RI Siap Jadi Raja Avtur 'Hijau', Emiten Haji Isam Dapat Angin Surga
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten milik Haji Isam, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) dan PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) mendapatkan berkah dari prospek Indonesia menjadi pemain kunci produksi bahan bakar pesawat ramah lingkungan alias Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Keunggulan sebagai produsen sawit terbesar global membuat Indonesia memiliki pasokan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) dan HACPO (High Acid Crude Palm Oil) yang sangat melimpah, dua bahan baku utama dan paling ideal untuk proses pembuatan SAF berbasis HEFA (Hydroprocessed Esters and Fatty Acids).
Ditambah biaya produksi yang jauh lebih rendah dibanding Amerika dan Eropa, Indonesia berada pada posisi strategis untuk memasok kebutuhan SAF global yang terus meningkat.
Pemerintah pun memberikan dukungan penuh melalui roadmap SAF yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan, dengan fokus mengoptimalkan kilang Pertamina serta membangun rantai pasok sawit-refinery-SAF yang terintegrasi.
![]() |
Potensi besar ini menarik perhatian berbagai pemain internasional. LG Chem dari Korea Selatan dikabarkan tengah menjajaki pembangunan fasilitas SAF di Kalimantan Timur, wilayah yang dekat dengan pusat produksi sawit Indonesia.
Meskipun belum ada konfirmasi resmi, Korea Selatan yang tidak memiliki bahan baku sawit akan sangat bergantung pada pemasok dari Indonesia atau Malaysia. Di sisi lain, ENI dari Italia, perusahaan biofuel global dengan teknologi HVO dan SAF paling matang di Eropa, juga telah menandatangani MoU dengan Indonesia pada 2024 untuk kerja sama biofuel dan dekarbonisasi.
Kolaborasi ENI dan LG Chem di Korea Selatan semakin memperkuat indikasi bahwa keduanya melihat Indonesia sebagai sumber feedstock strategis untuk ekspansi SAF global.
Terobosan Awal Indonesia dalam Pengembangan SAF
Pada Oktober 2023, Pertamina dan Garuda Indonesia berhasil melakukan uji terbang komersial menggunakan campuran SAF sebesar 2.4% yang diproduksi Pertamina melalui teknologi HEFA co-processing, dengan bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO).
Pertamina juga diketahui tengah melakukan pengembangan teknologi co-processing yang memungkinkan penggunaan Used Cooking Oil (UCO) sebagai bahan baku dengan campuran 3%. Meski secara teknis Indonesia sudah memiliki kapasitas produksi SAF yang mampu memenuhi lebih dari 50% kebutuhan avtur untuk penerbangan internasional, kapasitas tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal karena belum adanya off-taker dalam jumlah besar.
Keberhasilan itu menjadi sinyal kuat bahwa integrasi SAF dalam sektor penerbangan nasional bukan lagi wacana, melainkan saat ini proses-nya sudah berjalan.
Studi Universitas Gadjah Mada (UGM) memproyeksikan bahwa kebutuhan Sustainable Aviation Fuel (SAF) akan meningkat seiring naiknya target blending yang ditetapkan pemerintah.
Indonesia's National SAF Target
![]() |
UGM memperkirakan kebutuhan SAF dapat mencapai 1,8 juta kiloliter pada 2030, tumbuh menjadi 3,6 juta kiloliter pada 2040, dan mendekati 7 juta kiloliter pada 2060. Artinya, meskipun permintaan avtur meningkat, sebagian besar kebutuhan tersebut secara bertahap akan digantikan oleh SAF sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi penerbangan nasional.
Pertumbuhan proyeksi yang selaras antara dua data ini menunjukkan bahwa kebutuhan SAF bukan hanya pendukung, tetapi komponen utama dalam pemenuhan permintaan bahan bakar penerbangan Indonesia dalam jangka panjang. Dengan target blending yang semakin tinggi, SAF diposisikan menjadi pilar penting untuk menjaga pertumbuhan industri penerbangan tanpa memperbesar jejak karbon.
![]() |
Era Permintaan Sawit Makin Ketat
Kalau nantinya produksi SAF mencapai tahap komersial penuh dalam beberapa tahun ke depan, permintaan terhadap berbagai jenis feedstock berbasis sawi, mulai dari CPO (Crude Palm Oil), RRBDPO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil), PFAD (Palm Fatty Acid Distillate), dan HACPO (High Acid Crude Palm Oil) akan meningkat secara drastis.
Lonjakan ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga untuk memasok pasar internasional yang tengah mempercepat transisi menuju bahan bakar rendah karbon. Dengan kata lain, industri sawit akan memasuki babak baru di mana permintaan tidak lagi hanya ditopang sektor pangan dan oleokimia, tetapi juga oleh sektor energi global.
Di sisi lain, pertumbuhan supply sawit justru mengalami tekanan struktural. Replanting kebun plasma dan swasta berjalan lambat selama bertahun-tahun, menyebabkan proporsi kebun tua semakin besar dan produktivitas menurun. Dampak cuaca ekstrem seperti El Niño turut menekan produksi melalui berkurangnya curah hujan dan penurunan output tandan buah segar (TBS).
Selain itu, konsumsi domestik meningkat tajam karena program biodiesel nasional (B35 dan menuju B40), yang menyerap porsi signifikan dari total produksi CPO dalam negeri.
Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan risiko structural CPO shortage, yaitu kondisi ketika pasokan sawit tidak mampu mengimbangi pertumbuhan kebutuhan.
Jika tren ini berlanjut, harga minyak sawit berpotensi memiliki price floor baru yang lebih tinggi secara jangka panjang, karena pasar akan selalu menyeimbangkan diri di tingkat harga yang mencerminkan kelangkaan struktural.
Dalam situasi ini, produk sampingan yang sebelumnya dianggap tidak terlalu bernilai, seperti PFAD, bertransformasi menjadi komoditas strategis bagi industri energi hijau global. PFAD dan HACPO akan menjadi kunci dalam proses HEFA untuk memproduksi SAF, menjadikannya komponen bernilai tinggi sekaligus rebutan di industri biofuel dunia. Dengan demikian, sawit Indonesia bukan hanya menjadi bahan pangan dan industri, tetapi juga pondasi penting dalam peta energi terbarukan global.
Saham Haji Isam : JARR dan PGUN Bakal Dapat Berkah
Di tengah pergeseran besar menuju biofuel ini, emiten-emiten yang berbasis Kalimantan menjadi kandidat kuat penerima manfaat, terutama emiten milik Haji Isam seperti PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) dan PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN).
JARR memiliki keunggulan paling langsung karena sudah memiliki refinery dan pabrik biodiesel, sehingga tinggal selangkah lagi untuk masuk ke rantai pasok SAF. Lokasinya di Kalimantan Selatan juga strategis dekat ekosistem energi dan logistik Jhonlin Group.
Sementara PGUN, dengan kebun yang berlokasi di Kalimantan Timur, dekat dengan rumor pembangunan fasilitas SAF Korea/Jepang yang berpotensi besar menjadi pemasok feedstock yang efisien ketika permintaan SAF meningkat lokal maupun regional.
Asal tahu saja, saham JARR dan PGUN sudah naik kencang dari awal tahun. Sampai perdagangan kemarin Selasa (9/12/2025) saham PGUN sudah terbang lebih dari 2500% secara year-to-date (YTD) JARR menyusul melejit lebih dari 1000% YTD.
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)

