30 Tahun Gempa Dahsyat di Jepang: Mana yang Paling Mematikan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Jepang kembali dilanda gempa bumi dengan kekuatan 7,5magnitudo pada Senin (8/12/2025) malam. Gempa tersebut sempat memicu peringatan tsunami serta mendorong aparat mengevakuasi puluhan ribu warga sebagai langkah antisipasi.
Badan Meteorologi Jepang (JMA) awalnya memperkirakan tsunami setinggi 3 meter dapat menghantam pesisir setelah gempa terjadi pada pukul 23.15 waktu setempat. Gelombang setinggi 20-70 cm pun terpantau di sejumlah pelabuhan di Hokkaido, Aomori, dan Iwate.
Gempa berpusat 80 km di lepas pantai Aomori, pada kedalaman 54 km. Intensitas guncangan tercatat "6 atas" pada skala seismik Jepang di kota Hachinohe, level yang membuat orang sulit berdiri dan berpotensi meruntuhkan furnitur berat serta merusak kaca bangunan.
Hingga Selasa petang, NHK melaporkan minim kerusakan besar atau korban jiwa. Seorang karyawan hotel di Hachinohe mengatakan sejumlah tamu terluka dan dibawa ke rumah sakit dalam kondisi sadar.
Gempa bermagnitudo 7,5 yang mengguncang timur laut Jepang awal pekan ini kembali memperlihatkan betapa aktifnya aktivitas seismik di Negeri Sakura.
Sejarah Gempa Jepang
Melansir earthquakelist.org, dalam 10 tahun terakhir tercatat sebanyak 10.340 gempa bermagnitudo 4,0 ke atas terjadi dalam radius 300 kilometer dari Jepang. Artinya, secara rata-rata terjadi 1.034 gempa per tahun, atau sekitar 86 gempa per bulan. Bahkan, satu gempa mengguncang wilayah sekitar Jepang hampir setiap delapan jam sekali.
Jepang berada di jalur Pacific Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik, kawasan dengan aktivitas gempa dan gunung berapi paling aktif di dunia. Jalur ini membentang sepanjang sekitar 40 ribu kilometer dan dihuni oleh kurang lebih 450 gunung berapi aktif.
Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, Jepang telah berkali-kali dilanda gempa besar dengan kekuatan di atas 7 skala Richter. Namun, salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah modern Jepang terjadi pada gempa dahsyat di wilayah Tohoku pada 2011 silam.
Gempa berkekuatan 9,1 SR tersebut menelan korban jiwa hingga 19.786 orang serta hampir meluluhlantakkan pesisir timur Jepang, mulai dari Fukushima hingga Iwate, akibat kombinasi guncangan ekstrem dan tsunami raksasa.
Berikut daftar gempa di Jepang dengan kekuatan di atas 7 SR dalam 30 tahun terakhir.
Gempa Tōhoku 2011
Gempa besar Tōhoku terjadi pada 11 Maret 2011 dan menjadi salah satu bencana alam paling parah dalam sejarah Jepang modern. Gempa bermagnitudo 9,1 terjadi di lepas pantai timur laut Pulau Honshu dan menyebabkan kerusakan luas di daratan, terutama di wilayah pesisir timur Jepang.
Guncangan kuat tersebut diikuti oleh serangkaian gelombang tsunami besar yang menghantam kawasan pesisir, khususnya di Region Tōhoku. Sejumlah kota pesisir di Miyagi, Iwate, hingga Fukushima mengalami kerusakan berat akibat terjangan tsunami yang menyapu permukiman, pelabuhan, serta fasilitas umum.
Tsunami juga memicu kecelakaan nuklir besar di PLTN Fukushima Daiichi setelah sistem pendinginan reaktor terganggu. Insiden ini menyebabkan pelepasan radiasi, evakuasi massal penduduk, serta krisis energi yang berdampak jangka panjang bagi Jepang.
Secara keseluruhan, bencana ini menyebabkan 19.786 orang meninggal dunia, ratusan ribu rumah rusak atau hancur, serta kerugian ekonomi dalam skala sangat besar. Gempa dan tsunami Tōhoku 2011 kemudian menjadi titik balik kebijakan mitigasi bencana, tata kelola pesisir, serta kebijakan energi nasional Jepang.
Gempa Hanshin-Awaji 1995
Gempa Hanshin-Awaji berpusat di sekitar Kobe dan Osaka, dua kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi pada saat itu. Gempa terjadi di patahan Nojima Fault dan memicu pergeseran sesar mendatar dangkal sepanjang sekitar 40 kilometer, dari bagian utara Pulau Awaji hingga Kobe. Getaran ekstrem berlangsung sekitar 20 detik dan menghasilkan guncangan tanah yang sangat merusak.
Dampak pergeseran tanah tercatat signifikan. Pulau Awaji mengalami perpindahan horizontal hingga 1,5 meter, sementara wilayah Kobe mencatat pergeseran sekitar 30 sentimeter. Kombinasi guncangan kuat dan lokasi pusat gempa yang sangat dekat dengan kawasan urban memicu kehancuran luas di wilayah permukiman, pusat bisnis, hingga infrastruktur transportasi.
Bencana ini menewaskan lebih dari 6.400 orang, melukai sekitar 43.000 orang, serta memaksa lebih dari 300.000 warga mengungsi.
Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai US$130 miliar, termasuk lebih dari US$100 miliar kerusakan properti dan infrastruktur, serta tambahan kerugian akibat terhentinya aktivitas ekonomi. Gempa Hanshin-Awaji tercatat sebagai gempa paling mematikan kedua di Jepang pada abad ke-20, setelah Gempa Besar Kanto 1923.
Tragedi ini kemudian menjadi pemicu reformasi besar dalam sistem ketahanan bencana Jepang, mulai dari pembaruan kode bangunan, penguatan struktur gedung melalui retrofit seismik, hingga penguatan sistem respons darurat.
Pemerintah Jepang juga menetapkan 17 Januari sebagai Hari Pencegahan Bencana dan Kesukarelawanan untuk mengenang para korban sekaligus memperkuat komitmen nasional terhadap mitigasi bencana
Gempa Semenanjung Noto 2024
Gempa berkekuatan 7,5 hingga 7,6 magnitudo mengguncang wilayah Prefektur Ishikawa di pesisir utara Semenanjung Noto pada 1 Januari 2024. Gempa ini mencapai intensitas maksimum 7 pada skala seismik Jepang (shindo), level tertinggi yang mencerminkan kekuatan guncangan sangat ekstrem di titik sumbernya.
Dalam sepekan setelah gempa utama, ratusan gempa susulan tercatat mengguncang kawasan tersebut. Selain itu, muncul berbagai bencana turunan seperti longsor, kebakaran, kenaikan permukaan tanah (uplift), tsunami lokal, serta likuefaksi.
Gempa ini bahkan menyebabkan garis pantai bergeser hingga 250 meter, memperluas daratan di sejumlah titik pesisir. Tsunami setinggi 40 hingga 120 sentimeter menerjang kota-kota pesisir, dengan sedikitnya 120 hektare wilayah daratan terendam, berdasarkan data Kementerian Pertanahan Jepang.
Dalam satu bulan pertama pascagempa, tercatat hampir 1.000 kejadian longsor. Meski sebagian besar tidak merusak bangunan secara langsung, longsor tersebut memutus akses jalan dan sungai, mengisolasi desa-desa, menghambat proses pemulihan, serta meningkatkan risiko longsor lanjutan. Pada 3 Juni 2024, wilayah Noto kembali diguncang beberapa gempa berkekuatan menengah, dan para ahli menyebut rangkaian ini masih berkaitan dengan gempa utama Januari.
Harian The Japan Times melaporkan bahwa Semenanjung Noto sejak akhir 2020 sebenarnya telah mengalami seismic swarm, yakni aktivitas banyak gempa kecil dalam area sempit yang tidak mengikuti pola gempa utama dan susulan.
Sepanjang 2023, kekuatan gempa di kawasan ini berkisar antara magnitudo 4,0 hingga 6,3, dengan faktor hujan, salju, serta kenaikan muka air laut turut memperbesar risiko bencana.
Kota Wajima menjadi wilayah yang paling terdampak. Sebagian besar dari sekitar 23.000 penduduk sempat mengungsi mengikuti perintah evakuasi tsunami. Meski begitu, Wajima tetap mencatat korban terbanyak serta kerusakan fisik paling signifikan di
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)