Ironi Pendidikan: SMA Swasta Kian Banyak, Negeri Tetap Jadi Rebutan
Jakarta, CNBC Indonesia- Mayoritas Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia dioperasikan pihak swasta.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada periode 2024/2025, terdapat 7.562 SMA swasta, atau setara 51,53% dari seluruh SMA di Indonesia. Jumlah SMA swasta bahkan mengalami peningkatan yang lebih signifikan dibanding SMA negeri. Hingga periode 2024/2025, jumlah SMA swasta meningkat sebanyak 166 sekolah, sedangkan sekolah negeri hanya meningkat sebanyak 64 sekolah.
Data BPS juga menunjukkan persebaran SMA negeri dan swasta di seluruh wilayah.
Jawa Barat menempati peringkat teratas provinsi dengan jumlah SMA terbanyak, baik negeri maupun swasta, diikuti oleh dua provinsi besar lainnya di Pulau Jawa yang turut melengkapi daftar teratas.
Namun berbeda dengan pendidikan dasar, SMA di Jawa Barat justru didominasi oleh sekolah swasta yang jumlahnya mencapai 71,76% dari total SMA di sana. Kondisi serupa juga terlihat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Begitupun dengan DKI Jakarta yang bahkan 76,79% SMA-nya merupakan sekolah swasta.
Sementara itu, layanan SMA negeri mendominasi di kawasan Sulawesi dan Maluku.
Foto: Ilustrasi Pelajar SMA (detikcom/ Grandyos Zafna)Ilustrasi Pelajar SMA (detikcom/ Grandyos Zafna) |
Meski begitu, tingginya jumlah SMA swasta tidak diikuti dengan banyaknya jumlah peserta didik. Data menunjukkan pada periode 2024/2025, sekitar 73,79% siswa SMA menempuh pendidikan di sekolah negeri.
Pola ini telah terjadi selama beberapa tahun terakhir, menjadi indikasi bahwa SMA negeri masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat Indonesia, meski sekolah swasta semakin berkembang.
Faktor ekonomi menjadi pertimbangan utama bagi banyak orang tua untuk memilih sekolah negeri dibandingkan sekolah swasta. Hal ini karena biaya pendidikan di sekolah negeri relatif lebih rendah. Pasalnya, sekolah negeri mendapat bantuan dana dari pemerintah, sehingga biaya pendidikannya lebih rendah bahkan ada yang gratis.
Namun, faktor ekonomi bukanlah satu-satunya yang menentukan keputusan orang tua dalam menyekolahkan anak. Laporan BPS menyatakan bahwa latar belakang sosial-ekonomi, seperti pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepemilikan aset rumah tangga, serta ras atau etnis, turut mempengaruhi keputusan orang tua dalam memilih sekolah anaknya.
Foto: SMAN 1 Sabu Tengah, Sabu Raijua, NTT. (CNBC Indonesia/Maesaroh)SMAN 1 Sabu Tengah, Sabu Raijua, NTT. (CNBC Indonesia/Maesaroh) |
Preferensi memilih sekolah juga kemungkinan disebabkan oleh persepsi kualitas, akses, atau nilai-nilai pendidikan yang ditawarkan.
Belum lagi dengan adanya kesenjangan pembangunan antara wilayah desa dan kota.
Data BPS juga menunjukkan bahwa persentase anak yang bersekolah di sekolah swasta lebih tinggi di wilayah perkotaan sebesar 29,83%, sedangkan di perdesaan hanya 17,15%. Sebaliknya, siswa sekolah negeri mendominasi di wilayah perdesaan sekitar 82,85%, dibandingkan perkotaan yang hanya 70,17%.
Temuan ini mencerminkan keterbatasan layanan pendidikan swasta di perdesaan, sehingga mayoritas warganya hanya memiliki akses ke sekolah negeri. Di sisi lain, wilayah perkotaan menawarkan opsi pendidikan yang lebih beragam, termasuk sekolah swasta yang biasanya lebih diminati oleh keluarga dengan kemampuan ekonomi dan status sosial lebih tinggi.
Hal ini didukung oleh data yang menunjukkan bahwa di wilayah kota seperti DKI Jakarta, jumlah siswa SMA di sekolah swasta lebih tinggi dibanding sekolah negeri.
Fenomena ini sejalan dengan temuan World Bank (2014), yang menyatakan bahwa sekolah swasta lebih terkonsentrasi di perkotaan dan lebih mudah diakses oleh kelompok ekonomi menengah ke atas. Sementara itu, sekolah negeri tetap menjadi tulang punggung pendidikan dasar hingga menengah di daerah perdesaan.
(mae/mae)
Foto: Ilustrasi Pelajar SMA (detikcom/ Grandyos Zafna)
Foto: SMAN 1 Sabu Tengah, Sabu Raijua, NTT. (CNBC Indonesia/Maesaroh)