MARKET DATA
Newsletter

Santa Claus Rally Menggoda, Long Weekend Was-Was: Buy atau Kabur Dulu?

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia
22 December 2025 06:20
Ilustrasi Trading (Stok Market)
Foto: Ilustrasi Trading (Stok Market)
  • Pasar keuangan ditutup bervariasi akhir pekan lalu, IHSG dan rupiah melemah tetapi obligasi masih menarik
  • Wall Street pesta pora akhir pekan lalu
  • Libur panjang dan data ekonomi akan menjadi penggerak pasar hari ini dan sepanjang satu pekan ke depan

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI bergerak variatif pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau koreksi, begitu juga dengan rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), tetapi obligasi terpantau masih diburu investor.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan kompak menguat menjelang libur panjang pekan ini. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen pasar hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pada penutupan pekan lalu, Jumat (19/12/2025), IHSG terkoreksi 8,64 poin atau turun 0,10% dalam sehari ke level 8.609,55. Penyusutan harian tersebut membuat gerak indeks keseluruhan saham di bursa dalam seminggu juga melemah lebih dalam 0,59%.

Transaksi IHSG pekan lalu melibatkan 197 saham naik, 473 turun, dan 133 tidak bergerak. Total transaksi masih tergolong ramai atau mencapai Rp 47,07 triliun, melibatkan 40,81 miliar saham dalam 2,3 juta kali transaksi.

Transaksi terbesar Jumat lalu datang dari saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) milik Grup Sinar Mas dengan nilai Rp16,74 triliun serta PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) milik Aguan dengan nilai mencapai Rp5 triliun. Kedua transaksi jumbo tersebut dilakukan di pasar negosiasi.

Sementara itu, di pasar reguler, saham DSSA, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) tercatat menjadi saham paling aktif diperdagangkan.

Mayoritas sektor perdagangan melemah pada akhir pekan lalu, dengan koreksi terdalam dicatatkan oleh sektor konsumer non-primer, utilitas, dan teknologi. Adapun sektor kesehatan serta barang baku justru mencatatkan kenaikan tertinggi pada perdagangan pekan lalu.

BBCA tercatat menjadi kontributor terbesar pelemahan IHSG dengan sumbangsih penurunan sebesar 11,81 poin. Emiten lain yang turut menekan kinerja IHSG antara lain PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), dan PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA).

Seiring dengan koreksi IHSG, asing terpantau mencatat net sell di pasar reguler sebanyak Rp233,71 miliar. Hal tersebut selaras dengan pergerakan rupiah yang turut melemah terhadap dolar AS.

Mengacu data Refinitiv pada akhir pekan lalu, rupiah Garuda ditutup melemah di level Rp16.635/US$, atau terdepresiasi 0,15%. Dalam sepekan rupiah juga sudah terkoreksi sekitar 0,60%.

Level penutupan pekan lalu menandai posisi terlemah sejak 18 November 2025, atau hampir dalam satu bulan terakhir. Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak dalam rentang Rp16.700-Rp16.745/US$.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 15.00 WIB akhir pekan lalu, tercatat menguat 0,22% ke level 98,646. Penguatan ini sekaligus menandai kenaikan selama tiga hari berturut-turut sejak 17 Desember 2025, yang turut memberikan tekanan terhadap pergerakan rupiah.

Penguatan indeks dolar AS mencerminkan meningkatnya minat pelaku pasar terhadap aset berdenominasi dolar. Kondisi ini memicu arus keluar dana dari pasar negara berkembang atau emerging markets, termasuk dari aset berdenominasi rupiah, sehingga memberikan tekanan terhadap nilai tukar Garuda.

Penguatan dolar AS tersebut masih mendapat dukungan dari data klaim pengangguran mingguan AS yang tercatat turun 13.000 menjadi 224.000, relatif sejalan dengan ekspektasi pasar di kisaran 225.000. Data tersebut memperkuat persepsi bahwa kondisi pasar tenaga kerja AS masih cukup solid, sehingga menopang pergerakan dolar.

Meski demikian, ruang penguatan dolar AS sebenarnya tertahan oleh rilis sejumlah data ekonomi AS yang lebih lemah dari perkiraan.

Inflasi AS November tercatat naik 2,7% secara tahunan, lebih rendah dari ekspektasi 3,1%, sementara inflasi inti juga melambat ke 2,6% yoy, di bawah proyeksi 3,0% dan menjadi laju kenaikan terendah dalam sekitar 4,5 tahun. Kondisi ini memperkuat ekspektasi pasar bahwa The Fed masih memiliki ruang untuk melanjutkan siklus pelonggaran kebijakan moneternya.

Di sisi lain, langkah The Fed yang mulai kembali meningkatkan likuiditas turut memengaruhi dinamika pasar. Bank sentral AS telah memulai pembelian US Treasury Bills senilai US$40 miliar per bulan sejak pekan lalu, yang dipandang sebagai upaya menjaga kelonggaran likuiditas sistem keuangan.

Kombinasi sentimen tersebut membuat pergerakan dolar AS cenderung fluktuatif sepanjang akhir pekan lalu, sekaligus memberikan tekanan terhadap pergerakan rupiah hingga penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Di sisi lain, pasar obligasi menunjukkan pergerakan yang berbeda, terpantau dari yield surat utang acuan RI dengan tenor 10 tahun yang mengalami penurunan sepanjang pekan lalu.

Mengacu data Refinitiv, pada penutupan Jumat lalu, obligasi tenor 10 tahun berakhir di posisi 6,12%. Imbal hasil turun selama tiga pekan beruntun.

Patut dicatat, penurunan yield itu merupakan sinyal baik bagi pasar obligasi, karena gerak-nya berlawanan dengan harga. Artinya, ketika yield turun, harga obligasi malah sedang bergerak naik.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) berhasil ditutup menguat pekan lalu, memperpanjang reli dua hari berturut-turut, seiring kembali-nya gairah saham-saham AI (artificial intelligence). Penguatan pasar terutama ditopang oleh lonjakan saham Oracle, Nvidia, dan Micron Technology.

Mengacu data CNBC International pada Jumat kemarin (19/12/2025), Indeks Nasdaq Composite (IXIC) mencatatkan kenaikan paling kuat dengan menguat 1,31% dan ditutup di level 23.307,62. Sementara itu, indeks S&P 500 (SPX) naik 0,88% ke posisi 6.834,50, dan Dow Jones Industrial Average (DJI) menguat 183,04 poin atau 0,38% ke level 48.134,89.

Sentimen positif pasar didorong oleh lonjakan saham Oracle yang melesat 6,6% setelah tercapainya kesepakatan penjualan operasi TikTok di Amerika Serikat kepada perusahaan patungan baru yang melibatkan Oracle dan investor private equity Silver Lake. Kabar tersebut menjadi katalis pemulihan bagi Oracle, yang sebelumnya tertekan oleh kekhawatiran pasar terkait beban utang dan agresivitas belanja pusat data untuk pengembangan AI.

Optimisme di sektor AI turut diperkuat oleh penguatan saham Nvidia yang naik sekitar 4%, menyusul laporan bahwa pemerintah Amerika Serikat tengah meninjau kemungkinan pemberian izin penjualan chip AI canggih Nvidia ke China. Sebelumnya, Presiden Donald Trump juga menyatakan akan mengizinkan pengiriman chip AI H200 Nvidia kepada pelanggan tertentu di China.

Di sisi lain, saham Micron Technology melanjutkan reli dengan kenaikan sekitar 7%, setelah melonjak lebih dari 10% pada sesi sebelumnya. Penguatan Micron ditopang oleh proyeksi pendapatan kuartalan yang solid, yang membantu meredakan kekhawatiran investor terhadap prospek belanja AI ke depan.

Dari sisi makroekonomi, data inflasi AS yang dirilis dengan jeda waktu menunjukkan tekanan harga lebih jinak dari perkiraan hingga November. Meski demikian, keterbatasan data akibat penutupan pemerintahan sebelumnya membuat pelaku pasar masih menanti konfirmasi lanjutan dari rilis ekonomi berikutnya.

Di sisi lain, indikator pasar tenaga kerja tetap menunjukkan kondisi yang relatif stabil, dengan klaim pengangguran mingguan menurun dan pertumbuhan lapangan kerja yang masih terjaga, meskipun tingkat pengangguran sedikit meningkat.

Kombinasi inflasi yang melunak dan pasar tenaga kerja yang belum melemah tajam membuat pelaku pasar semakin percaya bahwa The Fed memiliki ruang untuk mengambil sikap kebijakan yang lebih akomodatif pada awal tahun depan.

Libur panjang menjelang natal dan tahun baru sudah tinggal menghitung hari, biasanya pelaku pasar juga menantikan momentum santa claus rally di IHSG. Akankah ini jadi peluang untuk beli saham atau pilih ambil untung dulu?

Sebenarnya optimisme pasar masih datang dari data inflasi negeri Paman Sam yang mendingin ke level 2,7%, jauh lebih baik dari ekspektasi pasar yang mengharapkan inflasi pada November melaju 3,1% yoy dan lebih rendah dari inflasi 3% yoy pada September lalu.

Inflasi yang semakin mendingin diharapkan menjadi angin positif yang ikut berhembus ke IHSG, sekaligus memperkuat momentum Santa Claus Rally bisa terjadi lagi.

Secara historis, pasar saham Indonesia dalam satu dekade terakhir hampir selalu ditutup menguat pada Desember. Pengecualian hanya terjadi pada 2022 dan 2024, sehingga secara probabilitas peluang penutupan positif mencapai sekitar 80%.

Catat dulu! Jadwal Libur Bursa Natal dan Tahun Baru 2026

Mengingat libur panjang sebentar lagi, sebagai investor dan trader kita wajib memantau tanggal efektif akan berakhir di tanggal berapa pada Desember ini, guna memaksimal strategi trading atau investasi kita.

Berikut adalah rincian hari libur bursa di mana tidak ada aktivitas perdagangan:

Kamis, 25 Desember 2025: Libur Hari Raya Natal.

Jumat, 26 Desember 2025: Cuti Bersama Hari Raya Natal.

Rabu, 31 Desember 2025: Libur Bursa (Tutup Tahun).

Kamis, 1 Januari 2026: Libur Tahun Baru 2026.

Dengan jadwal tersebut, kesempatan terakhir untuk bertransaksi di tahun 2025 hanya tersisa 5 hari lagi pada tanggal 22, 23, 24, 29, dan 30 Desember 2025.

Jam perdagangan pada kedua hari tersebut berlaku normal (Sesi 1: 09.00-12.00 WIB & Sesi 2: 13.30-15.49 WIB).

Perdagangan perdana tahun 2026 akan dibuka kembali pada Jumat, 2 Januari 2026. Mengingat hari tersebut jatuh pada hari Jumat, maka berlaku penyesuaian waktu perdagangan khusus:

Sesi 1: 09.00 - 11.30 WIB.

Sesi 2: 14.00 - 15.49 WIB.

Investor juga diimbau untuk memperhatikan penyesuaian penyelesaian transaksi (settlement T+2) di masing-masing sekuritas, agar strategi investasi akhir tahun dapat berjalan lancar tanpa kendala administratif.

Selain tanggal, berbagai sentimen dan sejumlah data yang akan rilis dari global dan nasional patut kita cermati, berikut rinciannya :

GDP AS Kuartal III: Konfirmasi Skenario 'Soft Landing'

Sorotan utama investor global akan tertuju pada rilis final Pertumbuhan Ekonomi (GDP) AS untuk kuartal III-2025. Konsensus pasar memproyeksikan ekonomi Negeri Paman Sam tumbuh melambat ke level 3,2%, turun dari estimasi sebelumnya yang berada di angka 3,8%.

Dalam konteks normal, perlambatan ekonomi adalah kabar buruk. Namun saat ini, angka 3,2% justru menjadi sinyal yang dinanti pasar.

Perlambatan yang terukur ini dikombinasikan dengan inflasi yang sudah jinak di 2,7%-mengonfirmasi bahwa skenario Soft Landing sedang berjalan mulus.

Ekonomi AS mendingin cukup untuk menekan inflasi, namun tetap tumbuh cukup kuat untuk menghindari resesi.

Ini memberikan karpet merah bagi The Federal Reserve untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga secara agresif tanpa keraguan.

Bunga Pinjaman China (LPR): Stimulus Masih 'Ditahan'

Dari kawasan Asia, perhatian tertuju pada keputusan Bank Sentral China (PBoC) terkait suku bunga pinjaman acuannya atau Loan Prime Rate (LPR). Data ini akan rilis pada Senin hari ini (22/12/2025) sekitar pukul 08.15 WIB.

Konsensus pasar memperkirakan PBoC masih akan mengambil langkah konservatif dengan menahan LPR tenor 1 tahun di 3,0% dan tenor 5 tahun di 3,5%.

Keputusan status quo ini berpotensi direspons dingin oleh pelaku pasar, khususnya di sektor komoditas. Mengingat data penjualan ritel China yang baru saja dilaporkan anjlok (hanya tumbuh 1,3%), investor sebenarnya berharap ada stimulus moneter instan untuk memacu permintaan domestik.

Sikap hati-hati Beijing ini menandakan bahwa harga komoditas energi dan logam industri mungkin akan bergerak terbatas (sideways) pekan depan karena belum adanya dorongan likuiditas baru.

Klaim Pengangguran AS: Pasar Tenaga Kerja Mendingin Terukur

Melengkapi data GDP, pasar juga akan memantau rilis data Initial Jobless Claims (klaim pengangguran awal). Konsensus memproyeksikan angka klaim akan sedikit meningkat menjadi 225.000 - 226.000, dari posisi sebelumnya 224.000.

Kenaikan tipis ini sejalan dengan tren tingkat pengangguran AS yang merangkak ke 4,6%. Bagi The Fed, data ini adalah validasi bahwa pasar tenaga kerja sedang mendingin secara alami.

Belum ada gelombang PHK massal yang memicu kepanikan, namun tekanan upah mulai mereda. Kondisi ini memperkuat alasan bagi bank sentral untuk melakukan pelonggaran moneter demi menjaga stabilitas pasar kerja agar tidak retak lebih dalam.

Uang Beredar (M2) RI: Menanti 'Bensin' Window Dressing

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) dijadwalkan merilis data Uang Beredar dalam arti luas (M2) periode terbaru pada hari ini, Senin (22/12/2025). Pada periode sebelumnya, M2 tercatat tumbuh 7,7% secara tahunan (yoy).

Data ini menjadi indikator krusial di penghujung tahun. Pelaku pasar berharap melihat adanya akselerasi pertumbuhan M2 sebagai sinyal bahwa belanja pemerintah dan masyarakat mulai mengalir deras jelang libur Natal dan Tahun Baru.

Jika M2 tumbuh stagnan, hal ini akan memvalidasi kekhawatiran terkait tingginya "kredit nganggur" (undisbursed loan) perbankan yang tembus Rp 2.509 triliun.

Sebaliknya, lonjakan likuiditas M2 akan menjadi katalis positif bagi saham sektor ritel dan perbankan, sekaligus bahan bakar bagi aksi Santa Claus Rally dan Window Dressing.

Pengangguran Jepang: Lampu Hijau Normalisasi BoJ

Terakhir, data tingkat pengangguran Jepang diproyeksikan bertahan stabil di level rendah 2,6%. Angka ini mencerminkan kondisi full employment di Jepang, di mana pasar tenaga kerja sangat ketat.

Stabilitas ini menjadi modal politik yang kuat bagi Bank of Japan (BoJ). Dengan rakyat yang bekerja penuh dan neraca dagang yang surplus, BoJ memiliki kepercayaan diri lebih untuk menormalisasi kebijakan (menaikkan suku bunga) guna melawan inflasi yang diprediksi menembus 3,0%.

Bagi pasar valuta asing, data tenaga kerja yang solid ini berpotensi menjaga tren penguatan mata uang Yen, yang perlu diantisipasi oleh emiten domestik dengan eksposur utang dalam mata uang tersebut.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian akan menggelar Anugerah Keterbukaan Informasi Publik yang akan dilaksanakan di Auditorium Gedung F, Kantor Pusat Kementan, Kota Jakarta Selatan

  • Penandatanganan MoU antara PMI dan APINDO di Markas Pusat PMI, Kota Jakarta Selatan

  • Konferensi pers Asosiasi Pertekstilan Indonesia di Graha Surveyor Indonesia, Kota Jakarta Selatan

  • Konferensi pers Satuan Tugas NATARU Pertamina Patra Niaga di kantor pusat Pertamina Patra Niaga, Kota Jakarta Selatan

  • Indonesia Economic & Insurance Outlook 2026: "Berharap Kebijakan Fiskal akan Menjadi Pendorong Pertumbuhan Bisnis di 2026," yang akan digelar secara hybrid di Wisma Tugu, Kota Jakarta Selatan

  • Otoritas Jasa Keuangan (OJK) & Kemenko PMK menggelar edukasi keuangan bagi segmen perempuan di kantor Kemenko PMK, Kota Jakarta Pusat. Turut hadir Friderica Widyasari Dewi.

  • Media Briefing BTN menyambut NATARU di Penang Bistro, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Kota Jakarta Selatan.

  • Taklimat Media Bank Indonesia yang akan membahas terkait Asesmen Efektivitas Kebijakan Makroprudensial dalam Mendorong Pertumbuhan Kredit di 2025 bertempat di Press Room, Gedung Thamrin Lt.1, Kantor Pusat BI.

  • Kegiatan Pengiriman Bantuan untuk Sumatra yang akan dilaksanakan di Cargo Bandara Halim Perdanakusuma, Kota Jakarta Timur. Turut hadir Menteri Komunikasi dan Digital.

  • Product Launching HUAWEI MatePad 12X di Other Half, Kota Jakarta Pusat.

Pengumuman suku bunga acuan kredit di China periode Desember 2025 untuk tenor 1 tahun dan 5 tahun


Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

- Cum date Dividen AMAR dan KKGI
- Ex date Right issue GMFI dan CSIS
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) : BRIS, SMGR, INAF, SOSS, PNSE
- Public Expose : AADI, BULL. CSMI, INAF, KIOS

Berikut untuk indikator ekonomi RI :


Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]



Most Popular
Features