Awas Kejahatan Cyber Mengincar Sektor Keuangan

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
16 November 2020 15:46
Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim
Foto: Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim

Jakarta, CNBC Indonesia- Sektor keuangan 300 kali lipat lebih rentan pada ancaman cyber dibandingkan sektor lainnya. Inilah yang membuat tren digital bank harus dibentengi dengan cyber security yang handal untuk keamanan nasabahnya.

Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim mengatakan dengan maraknya transformasi digital sektor keuangan juga menjadi cukup rentan dari sisi pengamanan cyber. Bahkan banyak kondisi yang menyebabkan perusahaan kehilangan data, yang bisa membuat kerugian sekitar US$ 5,8 juta.

"Apalagi sepertiga transaksi yang dilakukan sudah memasuki wilayah mobile dan ini bisa menjadi area permukaan yang membuka celah bagi serangan cyber. Satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah compliance, ini membuat perbankan harus memenuhi regulasi yang ada," kata Edwin, dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (11/11/2020).

Sektor keuangan harus memiliki cara sistematis yang ditawarkan kepada nasabah yang menjamin keamanan bagi mereka. Untuk itu literasi sangat dibutuhkan masyarakat terutama di tengah cepatnya transformasi digital.

Keamanan cyber mencakup semua sektor yang selama memiliki konektivitas pada internet. Edwin mengatakan ketika seseorang terhubung pada internet maka memiliki IP addres dan memasuki area yang bisa menjadi ancaman. Dengan terkoneksi ke internet maka seseorang sudah mengekspos dirinya sendiri.

"Ada sektor infrastruktur yang critical artinya kalau sektor tersebut memiliki satu ancaman maka bisa menjadi ancaman negara, seperti di bidang hukum, keuangan, energi sumber daya mineral, kesehatan, pertanian, teknologi informasi, pertahanan, dan air. Itu adalah sektor yang critical, dari sektor inilah akan kita lakukan dulu baru turun ke sektor lainnya yang bisa mencakup semua," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Executive Vice President Center of Digital Bank PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Wani Sabu mengatakan fenomena digital bank memiliki risiko tersendiri. Meski dari sisi bisnis perubahan ini juga didorong oleh kebutuhan masyarakat yang mendorong bank harus melakukan transformasi digital.

"Yang kami lakukan untuk keamanan digital adalah kami selalu menggunakan teknologi dan tools IT Security yang mutakhir, dan menganalisa kebiasaan transaksi digital nasabah kami. Jika ada penyimpangan transaksi IT Security akan alert ke kami," kata Wani kepada CNBC Indonesia, Rabu (11/11/2020).

Saat ini di BCA sekitar 98% transaksi dilakukan digital hanya 2% dilakukan di cabang. Wani menegaskan pihaknya harus memastikan pada nasabah agar jangan takut melakukan transaksi digital, karena jika terjadi kerugian nasabah karena sistem BCA, maka pihak bank akan mengganti 100%.

Wani menambahkan terjadinya kejahatan cyber pada digital bank biasanya terjadi karena rekayasa sosial yang dilakukan penipu, sehingga korban dengan sukarela memberikan data. Hal semacam ini sering terjadi pada belanja online ataupun kode OTP.

Untuk itu pihaknya juga gencar melakukan sosialisasi agar nasabahnya dapat memanfaatkan bank digital secara bijaksana sehingga tidak terjerat dalam kejahatan siber. Bahkan untuk tahun ini dan 2021, BCA menyiapkan investasi sekitar Rp 2 triliun untuk tools IT security.

"Kita harus lihat ini bukan cost, tetapi investasi, mungkin terlihat besar Rp 2 triliun hanya untuk tools tapi ini investasi kita agar pelanggan merasa aman dan nyaman. Kita harus meyakinkan transaksi mereka tetap dilakukan secara aman," katanya.


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Strategi Sistem Keamanan Siber Fortinet di Era Digitalisasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular