MARKET DATA

Usai Cetak Rekor, Harga Emas Rehat Sejenak

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia
25 December 2025 08:15
emas
Foto: emas

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa ke atas level US$ 4500 per troy ons. Pelaku pasar kini mengamati apakah akan ada risiko terjadi rawan taking profit lebih dulu atau masih bisa lanjut naik lagi.

Pada perdagangan Rabu (24/12/2025), emas ditutup melemah 0,19% di level US$4.479,38 per troy ons. Akan tetapi harga emas sempat menguat dan mencapai level tertinggi di US$4.525,19 per troy ons.

Sementara itu, pada perdagangan hari ini, Kamis (25/12/2025) pasar emas di pasar spot tutup efek libur natal.

Meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global mendorong investor kembali melirik emas, aset yang secara historis dinilai relatif independen dari pergerakan pasar saham.

Di tengah volatilitas pasar obligasi dan melemahnya dolar Amerika Serikat (AS), emas justru tampil sebagai salah satu instrumen lindung nilai yang paling konsisten menarik arus dana.

"Pergerakan harga ini telah mencetak sejarah," ujar Jim Wyckoff, analis pasar senior di Kitco Metals, kepada ABC News.

Meski demikian, para analis mengingatkan bahwa emas bukan tanpa risiko. Lonjakan harga yang terlalu cepat membuat volatilitas meningkat, terutama bagi investor yang masuk di level harga tinggi. Alih-alih memberikan perlindungan nilai, kondisi tersebut justru berpotensi menimbulkan koreksi tajam.

"Pasar komoditas mentah selalu melalui siklus boom dan bust. Saat ini kita berada dalam fase boom untuk emas dan perak," tambah Wyckoff.

Reli harga emas dan perak terjadi bersamaan dengan melemahnya fondasi ekonomi global dan meningkatnya ketegangan geopolitik. Dalam beberapa bulan terakhir, pasar tenaga kerja menunjukkan tanda perlambatan, sementara inflasi masih bertahan hampir satu poin persentase di atas target Federal Reserve sebesar 2%.

Di sisi geopolitik, konflik Rusia-Ukraina belum menunjukkan tanda mereda, sementara tekanan Amerika Serikat terhadap Venezuela kian meningkat. Kombinasi faktor ekonomi dan politik tersebut menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kenaikan harga logam mulia.

Logam mulia selama ribuan tahun dipandang sebagai aset lindung nilai terhadap krisis, baik ekonomi maupun geopolitik. Karakteristik ini kembali relevan di tengah ketidakpastian global saat ini.

"Itulah katalis yang mendorong harga emas lebih tinggi," ujar Wyckoff.

Pandangan tersebut diperkuat oleh riset akademik. Analisis yang ikut ditulis Campbell Harvey, profesor di Fuqua School of Business, Duke University, pada 2020 menunjukkan bahwa harga emas naik dalam tujuh dari sembilan aksi jual besar pasar saham sejak akhir 1980-an. Temuan ini memperkuat peran emas sebagai aset defensif saat gejolak pasar meningkat.

Lonjakan harga emas juga bertepatan dengan pelemahan signifikan dolar AS. Morgan Stanley dalam laporan Agustus mencatat nilai dolar terhadap mata uang utama dunia anjlok sekitar 11% sepanjang paruh pertama 2025, menjadi penurunan terdalam dalam lebih dari lima dekade.

Pergerakan tersebut mencerminkan perubahan perilaku investor global. Emas kini berfungsi sebagai indikator ketidakpastian geopolitik dan moneter. Ketika harga emas melonjak tajam dalam waktu singkat, pasar secara tidak langsung menyampaikan pesan bahwa stabilitas global sedang berada dalam tekanan.

Salah satu pemicu utama datang dari memburuknya hubungan antara Amerika Serikat dan Venezuela. Pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan blokade terhadap seluruh kapal tanker minyak Venezuela, langkah yang secara langsung meningkatkan risiko geopolitik di sektor energi dan perdagangan global.

Ketegangan ini segera diterjemahkan pasar sebagai ancaman terhadap pasokan, stabilitas kawasan Amerika Latin, serta potensi eskalasi konflik yang lebih luas.

Menurut Tim Waterer, Chief Market Analyst KCM Trade, situasi tersebut membuat emas tetap menjadi pusat perhatian investor sebagai alat lindung nilai terhadap ketidakpastian global. Ketika konflik geopolitik meningkat, emas dipandang sebagai salah satu dari sedikit aset yang relatif bebas dari risiko gagal bayar, sanksi, maupun kebijakan pemerintah.

Namun, dorongan harga emas tidak semata berasal dari faktor geopolitik. Arah kebijakan moneter Amerika Serikat juga memainkan peran krusial. Setelah melakukan tiga kali pemangkasan suku bunga sepanjang 2025, pasar kini memperkirakan dua pemangkasan tambahan pada 2026, terutama dengan peluang penunjukan Ketua The Fed yang lebih dovish oleh Presiden Trump pada awal Januari.

Ekspektasi pelonggaran moneter ini mengubah lanskap pasar keuangan. Suku bunga yang lebih rendah menekan imbal hasil obligasi dan instrumen berbunga lainnya, sehingga emas yang tidak menawarkan bunga menjadi relatif lebih menarik sebagai penyimpan nilai jangka panjang. Dalam kondisi ini, biaya peluang untuk memegang emas semakin menipis.

Tekanan terhadap dolar AS memperkuat daya tarik tersebut. Sepanjang 2025, indeks dolar tercatat melemah sekitar 9%, menandai kinerja tahunan terburuk dalam delapan tahun terakhir. Bagi investor global, emas berfungsi sebagai lindung nilai ganda, baik terhadap ketidakpastian geopolitik maupun terhadap penurunan daya beli mata uang utama dunia.

Di balik lonjakan harga, data menunjukkan bahwa reli emas bersifat struktural. World Gold Council memperkirakan bank sentral global akan membeli sekitar 850 ton emas sepanjang 2025. Pembelian ini mencerminkan upaya diversifikasi cadangan devisa di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas dominasi dolar AS.

Selain itu, arus dana institusional ke emas juga meningkat signifikan. ETF emas fisik mencatatkan arus masuk sekitar US$82 miliar sepanjang 2025, setara dengan 749 ton emas, level tertinggi sejak 2020. Lonjakan ini menunjukkan bahwa emas semakin diposisikan sebagai komponen utama portofolio defensif, bukan sekadar aset spekulatif.

Didorong oleh pembelian bank sentral, arus dana ETF, dan kebutuhan lindung nilai global, harga emas telah melonjak lebih dari 70% sepanjang 2025, mencatatkan kinerja tahunan terbaik sejak 1979. Goldman Sachs bahkan memproyeksikan harga emas berpotensi mencapai US$4.900 per troy ons pada 2026, dengan ruang kenaikan yang masih terbuka.

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)



Most Popular