi sesuatu yang tidak biasa. Tetapi menurut Jones, bitcoin lebih baik ketimbang uang tunai, seperti dolar Amerika Serikat (AS).
"Jika anda memegang uang tunai, ada tahu bank sentral memiliki tujuan mendepresiasi nilai tukar sebesar 2% per tahun. Jadi pada dasarnya memegang uang tunai sama dengan membuat aset anda dengan percuma," katanya.
Kemudian Stanley Druckenmillier, melihat inflasi di AS akan terus naik dalam 5 sampai 6 tahun ke depan akibat stimulus moneter dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), dan ia menyukai emas dan bitcoin sebagai lindung nilai terhadap risiko kenaikan inflasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA