Belajar dari Kebakaran Gedung: Proteksi Wajib Jadi Investasi Nyawa
Jakarta, CNBC Indonesia - Berita duka datang dari gedung Terra Drone di Jakarta Pusat pada Selasa (9/12) siang. Insiden kebakaran tersebut menewaskan 22 orang, terdiri dari tujuh laki-laki dan 15 perempuan. Peristiwa ini sekaligus memicu sorotan tajam terhadap standar keselamatan gedung tinggi di ibu kota.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung turut menanggapi kasus ini. Pramono menilai tragedi tersebut terjadi karena bangunan tidak memenuhi aturan dasar keselamatan, termasuk persyaratan proteksi kebakaran yang seharusnya menjadi standar minimum bagi gedung bertingkat.
Pramono menyebut kejadian ini sebagai peringatan keras akan pentingnya penerapan standar keamanan secara ketat dan meminta langkah tegas agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi.
Peristiwa nahas ini jadi pengingat pentingnya penerapan standar keselamatan yang ketat. Di tengah pesatnya pembangunan gedung tinggi, penerapan sistem proteksi kebakaran tidak boleh lagi dipandang sebagai beban, melainkan sebagai investasi penting untuk melindungi nyawa dan mencegah kejadian serupa terulang.
Foto: Kebakaran sebuah gedung di Cempaka Putih Utara, Kemayoran, Jakarta Pusat (Jakpus). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)Kebakaran sebuah gedung di Cempaka Putih Utara, Kemayoran, Jakarta Pusat (Jakpus). (CNBC Indonesia/Tri Susilo) |
Sebab, setiap gedung tinggi wajib mematuhi regulasi teknis keselamatan kebakaran. Ketentuan ini diatur dalam Permen PUPR No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran, yang mengatur berbagai aspek pencegahan, penanggulangan, dan evakuasi saat terjadi kebakaran.
Sistem proteksi kebakaran terbagi menjadi dua, yaitu proteksi aktif dan proteksi pasif. Keduanya harus diperhatikan secara serius agar dapat berfungsi optimal ketika kondisi darurat terjadi. Berikut penjelasan mengenai kedua jenis proteksi tersebut.
Proteksi Aktif: Sistem yang Merespons Api Secara Langsung
Proteksi aktif mencakup perangkat yang bekerja menanggulangi kebakaran secara otomatis maupun manual. Untuk gedung bertingkat, keberadaan sistem ini bersifat wajib.
1. Hydrant & Sprinkler
Sistem pemadam berbasis air yang berfungsi sebagai pertahanan utama saat kebakaran mulai membesar. Sprinkler aktif secara otomatis ketika mendeteksi panas, sedangkan hydrant digunakan petugas untuk pemadaman manual. Bangunan dengan lebih dari delapan lantai wajib memiliki sistem ini.
2. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Tabung pemadam portabel yang digunakan untuk memadamkan api pada tahap awal. Setiap lantai bangunan diwajibkan memiliki APAR dengan jenis dan kapasitas yang sesuai tingkat risiko ruangan.
3. Fire Alarm System
Sistem deteksi dini menggunakan sensor asap atau panas. Alarm yang cepat menyala sangat menentukan efektivitas evakuasi dan respons keselamatan penghuni.
4. Smoke Control System
Salah satu penyebab terbesar korban pada kebakaran gedung adalah paparan asap. Sistem pengendalian asap seperti exhaust fan dan pressurization system, dirancang agar jalur evakuasi tetap dapat dilalui dengan aman.
Foto: Kebakaran di gudang rental motor listrik MIGO di kawasan Meruya Barat, Jakarta Barat, Senin (24/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)Petugas pemadam kebakaran melakukan pemadaman api yang membakar hudang rental motor listrik MIGO di kawasan Meruya Bara, Jakarta barat, Senin (24/1/2022). Sebanyak enam mobil damkar dikerahkan dalam insiden ini. Belum ada info resmi dari pemilik gudang. Menurut warga sekitar "tiba-tiba api membesar yang berlokasi didalam gudang semua warga pada berhamburan" jelasnya. Dari pantauan CNBC Indonesia dilokasi terlihat kerangka (sasis) motor listrik MIGO sudah hangus terbakar. Diluar gedung terlihat beberapa kendaraan MIGO terselamatkan dari kebakaran. Api terlihat membubung tinggi hingga ke dalam tol dalam kota Kebon Jeruk- Tomang. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) |
Proteksi Pasif: Pertahanan yang Menghambat Penyebaran Api
Berbeda dari proteksi aktif, sistem ini tidak bergerak secara mekanis, tetapi berfungsi memperlambat penyebaran api dan asap. Tujuannya memberi waktu bagi penghuni untuk menyelamatkan diri dan bagi petugas untuk mengendalikan situasi.
1. Material Tahan Api
Penggunaan material dengan fire rating tertentu memastikan struktur bangunan mampu bertahan dalam durasi kebakaran tertentu, mulai dari dinding, plafon, hingga penutup jalur kabel.
2. Fire Door & Fire Damper
Pintu dan damper tahan api berfungsi menahan perambatan api dan asap antar-ruangan atau antar-lantai. Komponen ini biasanya ditempatkan di koridor, ruang tangga darurat, serta sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning) atau Pemanasan, Ventilasi, dan Pendingin Udara, yaitu sistem terpadu yang berfungsi mengontrol kualitas udara di dalam ruangan agar tetap nyaman dan sehat.
3. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi harus bebas hambatan, aman, dan memiliki kapasitas memadai. Jalur ini mencakup koridor, tangga darurat, serta pintu keluar yang memenuhi standar teknis keselamatan kebakaran.
4. Penerangan Darurat & Rambu Keluar
Saat listrik padam akibat kebakaran, pencahayaan darurat menjadi penuntun utama penghuni untuk menemukan jalan keluar. Rambu evakuasi yang jelas dan menyala terang sangat penting dalam situasi genting.
Sosialisasi dan Simulasi Keselamatan Kerja untuk Meminimalisir Risiko
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menekankan bahwa setiap gedung maupun pabrik seharusnya melaksanakan pelatihan atau sosialisasi penanganan darurat. Langkah ini merupakan bagian dari penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), disertai sertifikasi ahli khusus K3 kebakaran.
"Tiap bagian biasanya ada. Makanya beberapa kali terjadi kebakaran pabrik tekstil, bisa diminimalisir korban jiwa/pekerja," kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/12/2025).
Pelatihan tanggap darurat harus dilakukan secara komprehensif, mencakup materi edukasi dan simulasi. Simulasi meliputi prosedur evakuasi, penggunaan alat pemadam api, koordinasi antar tim, hingga komunikasi darurat.
Tahapan Simulasi Tanggap Darurat
Selain kebakaran, simulasi tanggap darurat untuk situasi darurat lain, seperti kebocoran gas atau gempa bumi, juga perlu dilakukan. Pelaksanaan simulasi biasanya melalui beberapa tahapan berikut.
1. Perencanaan Skenario
Menentukan jenis keadaan darurat yang akan disimulasikan, misalnya kebakaran, kebocoran gas, atau gempa bumi.Tujuannya adalah agar pelatihan dapat menyiapkan pekerja menghadapi berbagai kemungkinan.
2.Sosialisasi kepada Seluruh Pekerja
Setiap individu diberi pemahaman jelas mengenai jalur evakuasi, lokasi titik kumpul, serta peran dan tanggung jawab masing-masing selama keadaan darurat. Langkah ini penting agar setiap pekerja tahu persis apa yang harus dilakukan, sehingga proses evakuasi menjadi lebih terkoordinasi, cepat, dan aman.
3. Pelaksanaan Simulasi
Simulasi mencakup pengaktifan alarm, penggunaan alat pemadam kebakaran, serta pelaksanaan evakuasi oleh seluruh pekerja. Latihan praktis ini bertujuan untuk menguji efektivitas prosedur, memastikan koordinasi tim berjalan lancar, dan membiasakan pekerja menghadapi situasi darurat dengan tenang dan terstruktur.
4. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Peninjauan kekurangan selama simulasi menjadi dasar bagi perbaikan prosedur, koordinasi tim, dan kesiapan sarana-prasarana tanggap darurat agar sistem tanggap darurat agar lebih efektif di masa depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Foto: Kebakaran sebuah gedung di Cempaka Putih Utara, Kemayoran, Jakarta Pusat (Jakpus). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Kebakaran di gudang rental motor listrik MIGO di kawasan Meruya Barat, Jakarta Barat, Senin (24/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)