Internasional

Twitter Hapus Akun Terkait China, Rusia & Turki, Ada Apa?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
12 June 2020 07:16
FILE PHOTO: A screen displays the stock price of Twitter above the floor of the New York Stock Exchange (NYSE) shortly after the opening bell in New York, NY, U.S., January 31, 2017.  REUTERS/Lucas Jackson/File Photo
Foto: REUTERS/Lucas Jackson

Jakarta, CNBC Indonesia - Twitter, salah satu media sosial populer, mengatakan telah menghapus puluhan ribu akun "propaganda" yang terkait dengan negara China, Rusia, dan Turki. Akun-akun tersebut biasanya digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah dan berisi kritikan yang menyerang.

Sejauh ini, jaringan terbesar yang ditemukan terkait dengan China yang terdiri dari 23.750 akun utama yang didorong oleh 150.000 akun-akun kecil lainnya. Sedangkan jaringan Turki terdiri dari 7.340 akun, dan 1.152 akun terkait Rusia.



Meskipun seluruh akun dan kontennya telah dihapus, pihak Twitter tetap menyimpannya pada database arsip untuk para peneliti.

Twitter mengatakan jaringan China terdeteksi pada Agustus lalu. Dengan bantuan sistem, Twitter menghapus akun yang terkait dengan puncak protes pro-demokrasi yang sangat besar dan sering disertai kekerasan di Hong Kong

Jaringan saat ini telah "gagal mencapai traksi yang cukup besar" tetapi "terlibat dalam berbagai kegiatan manipulatif dan terkoordinasi".

"Mereka tweeting terutama dalam bahasa China dan menyebarkan narasi geopolitik yang menguntungkan Partai Komunis China sambil terus mendorong narasi menipu tentang dinamika politik di Hong Kong," tulis Twitter dalam analisisnya pada Jumat (12/6/2020), dikutip dari AFP.

Lembaga Kebijakan Strategis Australia (ASPI) yang menganalisis dataset sebelum pengumuman tersebut mengatakan jaringan tersebut mempengaruhi pandangan dalam China dalam dunia global.

Selain mendorong narasi China tentang protes Hong Kong, jaringan tersebut melakukan hal yang sama untuk pandemi virus corona (COVID-19) dan mengkritik Taiwan.

Beberapa dari kelompok itu juga kemudian "memutar" respons pemerintah AS terhadap aksi protes ketidakadilan rasial "untuk menciptakan persepsi kesetaraan moral dengan penindasan protes di Hong Kong," tulis ASPI.

"Sementara Partai Komunis China tidak akan mengizinkan orang-orang China untuk menggunakan Twitter, analisis kami menunjukkan dengan senang hati menggunakannya untuk menabur propaganda dan disinformasi internasional," tulis Fergus Hanson, direktur pusat cyber ASPI.

Padahal Twitter, YouTube, Google dan Facebook merupakan media sosial yang dilarang di China. Negara tersebut menggunakan "Great Firewall" guna menyensor informasi negatif yang datang dari internet.


Selain China, salam analisisnya, Twitter mengatakan jaringan Turki terdeteksi pada awal 2020. Jaringan ini bertujuan untuk meningkatkan dukungan domestik bagi Presiden Recep Tayyip Erdogan dan partainya yang berkuasa.

Sementara akun Rusia terlibat dalam "posting silang dan memperkuat konten dengan cara yang tidak autentik, terkoordinasi untuk tujuan politik", termasuk mempromosikan Rusia Bersatu yang berkuasa dan menyerang para pembangkang politik.

Sebelumnya Twitter juga sempat memberikan 'cap' kepada cuitan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang dianggap sesat dan misinformasi. Cap tersebut adalah sebuah peringatan agar pengguna mengecek fakta terlebih dahulu mengenai cuitan Trump.

Pihak Twitter merasa cuitan Trump melanggar kebijakan mereka soal informasi yang kredibel. Termasuk membatasi penyebaran informasi yang berbahaya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kocak! Video Trump-Biden Berebut Kursi Pilpres AS Ala China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular