MARKET DATA

RI Diam-Diam Impor Batu Nisan dari China, Angkanya Bikin Kaget

Emanuella Bungasmara Ega Tirta,  CNBC Indonesia
14 December 2025 19:45
Pembuat batu nisan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pembuat batu nisan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak yang belum mengetahui bahwa Indonesia dikenal sebagai salah satu pemain dalam perdagangan batu nisan dunia. Produk batu alam asal Tanah Air bahkan banyak mengisi pasar Amerika Serikat dan Jepang. Namun di saat yang sama, Indonesia justru masih aktif mengimpor batu nisan dari luar negeri, terutama dari China.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor batu nisan dengan kode HS 68029900 sempat melemah dalam beberapa tahun terakhir, sebelum kembali meningkat pada 2024. Pada 2019, nilai impor tercatat sebesar US$1,93 juta dan naik menjadi US$2,35 juta pada 2020.

Tren tersebut kemudian berbalik arah. Sejak 2021, nilai impor terus menyusut hingga mencapai titik terendah pada 2022 di level US$948 ribu. Namun pelemahan itu tidak berlangsung lama. Pada 2024, impor kembali menguat menjadi US$1,59 juta atau setara Rp26,32 miliar, mencerminkan kembali tumbuhnya permintaan batu nisan impor di dalam negeri.

China tercatat sebagai pemasok utama batu nisan ke Indonesia. Sepanjang 2024, nilai impor dari Negeri Tirai Bambu mencapai US$747 ribu. Posisi berikutnya ditempati Hong Kong dengan US$582 ribu, disusul India dan Brasil dengan nilai yang relatif kecil.

Dominasi China bukan tanpa alasan. Negara tersebut memiliki industri batu alam berskala besar dengan efisiensi produksi tinggi. Kombinasi kapasitas masif dan biaya produksi yang rendah membuat produk batu nisan asal China mampu masuk ke pasar Indonesia dengan harga yang kompetitif.

Pertanyaannya, mengapa Indonesia tetap mengimpor batu nisan meski memiliki industri domestik yang kuat? Salah satu faktor kuncinya adalah perbedaan spesifikasi produk. Batu nisan impor umumnya menawarkan karakteristik yang tidak selalu tersedia di pasar lokal, baik dari sisi warna, pola, hingga kualitas finishing.

Di dalam negeri, batu nisan banyak diproduksi dari granit, marmer, dan batu pasir. Granit lokal dikenal memiliki variasi warna yang lebih beragam, seperti abu-abu hingga kemerahan. Marmer kerap dipilih untuk tampilan yang lebih elegan, sementara batu pasir digunakan untuk desain yang lebih sederhana dan tradisional. Pilihan ini biasanya erat kaitannya dengan selera budaya dan kebiasaan masyarakat setempat.

Namun, sebagian konsumen justru mencari jenis batu tertentu yang sulit ditemukan di pasar domestik. Batu nisan impor dari China, misalnya, banyak menggunakan granit hitam pekat yang dikenal dengan sebutan Black Nero. Jenis granit ini memiliki tekstur sangat padat, tahan cuaca, dan dikenal awet dalam jangka panjang.

Selain ketahanan material, aspek desain juga menjadi daya tarik. Batu nisan asal China sering menampilkan detail seni dan simbolisme yang kuat, mencerminkan tradisi dan estetika Tionghoa. Hal ini membuatnya memiliki segmen pasar tersendiri di Indonesia.

Faktor harga turut memainkan peran penting. Dengan skala industri besar dan rantai produksi yang efisien, produsen China mampu menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan produk lokal dengan spesifikasi serupa. Bagi sebagian importir maupun pengrajin dalam negeri, opsi impor menjadi solusi ekonomis, terutama untuk memenuhi permintaan dalam jumlah besar.

Kondisi ini menunjukkan bahwa impor batu nisan ke Indonesia bukan semata soal lemahnya industri lokal, melainkan lebih pada segmentasi pasar dan perbedaan kebutuhan konsumen. Selama masih ada ceruk permintaan yang belum sepenuhnya bisa dipenuhi oleh produk domestik, impor pun akan tetap menemukan ruangnya di pasar Indonesia.

CNBC Indonesia Research

(emb/wur)



Most Popular