MARKET DATA

5 Sampah Ini Diam-Diam Jadi Harta Karun, Diburu di Luar Negeri

ama,  CNBC Indonesia
16 December 2025 19:40
biomass cangkang sawit
Foto: GAPKI

Jakarta, CNBC Indonesia - Limbah pertanian dan perikanan kerap dipandang sebagai sisa produksi yang tak bernilai. Padahal, di balik tumpukan kulit kopi, daun nanas, hingga sabut kelapa, tersimpan potensi ekonomi yang tidak kecil. Dengan pengolahan yang tepat, limbah-limbah ini justru bisa naik kelas menjadi komoditas bernilai tinggi dan berorientasi ekspor.

1. Kulit Kopi (Cascara)

Kulit kopi atau kulit ceri kopi merupakan salah satu limbah terbesar dalam industri kopi. Secara fisik, limbah kulit kopi mencapai sekitar 48% dari total komposisi buah kopi. Dalam proses pengolahan, proporsi kulit kopi yang dihasilkan juga tergolong tinggi, yakni berkisar 40-45% dari total bahan baku.

Selain itu, kulit kopi ternyata menyimpan kandungan nutrisi dan senyawa bioaktif. Kulit kopi mengandung protein kasar sekitar 10,4% dan serat kasar sekitar 17,2%. Selain itu, kulit kopi mengandung senyawa fenolik yang bersifat antimikroba dan antioksidan.

 

Biji kopi Liberica. Foto: detikcom/Erliana Riady/fileFoto: Biji kopi Liberica. Foto: detikcom/Erliana Riady/file
Biji kopi Liberica. Foto: detikcom/Erliana Riady/file

 

Lebih jauh, ekstrak kulit kopi diketahui mampu menghambat kerja enzim hyaluronidase, sehingga memiliki potensi untuk menekan reaksi alergi dan peradangan. Kandungan fungsional ini membuka peluang pemanfaatan kulit kopi tidak hanya sebagai produk minuman seperti teh cascara, tetapi juga sebagai bahan baku produk pangan fungsional dan turunan bernilai tambah lainnya.

Dari sisi pengelolaan limbah, penelitian menunjukkan bahwa pengolahan kulit ceri kopi menjadi teh cascara mampu menurunkan jumlah limbah hingga 90%. Dari lima kali produksi yang menghasilkan sekitar 1,5 ton limbah kulit ceri kopi, sekitar 10% di antaranya dapat diolah menjadi produk teh cascara.

Dari sisi pasar, permintaan teh cascara juga datang dari Singapura, Hongkong, hingga Amerika Serikat. Di pasar domestik, teh cascara dibanderol dengan harga sekitar Rp 40 ribu per bungkus. Namun, ketika dipasarkan ke luar negeri, harganya dapat melonjak signifikan, bahkan dilaporkan bisa mencapai hingga 70 dolar Amerika Serikat.

2. Serat Daun Nanas

Daun nanas yang biasanya ditinggalkan setelah panen ternyata menyimpan potensi besar. Pineapple Leaf Fiber (PALF) atau serat daun nanas dikenal sebagai material berkelanjutan yang berasal dari limbah pertanian.

PALF memiliki nilai guna yang luas, mulai dari industri tekstil hingga material komposit. Aplikasinya mencakup kain rajut, material aerogel, hingga solusi inovatif pengelolaan limbah seperti briket bahan bakar. Fleksibilitas ini menunjukkan potensi transformasi limbah daun nanas menjadi produk bernilai tinggi.

Kolase buah nanas dan ikan tuna. (CNBC Indonesia)Foto: Kolase buah nanas dan ikan tuna. (CNBC Indonesia)
Kolase buah nanas dan ikan tuna. (CNBC Indonesia)

 

Di pasar, serat nanas bahkan dilaporkan bisa memiliki harga hingga di atas Rp200 ribu per kilogram, menjadikannya salah satu limbah pertanian dengan nilai ekonomi yang cukup menjanjikan.

3. Palm Kernel Expeller (PKE)

Dari sektor kelapa sawit, terdapat palm kernel expeller (PKE), limbah padat hasil ekstraksi minyak inti sawit. PKE dikenal luas sebagai bahan pakan ternak karena komposisi kimianya mirip dengan jagung atau dedak padi dan bahkan memiliki kandungan protein yang lebih tinggi.

Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat produksi palm kernel oil (PKO) Indonesia pada 2024 mencapai 4,598 juta ton. Dengan rasio rendemen sekitar 50%, produksi PKE diperkirakan mencapai sekitar 4,6 juta ton dalam setahun.

Menariknya, jumlah ini sejalan dengan data ekspor PKE Indonesia yang tercatat sebesar 4.515.664 ton pada 2024. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar PKE Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal di dalam negeri dan justru diekspor ke negara-negara seperti Belanda, Selandia Baru, China, dan Korea Selatan sebagai bahan baku industri pakan ternak.

4. Limbah Kulit Ikan Pari

Dari sektor perikanan, kulit ikan pari menjadi contoh limbah yang bisa diolah menjadi produk bernilai tinggi. Ikan pari merupakan komoditas perikanan yang dagingnya dikonsumsi luas di Indonesia. Namun, kulitnya yang bertekstur keras dan tidak dapat dikonsumsi membuat bagian ini kerap terbuang dan berakhir sebagai limbah.

Kulit ikan pari termasuk dalam kategori kulit eksotis, yang hanya mencakup sekitar 1% dari industri kulit global.

Keunikannya terletak pada struktur sisik placoid atau denticles yang memberikan pola khas dan kekuatan tarik yang sangat tinggi. Kulit pari, yang juga dikenal sebagai shagreen, dikenal sebagai material premium untuk produk kulit. Kulit ikan pari banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tas, dompet, hingga sepatu boots.

Ikan pari betina yang diduga hamil oleh ikan hiuFoto: dok Aquarium and Shark Labs
Ikan pari betina yang diduga hamil oleh ikan hiu

Harga kulit ikan pari bervariasi tergantung kualitas, ukuran, dan proses akhir. Di pasar, harganya berkisar antara USD 16-50 per square foot, USD 24-70 untuk half hide, dan USD 40-150 untuk full hide. Finishing tertentu bahkan bisa meningkatkan harga hingga sekitar 30%.

5. Cocofiber

Sabut kelapa yang selama ini dianggap limbah juga bisa diolah menjadi cocofiber. Serat ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku karpet, matras, hingga produk kerajinan tangan. Cocofiber dikenal ramah lingkungan, tahan air, dan tahan lama, sehingga menjadi alternatif bahan sintetis di berbagai industri.

Selain memberi nilai tambah ekonomi, cocofiber juga membuka peluang pendapatan tambahan bagi petani kelapa. Kualitas serat sangat menentukan harga, cocofiber dari kelapa organik dihargai lebih mahal di pasar ekspor.

Di pasar internasional, harga cocofiber dilaporkan berada di kisaran US$ 200 hingga US$ 400 per ton, tergantung pada spesifikasi seperti panjang serat, kelembapan, dan tingkat kemurnian.

 

(mae/mae)



Most Popular