Bea Ekspor Jalan Tahun Depan, Saham Emas Jadi Taruhan Besar
Jakarta, CNBC Indonesia - Beban perusahaan emas bakal naik tahun depan karena pemerintah akan menetapkan bea ekspor sampai 15%. Meski begitu, tetap ada pilihan saham emas yang menarik karena minim kena efek aturan baru tersebut. Siapa saja mereka?
Sebagai catatan dulu, sejauh ini peraturan soal bea ekspor masih dalam proses finalisasi atau pengundangan.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan nantinya komoditas yang akan dikenakan bea keluar pertama, yakni dore (batangan emas hasil pemurnian) dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, dan bentuk lainnya dengan tarif 12,5% bila Harga Mineral Acuan (HMA) lebih kecil atau sama dengan US$ 2.800 dan di atas US$ 3.200/troy ounce.
Sedangkan bila HMA emas di atas atau sama dengan US$ 3,200/troy ounce tarif bea keluarnya sebesar 15%. Demikian juga untuk emas atau paduan emas dalam bentuk tidak ditempa, berbentuk granules, dan bentuk lainnya, tidak termasuk dore tarifnya 12,5% dan 15%.
Adapun, bea keluar tidak akan dikenakan untuk emas berbentuk perhiasan. Febrio menjelaskan kebijakan tarif ini ditetapkan untuk mendorong produksi dalam negeri termasuk ekspor emas perhiasan.
"Termasuk menghasilkan emas perhiasan yang diekspor dan itu sudah mulai terlihat cukup tinggi kan. Sehingga lagi-lagi hilirisasinya yang ingin kita dorong," ujarnya.
Febrio memastikan, RPMK Bea Keluar Emas ini telah disepakati Kementerian atau Lembaga (K/L) terkait melalui rapat harmonisasi yang dipimpin Kementerian Hukum dan memperhatikan usulan Kementerian ESDM.
![]() |
Dari aturan bea ekspor emas ini, setidaknya ada tiga emiten emas dalam catatan kami yang tidak akan terlalu terdampak, mereka adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).
Sementara yang akan kena dampak paling banyak ada PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) yang eksposur penjualan-nya semua ke luar negeri, di susul PT United Tractors Tbk (UNTR) yang menjual emas ke ekspor sekitar 90%. Berikut rinciannya :
Jadi bisa dibilang tiga emiten yaitu ANTM, ARCI, dan BRMS bisnis-nya masih prospek harga emas dunia yang masih akan terus naik tahun depan, ditopang likuiditas global yang semakin longgar, seiring bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) menurunkan suku bunga-nya dan demand atas emas terus naik sebagai safe haven.
Kinerja Keuangan dan Operasional ANTM vs ARCI vs BRMS
Dari sisi kinerja keuangan tiga emiten emas, ANTM, ARCI, dan BRMS menunjukkan tren pertumbuhan kuat hingga September 2025, baik dari sisi top line maupun bottom line, ditopang harga emas yang tinggi dan kenaikan volume produksi.
Mulai dari ANTM dulu, tercatat sampai September 2025 berhasil membukukan pendapatan Rp72.028,12 miliar, tumbuh 66,73% yoy, dengan laba bersih mencapai Rp5.974,58 miliar atau melonjak 171,42% yoy.
Namun secara operasional, produksi emas ANTAM justru masih tertekan, output selama sembilan bulan pertama 2025 tercatat sekitar 590 kg (setara 18.969 oz), turun dibanding tahun sebelumnya akibat kendala pasokan. Cadangan emas ANTM relatif lebih kecil dibanding dua pesaingnya, berada di kisaran ~166 ribu oz dengan resources sekitar 852 ribu oz.
Sementara itu, BRMS membukukan lonjakan kinerja paling agresif secara persentase. Pendapatan pada September 2025 tercatat Rp3.012 miliar atau naik 74,97% yoy, disertai laba bersih Rp621,96 miliar yang melompat 150,38% yoy.
Pertumbuhan ini sejalan dengan meningkatnya produksi dore yang mencapai sekitar 56,5 ribu oz pada September 2025, yang naik signifikan dibanding tahun sebelumnya seiring mulai optimalnya fasilitas pengolahan baru.
BRMS juga memiliki salah satu portofolio cadangan terbesar, dengan cadangan sekitar 4,6 juta oz dan resources lebih dari 10 juta oz, memberi ruang ekspansi produksi yang jauh lebih panjang dibanding emiten domestik lainnya.
Secara keseluruhan, ANTM unggul dari sisi skala pendapatan berkat portofolio multi-komoditas, tetapi produksi emasnya masih menghadapi kendala pasokan. ARCI dan BRMS, sebagai pure-play emas, lebih unggul dari sisi pertumbuhan produksi dan kekuatan cadangan, dengan ARCI menonjol dari sisi profitabilitas dan BRMS dari sisi percepatan output.
Jika harga emas tetap tinggi, ARCI dan BRMS berpotensi melihat kenaikan produksi lebih cepat, sementara ANTM akan sangat bergantung pada stabilisasi rantai pasokan emasnya.
Gimana Valuasinya?
Terakhir, mempertimbangkan posisi harga dari tiga emiten emas tersebut juga penting, mengingat sejak awal tahun saham ANTM, ARCI, dan BRMS sudah kompak menguat.
Pertanyaannya, apakah secara valuasi ketiganya masih menarik?
Berdasarkan perbandingan terhadap rata-rata PBV lima tahun, terlihat bahwa kondisi valuasi ketiganya tidak seragam. ANTM justru menjadi satu-satunya emiten yang masih berada di area valuasi wajar, bahkan cenderung sedikit lebih murah dibanding rerata historisnya. Sebaliknya, ARCI dan BRMS kini diperdagangkan jauh di atas PBV rata-rata lima tahun, yang menandakan valuasi keduanya sudah masuk kategori mahal atau premium dibanding historinya sendiri. Berikut rinciannya :
Namun, saham yang sudah terlihat mahal belum tentu tidak menarik. Selama permintaan investor tetap kuat, harga emas dunia stabil di level tinggi, dan kinerja laba masing-masing emiten masih mampu mengimbangi ekspansi valuasinya, ruang penguatan tetap terbuka-khususnya bagi emiten dengan pertumbuhan produksi yang sedang akseleratif seperti ARCI dan BRMS.
Di sisi lain, pelaku pasar juga perlu memperhatikan momentum teknikal untuk mendapatkan entry level yang lebih optimal. Dengan reli yang sudah cukup panjang, sinyal seperti penguatan volume, support terdekat, atau potensi pullback jangka pendek bisa membantu meminimalkan risiko sekaligus mengoptimalkan potensi cuan.
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)