
Bendung Hoaks, Intip Langkah Facebook dan WhatsApp
Bernhart Farras, CNBC Indonesia
22 January 2019 16:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki tahun politik, hoaks semakin mewabah di media sosial dan aplikasi perpesanan. Terkait hal itu, Facebook dan WhatsApp merilis upaya menanggulangi hal itu melalui sejumlah langkah.
Dikutip dari Siaran Pers bertajuk Press Circle: Election Integrity 'Pemuda Memilih' di Jakarta, Senin (21/1/2019), tekanan dari publik yang menginginkan berita akurat dan privasi serta data di Facebook dihargai, telah membuat perusahaan melaksanakan penangkalan tersebut.
"Kami tidak akan bisa melawan berita palsu sendirian karena kami percaya hal itu membutuhkan sinergi dari beberapa sektor, seperti industri, akademik, lingkungan masyarakat, dan pemerintahan, tapi kami juga berkomitmen untuk menjalankan peran kami," tulis Facebook.
"Facebook dan WhatsApp menggabungkan teknologi dan peninjauan manusia, serta membekali komunitas kami agar mampu mengenali informasi yang salah di platformnya."
Berikut upaya yang dilakukan oleh Facebook dan WhatsApp:
Pertama, menggunakan third-party fact checking. Facebook dan WhatsApp bermitra dengan tim pemeriksa fakta yang telah disertifikasi oleh Poynter, jaringan pemeriksa fakta internasional independen.
Facebook dan third-party fact checking menggunakan sinyal, termasuk feedback dari para pengguna Facebook dan headline yang bersifat sensasional (clickbait sensationalist), untuk memprediksi kebohongan dari sebuah berita.
Mitra pemeriksa fakta pihak ketiga Facebook di Indonesia saat ini adalah: tirto.id, AFP, Liputan6, Kompas, Tempo, dan Mafindo.
Facebook mengatakan, "Jika tim pemeriksa fakta mengidentifikasi suatu berita sebagai berita palsu, kami akan mengurangi distribusi/penyebaran berita tersebut di kabar beranda, menurunkan potensinya untuk terbaca hingga 80%."
Selain itu Facebook akan mengurangi penyebaran berita dari halaman dan domain yang kerap kali membagikan berita palsu serta mencabut kemampuan mereka untuk monetize dan beriklan.
Kedua, Facebook memberdayakan orang untuk dapat menentukan apa yang ingin mereka baca, percaya, dan bagikan. Ketika tim pemeriksa fakta pihak ketiga menulis artikel tentang tingkat akurasi sebuah berita, Facebook akan menampilkan artikel ini di related articles, di bawah kabar beranda.
Facebook juga mengirimkan notifikasi jika ada pengguna yang mencoba membagikan atau telah membagikan berita yang telah dikategorikan
berita palsu. Facebook mengatakan, "Kami melakukan ini dengan mempromosikan literasi media dan memberikan konteks yang lebih beragam."
WhatsApp melakukan hal yang serupa dengan Facebook, yaitu melakukan pelatihan literasi digital dan bekerja sama dengan pemeriksa fakta. Selain itu WhatsApp menyalurkan hibah untuk penelitian tentang pengembangan produk dan upaya keamanan yang akan dilakukan di Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Banyak Hoaks, Facebook Janji Bakal Hapus Akun Palsu
Dikutip dari Siaran Pers bertajuk Press Circle: Election Integrity 'Pemuda Memilih' di Jakarta, Senin (21/1/2019), tekanan dari publik yang menginginkan berita akurat dan privasi serta data di Facebook dihargai, telah membuat perusahaan melaksanakan penangkalan tersebut.
"Kami tidak akan bisa melawan berita palsu sendirian karena kami percaya hal itu membutuhkan sinergi dari beberapa sektor, seperti industri, akademik, lingkungan masyarakat, dan pemerintahan, tapi kami juga berkomitmen untuk menjalankan peran kami," tulis Facebook.
![]() |
Berikut upaya yang dilakukan oleh Facebook dan WhatsApp:
Pertama, menggunakan third-party fact checking. Facebook dan WhatsApp bermitra dengan tim pemeriksa fakta yang telah disertifikasi oleh Poynter, jaringan pemeriksa fakta internasional independen.
Facebook dan third-party fact checking menggunakan sinyal, termasuk feedback dari para pengguna Facebook dan headline yang bersifat sensasional (clickbait sensationalist), untuk memprediksi kebohongan dari sebuah berita.
Mitra pemeriksa fakta pihak ketiga Facebook di Indonesia saat ini adalah: tirto.id, AFP, Liputan6, Kompas, Tempo, dan Mafindo.
Facebook mengatakan, "Jika tim pemeriksa fakta mengidentifikasi suatu berita sebagai berita palsu, kami akan mengurangi distribusi/penyebaran berita tersebut di kabar beranda, menurunkan potensinya untuk terbaca hingga 80%."
Selain itu Facebook akan mengurangi penyebaran berita dari halaman dan domain yang kerap kali membagikan berita palsu serta mencabut kemampuan mereka untuk monetize dan beriklan.
Kedua, Facebook memberdayakan orang untuk dapat menentukan apa yang ingin mereka baca, percaya, dan bagikan. Ketika tim pemeriksa fakta pihak ketiga menulis artikel tentang tingkat akurasi sebuah berita, Facebook akan menampilkan artikel ini di related articles, di bawah kabar beranda.
Facebook juga mengirimkan notifikasi jika ada pengguna yang mencoba membagikan atau telah membagikan berita yang telah dikategorikan
berita palsu. Facebook mengatakan, "Kami melakukan ini dengan mempromosikan literasi media dan memberikan konteks yang lebih beragam."
WhatsApp melakukan hal yang serupa dengan Facebook, yaitu melakukan pelatihan literasi digital dan bekerja sama dengan pemeriksa fakta. Selain itu WhatsApp menyalurkan hibah untuk penelitian tentang pengembangan produk dan upaya keamanan yang akan dilakukan di Indonesia.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Banyak Hoaks, Facebook Janji Bakal Hapus Akun Palsu
Most Popular