MARKET DATA

Dicari! Bos dengan Kekuasaan Super Ngeri, Pengendali Rp500.000 Triliun

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
27 November 2025 14:35
Ilustrasi
Foto: Hunters Race via Unsplash

Jakarta, CNBC Indonesia - Perebutan kursi Ketua The Federal Reserve (The Fed) kembali memanas. Sosok yang akan terpilih sebagai bos baru bank sentral AS ini akan memegang kendali atas perekonomian terbesar dunia dan keputusan-keputusannya mampu mengguncang pasar global.

Situasi ini terjadi menjelang ekspektasi pengumuman resmi dari Pemerintahan Donald Trump, yang diperkirakan akan memilih kandidat kuat Ketua The Fed dalam satu minggu mendatang.

Saat ini pucuk pimpinan The Fed dijabat oleh Jerome H. Powell, yang pertama kali memegang jabatan Ketua pada 2018 dan kembali ditunjuk untuk masa jabatan kedua pada 2022 silam.

Sesuai aturan, masa jabatan Ketua The Fed berlangsung selama empat tahun, sehingga periode kepemimpinan Powell dijadwalkan berakhir pada Mei 2026.

Mengapa Kursi Ketua The Fed Begitu Penting?

Kursi Ketua The Fed bukan sekadar jabatan teknokrat. Pemegang posisi ini mengendalikan denyut nadi perekonomian terbesar dunia. Melalui kebijakan suku bunga, operasi pasar terbuka, dan pengelolaan neraca yang kini mencapai US$7-8 triliun, Ketua The Fed mempengaruhi uang beredar (M2) lebih dari US$20 triliun serta perekonomian AS bernilai US$27 triliun.

Federal Reserve Board Chair Jerome Powell speaks during a news conference at the Federal Reserve in Washington, DC, on May 3, 2023. - The Fed has been on an aggressive campaign of interest-rate hikes since March last year, rapidly raising rates to help target high inflation, which remains above its long-term target of two percent. (Photo by SAUL LOEB / AFP)Foto: Ketua The Fed Jerome Powell. (AFP/SAUL LOEB)
Federal Reserve Board Chair Jerome Powell speaks during a news conference at the Federal Reserve in Washington, DC, on May 3, 2023. - The Fed has been on an aggressive campaign of interest-rate hikes since March last year, rapidly raising rates to help target high inflation, which remains above its long-term target of two percent. (Photo by SAUL LOEB / AFP)

Dengan kata lain, satu keputusan Ketua The Fed dapat menggoyang lebih dari US$30 triliun uang global atau sekitar Rp 499.690 triliun atau hampir Rp 500.000 atau Rp499,65 kuadriliun (asumsi kurs Rp16.655/US$1) dan merembet ke pasar keuangan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Siapa pun yang terpilih nantinya akan memegang kendali atas arah suku bunga global, nilai tukar dolar, hingga arus modal internasional. Dampaknya langsung terasa pada pergerakan yield Treasury bernilai puluhan triliun dolar dan stabilitas keuangan dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia.

Berapa Gaji Ketua The Fed?

Menariknya, di balik skala kekuasaan yang sangat besar, gaji Ketua The Fed justru relatif kecil dibanding mandat yang di emban. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Kongres AS melalui Executive Schedule Level I, gaji Ketua The Federal Reserve pada 2025 tercatat sebesar US$250.600 per tahun, atau sekitar Rp4,17 miliar (asumsi kurs Rp16.655/US$1).

Sebagai perbandingan, anggota Dewan Gubernur The Fed lainnya menerima gaji sekitar US$225.700 per tahun. Seluruh anggota Board of Governors, termasuk Ketua, merupakan pejabat yang dinominasikan Presiden AS dan harus melalui proses konfirmasi Senat.

Saat ini, Pemerintahan Trump telah mengerucutkan lima nama dalam daftar pendek calon Ketua The Fed. Berikut lima kandidat yang masuk dalam radar Gedung Putih:

Kevin Hasset : Kandidat Terkuat dan Loyalis Trump

Kevin Hassett saat ini menjabat sebagai Direktur National Economic Council (NEC) dan merupakan sosok yang sangat dekat dengan Presiden Donald Trump. Ia telah lama menjadi penasihat ekonomi kepercayaan Trump, termasuk saat menjabat di pemerintahan periode pertama. Kedekatan politik dan personal inilah yang menjadikannya kandidat terkuat untuk menduduki kursi Ketua The Fed.

Dalam wawancara terbarunya dengan Yahoo Finance, Hassett menegaskan bahwa prioritasnya adalah mengembalikan independensi The Fed, memperkuat kebijakan uang yang sehat, serta memastikan suku bunga benar-benar selaras dengan kondisi ekonomi aktual.

Ia mengkritik keras The Fed karena menganggap lonjakan inflasi selama pandemi dan stimulus era Biden sebagai fenomena sementara. Hassett juga menyoroti inkonsistensi kebijakan ketika The Fed menaikkan suku bunga pada saat pemotongan pajak era Trump berjalan, lalu justru memangkas suku bunga tepat sebelum pemilu 2024.

Menurutnya, sejumlah keputusan The Fed dalam beberapa tahun terakhir terlihat "politis" dan tidak sepenuhnya didasarkan pada data. Hassett menyebut bahwa ada banyak pekerjaan "bersih-bersih" yang perlu dilakukan di internal The Fed untuk memulihkan kredibilitas dan independensinya. Ia yakin siapa pun yang dipilih Trump harus siap melakukan perombakan struktural tersebut.

Dari sisi kebijakan moneter, Hassett sejalan dengan keinginan Trump agar suku bunga berada di level yang jauh lebih rendah. Ia menilai akan menjadi kesalahan besar jika The Fed menghentikan siklus pemangkasan suku bunga pada Desember, terutama karena dampak government shutdown terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2025 masih belum jelas.

Hassett bahkan terbuka pada opsi pemangkasan agresif sebesar 50 basis poin, dua kali lipat dari laju pemangkasan dalam dua pertemuan terakhir.

Chris Waller

Nama lain yang mencuat adalah Chris Waller, seorang teknokrat karier di internal The Fed yang belakangan dikenal sebagai salah satu suara paling vokal dalam mendorong penurunan suku bunga.

Christopher Waller The Fed. (Dok. federalreservehistory)Foto: Christopher Waller The Fed. (Dok. federalreservehistory)
Christopher Waller The Fed. (Dok. federalreservehistory)

Waller memandang risiko di pasar tenaga kerja jauh lebih besar dibanding ancaman inflasi yang berulang, terutama karena pelemahan payroll berasal dari menurunnya permintaan tenaga kerja, bukan hanya berkurangnya imigrasi.

Chris Waller bukan sosok baru bagi Trump. Ia diangkat menjadi Gubernur The Fed pada masa pemerintahan Trump pada periode pertama. Sebelum itu, ia menjabat sebagai Direktur Riset di Federal Reserve Bank of St. Louis sejak 2009 hingga 2020, posisi yang memberinya reputasi sebagai ekonom makro dan peneliti kebijakan yang sangat dihormati di internal The Fed.

Dalam sejumlah pernyataan, Waller menilai bahwa tarif hanya memberikan efek satu kali pada inflasi dan bahwa harga konsumen sudah bergerak menuju target 2% jika faktor tarif dikeluarkan. Rekam jejaknya sebagai ekonom yang diangkat Trump di periode pertama membuat namanya masuk sebagai kandidat kompromi atau cukup dovish untuk memenuhi agenda Trump, namun tetap memiliki citra kredibel di mata pelaku pasar.

Michelle Bowman

Michelle Bowman menjadi salah satu kandidat yang patut diperhitungkan karena posisinya sebagai anggota aktif Dewan Gubernur The Fed dan Wakil Ketua Pengawasan (Vice Chair for Supervision), jabatan strategis yang mengawasi stabilitas serta regulasi perbankan Amerika Serikat.

Bowman merupakan sosok yang diangkat oleh Donald Trump pada masa jabatan pertamanya, dan tahun ini kembali mendapatkan promosi ke posisi pengawasan tertinggi di bank sentral. Keselarasan pandangannya dengan garis kebijakan pemerintahan Trump membuatnya masuk dalam radar penting dalam bursa calon Ketua The Fed.

Bowman, seperti dua kandidat sebelumnya, juga mendukung suku bunga yang lebih rendah.

Trump Tunjuk Michelle Bowman Sebagai Wakil Ketua Pengawasan The FedFoto: CNBC Indonesia TV
Trump Tunjuk Michelle Bowman Sebagai Wakil Ketua Pengawasan The Fed

Kekhawatirannya berpusat pada meningkatnya "kerapuhan" di pasar tenaga kerja, yang menurutnya mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan struktural.

Ia bahkan telah memperkirakan tiga kali penurunan suku bunga tahun ini dan diperkirakan akan kembali mendukung pemangkasan pada pertemuan bulan depan. Posisi dovish-nya yang konsisten membuatnya sejalan dengan preferensi Gedung Putih dan pelaku industri yang berharap suku bunga masuk fase pelonggaran lebih cepat.

Dengan rekam jejak sebagai regulator yang tegas, pro-deregulasi, dan pendukung suku bunga lebih rendah, Bowman masuk dalam persaingan sebagai kandidat dengan paket lengkap: pengalaman, pandangan kebijakan yang selaras dengan Trump, dan agenda reformasi yang jelas untuk memperkuat pengawasan tanpa membebani sektor perbankan.

Kevin Warsh

Kevin Warsh adalah sosok paling senior dalam daftar kandidat ketua The Fed. Pengalamannya sebagai gubernur The Fed pada periode krisis 2008, ketika ia menjadi jembatan Ben Bernanke ke Wall Street, membuatnya dipandang sebagai figur yang mampu menghadapi tekanan. Warsh juga dikenal memiliki hubungan panjang dengan Trump dan pernah diwawancarai untuk posisi Ketua The Fed pada 2017.

Warsh merupakan kritikus tajam kebijakan The Fed saat ini. Dalam tulisannya di Wall Street Journal, ia menilai The Fed terlalu pesimistis melihat risiko stagflasi dan justru mengabaikan potensi besar AI dalam menekan inflasi jangka panjang melalui produktivitas.

Profil Kevin Warsh. (CNBC Internasional)Foto: Profil Kevin Warsh. (CNBC Internasional)
Profil Kevin Warsh. (CNBC Internasional)



Ia percaya bahwa inflasi bersumber dari belanja pemerintah yang berlebihan, bukan pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat. Jika Trump membutuhkan sosok yang berani melakukan perubahan besar, Warsh hampir pasti menjadi kandidat yang pas.

Rick Rieder

Rick Rieder merupakan sosok paling dekat dengan pasar di antara para kandidat Ketua The Fed. Sebagai Kepala Divisi Fixed Income BlackRock, ia mengelola portofolio obligasi raksasa senilai US$2,4 triliun atau salah satu yang terbesar di dunia.

Pengalaman panjangnya di dunia pasar keuangan membuatnya memiliki kedekatan kuat dengan dinamika likuiditas global, pergerakan yield Treasury, dan sentimen investor internasional. Selain itu, Rieder pernah menjabat sebagai wakil ketua sekaligus anggota Borrowing Committee di Departemen Keuangan AS, serta menjadi anggota Investment Advisory Committee on Financial Markets milik The Fed, memberinya sudut pandang unik di antara teknokrat dan pelaku pasar.

Dalam beberapa komentarnya, Rieder menilai bahwa The Fed bisa dan seharusnya memangkas suku bunga pada Desember mendatang. Ia mengakui bahwa inflasi masih berada di atas target 2%, tetapi menurutnya kondisi pasar tenaga kerja saat ini jauh lebih mengkhawatirkan.

Profil Rick Rieder. (CNBC Internasional)Foto: Profil Rick Rieder. (CNBC Internasional)
Profil Rick Rieder. (CNBC Internasional)

Rieder menyoroti adanya kesenjangan struktural yang muncul di dunia kerja, yang menurutnya akan menjadi isu besar dalam beberapa tahun ke depan. Ia berpendapat bahwa jika sektor kesehatan dikeluarkan dari perhitungan, pertumbuhan lapangan kerja pada musim semi dan musim panas lalu sebenarnya berada pada tingkat negatif indikasi jelas bahwa ketahanan pasar tenaga kerja mulai menurun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)


Most Popular