
Telegram Down saat Demo Hong Kong, Pelakunya China?
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
13 June 2019 15:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Telegram, layanan perpesanan terenkripsi, mengalami serangan siber (cyber-attack) yang diyakini berasal dari China, menurut CEO perusahaan, Kamis (13/6/2019). Ia juga yakin serangan ini ada hubungannya dengan ketegangan politik yang terjadi di Hongkong.
Banyak pendemo di kota itu yang menggunakan Telegram untuk menghindari pengawasan elektronik dan mengatur siasat demo untuk melawan rancangan undang-undang ekstradisi yang didukung Beijing. Rencana itu merupakan upaya pemerintah dalam mengizinkan ekstradisi para tersangka kejahatan dari wilayah semi-otonom itu ke China.
Demonstrasi pada hari Rabu berubah menjadi kekerasan ketika polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan pengunjuk rasa yang mencoba untuk menyerbu parlemen kota. Ini merupakan krisis politik terburuk Hong Kong yang terjadi sejak penyerahannya pada tahun 1997 dari Inggris ke China.
Telegram, Rabu malam, mengumumkan bahwa pihaknya menerima serangan Denial of Service (DDoS) Terdistribusi yang "kuat", yang melibatkan seorang hacker. Serangan ini membanjiri server target dengan membuat sejumlah besar permintaan file sampah (junk).
Perusahaan memperingatkan serangan ini membuat pengguna di banyak wilayah mungkin menghadapi masalah koneksi.
CEO Telegram Pavel Durov mengatakan permintaan junk sebagian besar datang dari China.
"Secara historis, semua DDoS besar (200-400 Gb/s sampah) yang kami alami bertepatan dengan protes di Hong Kong (dikoordinasikan di @telegram)," tweetnya.
"Kasus ini bukan pengecualian," lanjutnya, dilansir dari AFP.
Telegram kemudian mengumumkan di Twitter bahwa layanannya telah stabil. Perusahaan juga memposting serangkaian tweet yang menjelaskan sifat serangan.
"Bayangkan bahwa serdadu lemmings baru saja melewati antrean di McDonald's di depan Anda, dan masing-masing memesan whopper (burger)," katanya, merujuk pada produk unggulan Burger King.
"Server sedang sibuk memberi tahu lemming pemesan whopper itu bahwa mereka datang ke tempat yang salah, tetapi ada begitu banyak mereka di sana sehingga server bahkan tidak dapat melihat Anda dan mencoba mengambil pesanan Anda."
Kementerian luar negeri dan administrasi dunia maya China tidak segera menanggapi permintaan komentar AFP.
Telegram memungkinkan pengguna untuk bertukar pesan teks, foto, dan video secara terenkripsi dan juga membuat "saluran" untuk sebanyak 200.000 orang. Aplikasi ini juga mendukung panggilan suara terenkripsi.
Tahun lalu perusahaan mengumumkan telah melampaui 200 juta pengguna aktif bulanan.
Aplikasi perpesanan terenkripsi seperti Telegram dan WhatsApp lebih disukai di seluruh dunia oleh beragam kalangan yang berusaha menghindari pengawasan oleh pihak berwenang, mulai dari dari jihadis Negara Islam dan pengedar narkoba hingga aktivis hak asasi manusia dan jurnalis.
Pemerintah China dalam beberapa tahun terakhir telah mencurahkan sumber daya yang signifikan untuk menerobos fitur keamanan aplikasi ini, menurut perusahaan teknologi dan peneliti.
Hong Kong tidak berada di belakang Tembok Besar China, yang sangat membatasi akses internet di daratan itu, di mana Telegram diblokir.
Status khusus kota itu berada di bawah perjanjian penyerahannya, memungkinkan kebebasan yang tidak ada di daratan China, tetapi banyak yang khawatir kebebasan itu berada di bawah ancaman ketika Beijing memberikan pengaruh yang semakin besar pada Hong Kong.
Protes saat ini dipicu oleh kekhawatiran bahwa undang-undang yang diusulkan akan memungkinkan ekstradisi ke China dan membuat orang terkena sistem keadilan yang tidak jelas dan ketegangan politik di China daratan.
(prm) Next Article Telegram, 'Juru Selamat' Pendemo Hong Kong
Banyak pendemo di kota itu yang menggunakan Telegram untuk menghindari pengawasan elektronik dan mengatur siasat demo untuk melawan rancangan undang-undang ekstradisi yang didukung Beijing. Rencana itu merupakan upaya pemerintah dalam mengizinkan ekstradisi para tersangka kejahatan dari wilayah semi-otonom itu ke China.
![]() |
Demonstrasi pada hari Rabu berubah menjadi kekerasan ketika polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan pengunjuk rasa yang mencoba untuk menyerbu parlemen kota. Ini merupakan krisis politik terburuk Hong Kong yang terjadi sejak penyerahannya pada tahun 1997 dari Inggris ke China.
Perusahaan memperingatkan serangan ini membuat pengguna di banyak wilayah mungkin menghadapi masalah koneksi.
CEO Telegram Pavel Durov mengatakan permintaan junk sebagian besar datang dari China.
"Secara historis, semua DDoS besar (200-400 Gb/s sampah) yang kami alami bertepatan dengan protes di Hong Kong (dikoordinasikan di @telegram)," tweetnya.
"Kasus ini bukan pengecualian," lanjutnya, dilansir dari AFP.
Telegram kemudian mengumumkan di Twitter bahwa layanannya telah stabil. Perusahaan juga memposting serangkaian tweet yang menjelaskan sifat serangan.
![]() |
"Bayangkan bahwa serdadu lemmings baru saja melewati antrean di McDonald's di depan Anda, dan masing-masing memesan whopper (burger)," katanya, merujuk pada produk unggulan Burger King.
"Server sedang sibuk memberi tahu lemming pemesan whopper itu bahwa mereka datang ke tempat yang salah, tetapi ada begitu banyak mereka di sana sehingga server bahkan tidak dapat melihat Anda dan mencoba mengambil pesanan Anda."
Kementerian luar negeri dan administrasi dunia maya China tidak segera menanggapi permintaan komentar AFP.
Telegram memungkinkan pengguna untuk bertukar pesan teks, foto, dan video secara terenkripsi dan juga membuat "saluran" untuk sebanyak 200.000 orang. Aplikasi ini juga mendukung panggilan suara terenkripsi.
Tahun lalu perusahaan mengumumkan telah melampaui 200 juta pengguna aktif bulanan.
Aplikasi perpesanan terenkripsi seperti Telegram dan WhatsApp lebih disukai di seluruh dunia oleh beragam kalangan yang berusaha menghindari pengawasan oleh pihak berwenang, mulai dari dari jihadis Negara Islam dan pengedar narkoba hingga aktivis hak asasi manusia dan jurnalis.
Pemerintah China dalam beberapa tahun terakhir telah mencurahkan sumber daya yang signifikan untuk menerobos fitur keamanan aplikasi ini, menurut perusahaan teknologi dan peneliti.
Hong Kong tidak berada di belakang Tembok Besar China, yang sangat membatasi akses internet di daratan itu, di mana Telegram diblokir.
![]() |
Status khusus kota itu berada di bawah perjanjian penyerahannya, memungkinkan kebebasan yang tidak ada di daratan China, tetapi banyak yang khawatir kebebasan itu berada di bawah ancaman ketika Beijing memberikan pengaruh yang semakin besar pada Hong Kong.
Protes saat ini dipicu oleh kekhawatiran bahwa undang-undang yang diusulkan akan memungkinkan ekstradisi ke China dan membuat orang terkena sistem keadilan yang tidak jelas dan ketegangan politik di China daratan.
(prm) Next Article Telegram, 'Juru Selamat' Pendemo Hong Kong
Most Popular