
Setahun Lalu Rp 26 Juta, Kini Sekeping Bitcoin Rp 85 Juta
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
11 July 2018 20:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Satu tahun yang lalu, tepatnya pada 12 Juli 2017 nilai sekeping Bitlcon hanya US$ 1.992 atau Rp 26 juta [Kurs US$ 1 = Rp 13.500]. Namun saat ini nilai mata uang digital tersebut terus naik hingga US$ 6.300 atau Rp 85 juta per kepingnya.
Mengutip Coinbase, Rabu (11/7/2018) nilai Bitcoin sudah mengalami kenaikan hingga US$ 4.000 dalam satu tahun. Entah seperti apa pergerakan Bitcoin ke depannya.
Sejumlah trader memprediksi harga Bitcoin akan terus naik. Bahkan Arthur Hayes, Pendiri BitMEX, platform perdagangan mata uang digital (cryptocurrency) terbesar dari sisi volume, memprediksi harga Bitcoin bisa menyentuh US$ 50.000 (Rp 700 juta) akhir tahun ini.
"Kami memprediksi harga paling bawah Bitcoin US$3.000 hingga US$5.000 per koin. Tetapi dengan adanya regulasi yang lebih positif harga bisa naik hingga US$20.000 bahkan menyentuh US$50.000 akhir tahun ini," ujar Arthur Hayes seperti dilansir CNBC International.
Menurutnya volatilitas harga Bitcoin yang tinggi merupakan kewajaran karena Bitcoin sangat tergantung pada mekanisme permintaan dan penawaran. Ketika permintaan rendah maka harga menurun.
"Sekarang kami memiliki visibitas, lebih banyak orang yang berbicara tentang [Bitcoin], ruang untuk para menurun ataupun agresif naik akan semakin sempit," jelas Arthur.
Banyak analis berpendapat nilai Bitcoin tidak pernah bisa ditebak dan hanya pemeganglah yang harus mengambil risikonya sendiri.
Bank Indonesia (BI) dengan tegas melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran karena tidak sesuai dengan Undang-undang.
BI menegaskan dan mengingatkan kembali bahwa virtual currency bukan merupakan alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
"Sebagai otoritas di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran, Bank Indonesia senantiasa berkomitmen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen, termasuk mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang menjadi salah satu risiko utama penggunaan virtual currency," terang BI.
Mengingat penggunaan virtual currency melibatkan kewenangan otoritas lain, Bank Indonesia juga telah menginisiasi sejumlah pertemuan lintas otoritas, termasuk dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Beberapa aspek yang menjadi perhatian adalah aspek legalitas, aspek perlindungan konsumen, dan aspek pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
(dru) Next Article Ramai-ramai Investor Lirik Bitcoin, Cuannya Menggirukan?
Mengutip Coinbase, Rabu (11/7/2018) nilai Bitcoin sudah mengalami kenaikan hingga US$ 4.000 dalam satu tahun. Entah seperti apa pergerakan Bitcoin ke depannya.
Sejumlah trader memprediksi harga Bitcoin akan terus naik. Bahkan Arthur Hayes, Pendiri BitMEX, platform perdagangan mata uang digital (cryptocurrency) terbesar dari sisi volume, memprediksi harga Bitcoin bisa menyentuh US$ 50.000 (Rp 700 juta) akhir tahun ini.
Menurutnya volatilitas harga Bitcoin yang tinggi merupakan kewajaran karena Bitcoin sangat tergantung pada mekanisme permintaan dan penawaran. Ketika permintaan rendah maka harga menurun.
"Sekarang kami memiliki visibitas, lebih banyak orang yang berbicara tentang [Bitcoin], ruang untuk para menurun ataupun agresif naik akan semakin sempit," jelas Arthur.
Banyak analis berpendapat nilai Bitcoin tidak pernah bisa ditebak dan hanya pemeganglah yang harus mengambil risikonya sendiri.
Bank Indonesia (BI) dengan tegas melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran karena tidak sesuai dengan Undang-undang.
BI menegaskan dan mengingatkan kembali bahwa virtual currency bukan merupakan alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
"Sebagai otoritas di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran, Bank Indonesia senantiasa berkomitmen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen, termasuk mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme, yang menjadi salah satu risiko utama penggunaan virtual currency," terang BI.
Mengingat penggunaan virtual currency melibatkan kewenangan otoritas lain, Bank Indonesia juga telah menginisiasi sejumlah pertemuan lintas otoritas, termasuk dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Beberapa aspek yang menjadi perhatian adalah aspek legalitas, aspek perlindungan konsumen, dan aspek pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
(dru) Next Article Ramai-ramai Investor Lirik Bitcoin, Cuannya Menggirukan?
Most Popular