Tanaman Ini Dianggap Hama di RI, Ternyata Jadi Buruan China-Amerika
Jakarta, CNBC Indonesia- Di banyak sudut Indonesia, antanan, atau pegagan, atau centella asiatica tumbuh nyaris tanpa disadari.
Ia hidup di pematang sawah, tepi jalan, dan ladang, sering kali hanya dianggap gulma. Namun daun kecil ini sedang naik kelas yakni dari tanaman liar menjadi komoditas ekspor bernilai tinggi.
Secara botani dan farmakologi, antanan adalah Centella asiatica, tanaman tropis yang berasal dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia, serta India, China, Jepang, dan Australia.
Tanaman ini dikenal dengan banyak nama lokal: pegaga (Aceh), daun kaki kuda (Melayu), ampagaga (Batak), antanan (Sunda), sarowati (Maluku), bebele (Nusa Tenggara), dan dougauke (Papua) (Unair, 2021).
Yang membuat antanan bernilai karena kandungan kimianya. daun pegagan mengandung asiaticoside, thankuniside, isothanksuniside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, centelloside, flavonoid, polifenol, serta mineral seperti kalium, natrium, dan magnesium.
Secara ilmiah, ekstrak etanolik daun pegagan mampu menghambat pertumbuhan tumor melalui mekanisme antiangiogenesis, yakni menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang dibutuhkan sel tumor untuk tumbuh.
Pada dosis tertinggi 180 µg, respons angiogenesis paling rendah tercatat dalam pengujian CAM (chorioallantoic membrane), menunjukkan efek biologis yang nyata.
Tak berhenti di ranah farmasi, antanan juga masuk ke industri kecantikan. Dalam dunia skincare, centella asiatica digunakan karena kandungan triterpenoid seperti asiaticoside dan madecassoside yang berfungsi sebagai antioksidan, anti-inflamasi, mempercepat penyembuhan luka, meningkatkan kolagen, menenangkan kulit, dan menjaga kelembapan. Itulah sebabnya centella menjadi bahan baku berbagai serum, toner, krim, dan pelembap.
Namun di balik manfaat kesehatan dan kecantikan itu, yang lebih menarik adalah pergerakan ekspornya. Melansir dari BPS nilai ekspor Centella asiatica yang tergabung dalam kode HS 12119019 meningkat sangat tajam. Dari hanya US$ 195.749 pada 2020, naik menjadi US$ 365.044 pada 2023, lalu melonjak drastis menjadi US$ 1.154.326 pada 2024 atau naik 216%. Artinya, dalam empat tahun, nilai ekspornya meningkat hampir enam kali lipat.
Lonjakan ini menunjukkan bahwa antanan bukan lagi sekadar komoditas herbal domestik, tetapi sudah menjadi bahan baku global. Permintaan dunia terhadap produk berbasis centella-baik untuk obat tradisional, suplemen, maupun skincare-tampak semakin agresif, dan Indonesia mulai masuk ke dalam rantai pasok tersebut.
Dari sisi negara tujuan, menurut Kemendag untuk HS 12119099 periode September 2024-September 2025 menunjukkan India sebagai pasar terbesar dengan nilai 6,3454, disusul China (1,84898), Amerika Serikat (1,59313), Jepang (0,79744), dan Korea Selatan (0,34101). Negara-negara ini dikenal sebagai pusat industri farmasi, kosmetik, dan herbal dunia, sehingga posisi antanan Indonesia semakin strategis.
India dan China memiliki industri obat tradisional raksasa, sementara AS, Jepang, dan Korea Selatan adalah pasar utama kosmetik berbasis bahan aktif alami. Antanan Indonesia tidak lagi dijual sebagai daun kering biasa, tetapi sebagai "molekul hidup" yang mengandung potensi antioksidan, antiinflamasi, dan antiangiogenesis.
Di sinilah antanan menemukan takdir barunya. Dari tanaman liar di pematang sawah menjadi komoditas strategis lintas benua, nilainya kini ditentukan oleh laboratorium dan pasar global.
CNBC Indonesia Research