Jakarta, CNBC Indonesia - Keran likuiditas global tampaknya telah dibuka kembali secara masif. Setelah melewati fase pengetatan yang menyakitkan selama dua tahun terakhir, jumlah uang beredar dalam arti luas (Global M2 Money Supply) mencatatkan lonjakan signifikan pada November 2025. Fenomena ini mengirimkan sinyal kuat ke pasar keuangan: era easy money mungkin telah kembali.
Berdasarkan data terbaru, Global M2 Supply per November 2025 tercatat menembus angka US$ 113,98 triliun atau sekitar Rp 1.903.466 triliun atau Rp 1,9 juta triliun (US$1=Rp 16.700), dengan pertumbuhan tahunan (YoY) mencapai 8,12%.
Angka pertumbuhan ini adalah yang tertinggi sejak kegilaan stimulus pandemi tahun 2020 lalu. Sebagai perbandingan, pada Desember 2024 pertumbuhan M2 hanya berada di level 1,34%, dan di 2023 sebesar 2,05%.
Lonjakan drastis ke level 8% ini mengindikasikan bahwa bank sentral utama dunia (bank sentral Amerika Serikat The Fed, bank sentral Eropa ECB, bank sentral China PBOC, dan lainnya) telah beralih dari mode "rem" ke mode "gas" untuk menopang pertumbuhan ekonomi global yang sempat terancam resesi.
Notes : November 2025 dibandingkan dengan data Desember 2024
Korelasi M2 dan Nasib Pasar Keuangan
Untuk memahami betapa krusialnya angka 8,12% ini, kita perlu melihat sejarah korelasi antara M2 dan kondisi makroekonomi satu dekade terakhir.
Implikasi Makro 2025 Dengan Kembalinya Risk-On Aset
Lonjakan pertumbuhan M2 menjadi 8,12% di November 2025 adalah game changer. Secara historis, ketika pertumbuhan M2 melampaui rata-rata GDP global, kelebihan likuiditas tersebut akan tumpah ke pasar aset keuangan.
Kenaikan suplai uang ini kemungkinan besar didorong oleh kombinasi pemangkasan suku bunga global yang agresif dan stimulus fiskal baru dari negara-negara ekonomi utama-kemungkinan besar China dan AS-untuk mencegah stagnasi.
Bagi investor, ini adalah sinyal Risk-On. Aset-aset yang sensitif terhadap likuiditas seperti saham growth stock, komoditas industri, hingga mata uang kripto biasanya menjadi penerima manfaat utama dari ekspansi M2. Jika tren ini berlanjut hingga akhir tahun, kita mungkin sedang menatap window dressing dan awal tahun 2026 yang sangat bullish.
Namun, perlu diingat, banjir uang selalu membawa efek samping klasik yakni Inflasi. Apakah lonjakan M2 ini akan kembali memicu kenaikan harga barang di tahun depan? Itu adalah risiko makro yang harus tetap diwaspadai di tengah pesta likuiditas ini.
-
CNBC INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)