
Cerita Tentang Fintech, Milenial, dan Pasar Modal 'Zaman Now'

Dalam sebuah diskusi informal di sebuah kedai kopi di gedung bursa efek pekan lalu, Partner Assurance Services Ernst & Young Jongki Widjaja mengatakan perubahan itu sudah semakin banyak dan nyata.
Salah satunya dapat ditunjukkan dari mulai tidak umumnya membaca koran tiap pagi oleh generasi muda, khususnya oleh anak-anaknya.
Memang banyak contoh bahwa 'anak sekarang' memiliki pilihan tersendiri, jauh di luar bayangan dari orang tua mereka. Jika orang tua kita tak terlalu jauh pergaulannya dibandingkan jaman kita, maka beda halnya dengan anak-anak yang berusia di bawah 30 tahun ini.
Perbedaan tentu banyak terlihat, salah satunya dari fenomena gawai (gadget) yang semakin canggih seiring waktu dan perkembangan di dalam ponsel sebagai salah satu gawai populer.
Direktur Utama PT Schroder Investment Management Indonesia Michael Tjandra Tjoajadi memiliki contoh lain. Dia bergurau kalau gaya generasi sekarang yang dia juluki Gen M (generasi menunduk, yang hampir selalu menundukkan lehernya menghadap ponsel dan gawai jika sedang berjalan tanpa menghiraukan hal lain), memang sudah mulai mengubah dunia.
Dia menilai kondisi sekarang yang sudah mulai terpengaruh oleh gaya para milenial adalah komunikasi langsung yang mulai memudarkan gaya komunikasi lama. Salah satu contohnya adalah mulai berlumutnya kotak masuk (inbox) dalam surat elektronik (email).
"Email saya ratusan ribu yang tidak terbaca kemudian dihapus. Karena semuanya sudah selesai menggunakan Whatsapp dan semacamnya. Undangan resmi bahkan dikirim lewat pesan, tidak lagi email karena komunikasinya sekarang lebih langsung."
Lebih lanjut, dia bercerita bahwa kantornya yang menjadi bagian dari jaringan global manajemen investasi asal Inggris bernama Schroders Plc yang berniat menerapkan empat hari kerja dalam sepekan.
Dalam sepekan, tuturnya, beberapa fungsi di kantor dapat mengerjakan pekerjaannya di rumah dengan beberapa ketentuan tertentu, seperti internet dan komputer yang mumpuni, layaknya bekerja di kantor. Langkah tersebut, sudah mulai diwacanakan di beberapa perwakilan negara lain dan tidak lama lagi akan segera direalisasikan. Hal tersebut, terutama akan semakin mengentalkan 'warna' khas milenial di lembaga keuangan seperti kantornya.
“Jadi tidak ada lagi kepemilikan personal. Di kantor kamu apa sudah mulai begitu? Itu tentu akan mengubah arah bisnis properti karena bisa ada penghematan.”
Selain efisien dari sisi ekonomis, konsep ruang kerja bersama nirsekat tersebut digadang-gadang mampu meningkatkan responsivitas, komunikasi, dan memangkas jarak birokrasi, tanpa lupa memperhitungkan tambahan poin negatif seperti kreativitas yang dipaksakan.
Konsep open space memang telah merambah dunia. Di Inggris saja, dengan definisi ruang yang diisi lebih dari empat orang, studi CSA Institute menyatakannya berada di posisi teratas dengan 32%, diikuti Spanyol 27%, Belanda 25%, Swedia 22%, Perancis 17%, dan Jerman 11%.
Di Indonesia konsep ini, yang mulai berevolusi menjadi ruang kerja bersama (co-working space) juga sudah ada, meski belum lumrah ditemui. Salah satu bukti keberadaan co-working space adalah iklan di gawai dan aplikasi, sehingga mulai mengusik kedigdayaan bisnis properti karena berujung pada efisiensi akibat adanya semangat saling sharing.
Pada diskusi yang sama, Darryl J. Hadaway, Technical Advisor CBS Business Development Ernst & Young, mengatakan semangat saling sharing telah mulai memangkas roda perekonomian konservatif yang berjalan saat ini.
Di bisnis perdagangan misalnya, semua lini bisnis tersebut sudah mulai bersaing dan sudah mulai terlihat terlalu tua jika dibandingkan dengan komunitas berbagi (sharing environment) yang saat ini sedang meluas pengaruhnya.
Dia mencontohkan, kecenderungan untuk menyewa apartemen atau rumah dekat kantor ketimbang memiliki rumah tapak dengan lokasi yang jauh dari kantor sebagai faktor pertukaran (trade-off) menjadi salah satu dampak paling nyata.
“Jarak yang jauh telah membuat mereka ingin sharing saja, lebih mudah menyewa daripada membeli.”
Dia mencontohkan jaringan distribusi toko sekarang, baik yang berjualan ikan maupun berjualan barang lain, terlalu panjang.
Revolusi disruptive yang terjadi saat inilah, lanjutnya, yang mengefisienkan seluruh unsur rantai perdagangan itu. Mulai dari pabrik, sisi pergudangan, kendaraan pengirim, pusat distribusi, hingga toko tempat menjajakan produk yang dapat menggunakan skema sharing (berbagi) tadi, tanpa dorongan untuk memiliki tentu.
Dalam hati saya bergumam. Mungkin inilah langkah lebih jauh dari konsep keuangan operating lease, di mana aksi menyewa lebih menguntungkan di laporan keuangan dibanding konsep mencicil untuk memiliki (capital lease)? Apakah ini berarti makna kepemilikan dan makna kata posesif mulai tidak berlaku lagi?
Darryl juga menambahkan. Kecenderungan konsumen adalah mencari solusi yang lebih baik dan lebih cepat, sehingga biasanya tanpa sadar akan membentuk komunitas dengan kebutuhan tertentu, tidak lagi terikat pada nama tertentu.
Ojek online (ojol) yang sudah ramai dan umum dimanfaatkan, contohnya. Dia mengatakan fenomena itu bukan hanya tentang aplikasi, tetapi tentang komunitas dengan kebutuhan yang sama.
“Aplikasi itu yang menyatukan kebutuhan dari masing-masing orang, padahal sebetulnya itu adalah komunitas yang memiliki harapan dan tujuan yang sama,” ujar warga negara asal Australia tersebut.
Dia juga mencontohkan hal yang sama terjadi pada kedokteran dan pengobatan. Menurut dia, saat ini orang lebih banyak mengejar dokter dibandingkan dengan mengejar rumah sakit ternama, karena saat ini rujukan (referral) sangat berarti, yang didasari pengalaman pribadi.
Sehingga, rekomendasi positif merupakan satu hal yang mutlak, bukan lagi nama dokter tertentu atau sejumlah nama rumah sakit bonafide saja.
“Orang akan semakin tidak loyal pada merek, karena mereka ingin rekomendasi objektif, [yang dengan mudah sentimen negatif maupun positif dapat disebarkan] dengan sosmed,” tambah Michael.
Market place reksa dana | Afiliasi | Manajer investasi |
IPOT Fund | Indo Premier Sekuritas | 34 |
Bareksa | Syailendra Group | 31 |
Max Fund | Mirae Asset Sekuritas | 22 |
Reksadanaku | Philip Sekuritas | 16 |
MOST Fund | Mandiri Sekuritas | 14 |
Supermarketreksadana | SMARD | 12 |
Investamart | Infovesta | 8 |
Tanamduit | M.Hanif dkk | 8 |
X-Dana | Denny Thaher dkk | 6 |
Mutual Unity | BNI Sekuritas | 6 |
Invisee |
| 5 |
Infinity |
|
|
Sumber: Diolah
Lulusan Jurusan Pertanian IPB tersebut mengakui saat ini dunia pasar modal, khususnya reksa dana sudah mulai diwarnai campur tangan fintech dan dukungan perkembangan IT.
Memang saat ini dibanding investasi saham dan obligasi, investasi reksa dana lebih dulu dan sudah lebih jauh tersentuh oleh perkembangan teknologi. Saat ini reksa dana bisa dibeli di aplikasi swalayan reksa dana, baik berupa perbankan, sekuritas, aplikasi yang khusus membeli reksa dana, maupun dari market place jual beli barang konsumsi.
Dua jenis terakhir bahkan memungkinkan pembelian reksa dana tanpa adanya temu muka (face to face) dengan aturan baru dari OJK
Transaksi perbankan juga lebih maju lagi. Dengan fitur-fitur di aplikasi masing-masing bank, nasabah dapat mentransfer dana atau membayar jasa melalui dalam satu kali tekan. Bahkan, saat ini ada pembukaan rekening yang tidak membutuhkan face to face untuk pembukaan rekeningnya.
Di sekuritas, sayangnya belum ada terobosan terkait dengan pembukaan rekening efek dan rekening dana baru. Biasanya pembukaan rekening efek dan rekening dana di sekuritas memakan waktu 7 hari kerja, menuntut pertemuan face to face, dan harus menyertakan formulir asli beserta tanda tangan basah.
Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia Hasan Fawzi mengatakan saat ini otoritas bursa efek memang sedang mengincar investor muda untuk pengembangan investornya. Menurutnya, saat ini demografi investor di bursa dengan umur di bawah 40 tahun memiliki porsi yang paling besar, mencapai 55%.
“Di depan mata memang ini, sudah bukan masa depan lagi. Jumlah investor yang umurnya di bawah 30 tahun saat ini porsinya lebih dari 30%.”
Menurutnya, salah satu ide dasar yang ingin disosialisasikan otoritas bursa adalah investasi sebagai gaya hidup, bukan lagi belanja yang tidak penting.
Hasan boleh berbangga, saat ini otoritas bursa sudah merambah dunia sosmed untuk memasarkan pasar modal ke seluruh kalangan. Program sosmed termasuk milenial yang memanfaatkan influencer yang memiliki ribuan pengikut (follower) melalui kompetisi bernama investory.
Yang paling mutakhir, tuturnya, saat ini otoritas bursa bersama pihak terkait sedang mengusahakan penyederhanaan rekening efek-rekening dana investor baru di hari yang sama untuk semakin menyamakan ritme dengan kondisi di dalam negeri dan secara global, khususnya pembukaan rekning dan perbankan yang semakin mudah.
“Intinya bukan menghilangkan proses mengenal konsumen (KYC) yang selama ini berlaku, tetapi menyederhanakannya sehingga kebutuhkan keberadaan fisik calon investor dan kebutuhan keberadaan fisik formulir pembukaan rekening dapat lebih disederhanakan dan lebih mudah. Kami berharap tahun ini bisa terealisasi. Semua demi kemajuan masa depan pasar modal Indonesia.”
Siap pak. Mari berharap dengan positif bahwa kecepatan perkembangan pasar modal kita dapat mengejar pertumbuhan industri teknologi.
“Hope is a good thing, maybe the best of things, and no good things ever dies.” –Shawshank Redemption (1994).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article Milenial Ingin Bikin Start-Up? Perhatikan Tips Ini
