Dear Gamers, Ini Alasan CODM Hingga Free Fire Wajib Dipajaki

Roy F, CNBC Indonesia
30 May 2020 09:30
SD City bekerja sama dengan Garena Indonesia menyelenggarakan grand final turnamen internasional Free Fire Asia Invitationals (FFAI) 2019 di ICE BSD City. Turnamen ini akan mempertemukan 13 tim terbaik Free Fire dari seluruh Asia termasuk Indonesia, Thailand, Chinese Taipei, Vietnam, India, Singapura, Malaysia, serta Middle East dan North Africa (MENA) yang bersaing untuk memenangkan total uang tunai USD 50,000 (setara dengan 713 juta rupiah). Saat ini, industri esports sedang menjadi fenomena global dan juga berkembang dengan sangat pesat di Indonesia. Sinar Mas Land turut mendukung turnamen game online bergengsi ini. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Free Fire Asia Invitational (FFAI) 2019 (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% dari game online dari luar negeri seperti Free Fire, CODM (Call of Duty Mobile) dan Mobile Legend mulai 1 Juli 2020.

PPN 10% akan dikenakan jika para gamers di tanah air membeli item seperti skin atau senjata dalam game online. Bila hanya memainkan game tidak akan ditarik PPN 10%.

Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan,dan Hubungan masyarakat Dirjen Pajak mengatakan dengan berlakunya ketentuan ini maka produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan games digital, serta jasa online dari luar negeri akan ditarik PPN 10%

Itu artinya pembelian layanan dari produk luar negeri lainnya seperti Spotify,Netflix, dan beli aplikasi berbayar di Google akan dikenakan PPN 10%. Sebelumnya, transaksi layanan digital dari luar negeri belum ditarik PPN 10%.

Dengan penerapan PPN ini maka terjadi perlakuan yang sama dengan produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.

"Pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital," ujar Hestu Yoga Saksama dalam keterangan pers, Jumat (29/5/2020).

"Selain untuk menciptakan kesetaraan antar pelaku usaha, penerapan PPN produk digital dari luar negeri ini juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara yang saat ini sangat penting sebagai sumber pendanaan untuk menanggulangi dampak ekonomi dari wabah Covid-19."

Hestu Yoga menambahkan pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria nilai transaksi atau jumlah traffic tertentu dalam waktu 12 bulan ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai pemungut PPN.

"Pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria tetapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN dapat menyampaikan pemberitahuan secara online kepada Direktur Jenderal Pajak," terangnya.

Bikin Ekonomi RI Rugi Triliunan

Eks Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara pernah menjelaskan, ketika seseorang mengunduh game online berbayar yang notabene publisher atau studionya dari luar negeri sama saja dengan mengalirkan dana ke luar negeri. Apalagi jika hal ini terjadi terus menerus, maka defisit neraca pembayaran Indonesia akan semakin melebar.

Ia mengatakan, misalnya harga satu game online sebesar Rp 7.000 sampai Rp 10.000 atau sekitar US$ 0,5, namun ketika yang mengunduh mencapai dua juta orang per hari, tentu membuat dana yang keluar dari Indonesia cukup besar.

"Kalau kita main game itu kelihatan enggak di NPI? Sekarang sih enggak, tapi yang pasti itu uang Indonesia ke luar. Mungkin hanya setengah dolar, tapi kalau yang main dua juta orang, ya itu uang keluar untuk games itu," ujarnya.

Oleh karena itu, Mirza mendorong agar generasi penerus bangsa Indonesia, yang sering disebut generasi milenial, mampu menciptakan game sendiri. Bila perlu game yang mampu menarik perhatian WNA, sehingga ketika mereka mengunduh, akan membawa aliran dana masuk ke dalam negeri.

"Bisa enggak kita bikin game? Enggak bisa? Teman-teman kita di ITB, ITS, bikin game yang diproduksi Indonesia? Mungkin sudah ada ya, tapi itu memang bagus kalau bisa. Tapi kan artinya perlu skill," kata Mirza.

Selain mendorong generasi milenial Indonesia menciptakan game online berbayar, dia juga ingin agar anak bangsa bisa lebih menekuni dunia industri kreatif lainnya, seperti perfilman. Menurutnya, jika film karya anak bangsa bisa diputar di luar negeri, tentu turut menyumbang aliran dana masuk.

"Sekarang banyak PH di Indonesia, dan sekarang kita bisa jadi tuan rumah untuk film-film kita di Indonesia ini. Kalau zaman dulu saya SMA, SMP, nonton film barat semua, film luar negeri, silat dari Hong Kong."

Sementara DJP sendiri menyatakan setiap transaksi jual beli termasuk jasa sudah harus kudu wajib kena pajak. Tak terkecuali para provider dan penyedia game yang mengambil untung dari Indonesia.






(dru) Next Article Pengguna Twitter, Zoom, Hingga LinkedIn Wajib Bayar Pajak!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular