MARKET DATA

Kesepakatan Dagang RI-AS Terancam: Emiten Punya Kaesang Ketar-Ketir!

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia
12 December 2025 10:30
Kaesang Pangarep di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Kaesang Pangarep di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kesepakatan tarif resiprokal antara Indonesia - Amerika Serikat (AS) kembali mencuat gara-gara dikabarkan batal. Hal ini bisa jadi risiko buat berbagai emiten, terutama yang banyak ekspor ke negeri Paman Sam.

Melansir Financial Times dan Reuters menyebut bahwa perundingan dagang antara Indonesia dan AS tengah menghadapi risiko kegagalan. Pihak AS menilai bahwa pemerintah Indonesia telah menarik diri dari sejumlah komitmen yang disepakati sebelumnya, termasuk janji untuk menghapus hambatan non-tarif pada ekspor industri dan pertanian ke AS, serta kewajiban untuk menindaklanjuti isu perdagangan digital.

Menanggapi kabar tersebut, juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, mengatakan bahwa negosiasi tarif dengan AS masih berlangsung. Pemerintah menekankan bahwa proses perundingan berjalan normal, tanpa kendala khusus, dan berharap kesepakatan akhir bisa segera dirampungkan dengan hasil yang saling menguntungkan bagi kedua pihak.

Namun, jika skenario terburuk terjadi kesepakatan itu gagal, maka Indonesia menghadapi beberapa risiko serius. Salah satu skenarionya adalah tarif impor dari Indonesia ke AS kembali ke level lama, yakni sekitar 32%. Kondisi ini bisa membuat ekspor Indonesia ke pasar AS menjadi jauh kurang kompetitif.

Apabila tarif kembali ke angka 32%, neraca perdagangan bilateral bisa tertekan dan Indonesia kemungkinan akan masuk dalam daftar negara mitra dagang dengan defisit neraca perdagangan tertinggi. Artinya, potensi ekspor ke AS bisa turun drastis, dan kinerja perdagangan nasional serta sektor-sektor ekspor tertentu bisa terganggu.

CNBC Indonesia Research telah mengurutkan beberapa emiten yang memiliki eksposur penjualan banyak ke AS :

1. WOOD

Emiten yang bergerak di bidang furniture kayu, PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) akan menjadi salah satu perusahaan yang kena dampak paling signifikan dari tarif AS dan RI.

Menurut data laporan keuangan sampai akhir tahun lalu, WOOD mencatat penjualan ekspor ke AS mencapai Rp2,52 triliun, setara 90,27% dari total penjualan yang senilai Rp2,79 triliun.

Bisa dibilang penjualan ke benua Amerika menjadi bisnis utama-nya saat ini. Dengan tarif yang naik, maka beban perusahaan akan membengkak. Tahun lalu saja beban pokok pendapatan sudah melambung ke atas 38% secara tahunan (yoy), sementara total beban usaha naik 2,26%.

2. PMMP

Berikutnya, ada perusahaan yang menjual udang beku, PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP) juga terpantau akan kena dampak cukup besar dari tarif 19% ke AS.

Perusahaan yang masih terafiliasi dengan Kaesang ini punya bisnis utama ekspor udang beku ke beberapa negara, dan Amerika menjadi tujuan utama penjualan mereka.

Sampai September 2024, kontribusi penjualan ke AS ini mencapai US$ 42,33 juta, setara 66,80% dari total penjualan yang senilai US$ 63,37 juta.

Dengan kondisi seperti ini, tantangan PMMP untuk mencetak laba semakin sulit. Pasalnya, sampai akhir kuartal ketiga tahun lalu perusahaan ini masih menelan pil pahit kerugian sebesar US$15,26 juta atau Rp240,07 miliar (kurs Rp15.732 per dolar AS).

3. SMSM

Berikutnya ada perusahaan PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) yang juga akan ikut terdampak dari kenaikan tarif impor AS.

Perusahaan yang punya bisnis otomotif dan mesin industri ini melakukan penjualan ekspor ke negeri Paman Sam pada akhir 2024 lalu mencpai Rp818,73 miliar, setara 15,85% dari total penjualan senilai Rp5,16 triliun.

Meskipun ekspor ke AS bukan penyumbang utama pendapatan, tetapi dengan adanya tarif itu potensi penyusutan ekspor kesana potensi berkurang atau bisa meningkatkan beban yang mana ini bisa menekan laba ke depannya.

4. TKIM dan INKP

Berikutnya ada dua perusahaan kertas yang masih satu naungan grup Sinarmas, yakni PT PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM).

Dua perusahaan itu punya penjualan ekspor lebih dari 50%, dan salah satu negara yang dituju adalah Amerika Serikat (AS).

Sampai akhir 2024 lalu, INKP mencatat porsi penjualan ke AS sebanyak 4,30%, sementara TKIM sebanyak 3,32%. Meskipun tidak banyak, tetapi ini perlu diantisipasi karena bisa meningkatkan beban atau bisa meningkatkan porsi penjualan yang mana bisa menggerus pangsa pasar dua perusahaan itu di pasar global.

5. ICBP dan INDF

Berikutnya ada perusahaan consumer good yang jualan mie instant dan bumbu-bumbu dapur masakan andalan Tanah Air, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan induk usahanya, PT. Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Berbagai produk dengan merk Indofood atau mie instant dengan merk Indomie kerap ditemukan di berbagai wilayah di penjuru dunia, termasuk AS.

Meskipun secara porsi tidak banyak, dalam laporan keuangan 2024, ICBP dan INDF sama-sama mencatatkan penjualan ekspor ke negara lain-lain, masing-masing mencapai 4,29% dan 2,85%.

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)



Most Popular