MARKET DATA
Polling CNBC Indonesia

Amerika Sudah Kasih, Bonus Akhir Tahun dari BI Mana Nih?

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
16 December 2025 15:50
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Januari 2025 dengan Cakupan Triwulanan pada Rabu (15/1/2025). (REUTERS/Willy Kurniawan)
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Januari 2025 dengan Cakupan Triwulanan pada Rabu (15/1/2025). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) kembali menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG BI) pada Selasa dan Rabu (16-17 Desember 2025). Pandangan pasar terbelah antara BI akan menahan atau memangkas suku bunga pada bulan ini.

RDG bulan ini merupakan pertemuan terakhir di 2025. Rapat juga digelar sepekan setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 3,50-3,75% pada Rabu pekan lalu.

Dalam RDG BI terakhir yakni pada 18-19 November 2025, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di level 4,75%. Dengan suku bunga deposit facility tetap bertahan di 3,75% dan suku bunga lending facility di 5,5%.

Sebagai catatan, sepanjang tahun ini BI telah melakukan pemangkasan suku bunga sebanyak lima kali.

Suku bunga dipangkas masing-masing 25 basis poin (bps) pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September, dari level 6,00% di Desember 2024 menjadi 4,75% hingga saat ini.

Hal ini menjadi salah satu upaya BI untuk membantu pemerintah dalam mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik. 

Berdasarkan hasil dari konsensus yang telah dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga/institusi, enam diataranya memperkirakan BI akan menahan suku bunganya di level 4,75%, sementara enam lainnya memproyeksikan BI akan menurunkan suku bunga sebesar 25 bps atau turun ke 4,50%.

Stabilitas Rupiah Menjadi Perhatian Utama

Sebanyak enam lembaga/institusi memproyeksikan BI akan menahan suku bunga acuan BI-Rate di level 4,75% dengan pertimbangan utamanya adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang masih menjadi pertimbangan paling krusial bagi BI.

Walaupun secara fundamental ruang untuk memangkas suku bunga sebenarnya masih terbuka, Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede, menilai risiko terhadap stabilitas rupiah saat ini masih jauh lebih mendominasi.

"Saat ini kami melihat risiko pada sisi stabilitas Rupiah lebih mendominasi sehingga BI-rate kemungkinan besar akan ditahan," ujar Josua Pardede kepada CNBC Indonesia.

Josua menjelaskan bahwa sentimen investor global masih cenderung risk-off. Ditambah lagi, pelemahan data ekonomi di kawasan Asia Pasifik, terutama dari Tiongkok, membuat arus modal masuk (capital inflow) belum sepenuhnya kondusif.

Pandangan senada juga datang dari Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Wisnubroto, yang menilai BI masih akan mengambil sikap pro-stabilitas dalam jangka pendek.

"Stay karena pro-stability dalam jangka pendek, potensi volatilitas Rupiah dan inflasi masih tinggi," ujar Rully.

Dalam dua bulan terakhir atau sejak November 2025, rupiah bergerak dalam tren pelemahan dengan bergreak di rentang level Rp16.610 - Rp16.763 per dolar AS. Hal ini terjadi meskipun indeks dolar AS (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia tengah melemah seiring dengan pemangkasan suku bunga The Fed pada pekan lalu. 

Sementara itu, Bank Danamon juga menilai fokus BI saat ini masih pada menjaga nilai tukar rupiah, meski prospek ekonomi domestik mulai membaik.

"Perkiraan kami BI masih akan hold suku bunga acuan mengingat fokus BI masih menjaga Rupiah, di tengah prospek ekonomi domestik yang terus membaik," ujar Hosianna Situmorang dari Bank Danamon.

Di sisi lain, enam lembaga lainnya memproyeksikan Bank Indonesia akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin ke level 4,50%, dengan menilai tekanan eksternal terhadap rupiah mulai mereda dan ruang pelonggaran moneter kembali terbuka.

Analis Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail Zaini, menilai sikap kebijakan The Fed yang semakin jelas pasca pemangkasan suku bunga menjadi salah satu faktor utama yang mendukung langkah pelonggaran BI. Menurutnya, stabilitas nilai tukar rupiah saat ini relatif terjaga.

Pandangan tersebut sejalan dengan penilaian UOB Kay Hian, yang melihat kombinasi pemangkasan suku bunga The Fed, stabilitas rupiah, serta penurunan indeks dolar AS dan volatilitas pasar global membuka ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga.

"Kemarin Fed cut 25 bps, Rupiah stabil, indeks dolar dan volatilitas pasar turun," ujar Surya Wijaksana dari UOB Kay Hian.

Sementara itu, analis Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, menambahkan bahwa inflasi domestik yang masih terjaga dalam rentang target Bank Indonesia turut memperkuat ruang pelonggaran kebijakan moneter.

Dengan tekanan harga yang relatif terkendali, pemangkasan suku bunga dinilai tidak akan menimbulkan risiko inflasi berlebihan.

"Inflasi domestik masih terjaga, di luar potensi gangguan pasokan akibat bencana, sehingga BI memiliki ruang untuk memangkas suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Fikri.

Sebagai catatan, data terkahir dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi November 2025, sebesar 0,17% (month-to-month/mtm) dan 2,72% (year-on-year/yoy). Yang sebetulnya masih dalam rentang target inflasi BI di level 2,5% plus minus 1%.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)



Most Popular