
Diguncang Demo: Begini Kondisi Terbaru 7 Indikator Ekonomi RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak demonstrasi yang melanda sejumlah daerah, khususnya di Jakarta, akhir pekan lalu memicu ketidakpastian politik dan menambah kekhawatiran pasar serta pelaku usaha terhadap arah perekonomian nasional.
Demo yang terjadi pekan lalu terbilang cukup anarkis dibandingkan aksi-aksi sepanjang tahun ini. Massa membakar kantor pos polisi, halte TransJakarta, Gedung DPRD, rumah dinas, hingga melakukan penjarahan di kediaman beberapa anggota DPR dan menteri keuangan.
Di tengah situasi penuh ketidakpastian ini, pemerintah menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia tetap solid dan prospek pertumbuhan masih berada di jalur positif.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa peristiwa politik yang terjadi bersifat jangka pendek dan tidak mengubah arah perekonomian nasional.
"Fundamental ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang solid. Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 mencapai 5,12%, PMI manufaktur sudah kembali ke level ekspansi 51,5, inflasi terkendali, serta neraca perdagangan konsisten mencatat surplus," ujar Airlangga dalam konferensi pers di Bursa Efek Indonesia, Senin (1/9/2025).
Airlangga menambahkan bahwa optimisme pasar tetap perlu dijaga, seiring indikator konsumsi domestik yang kuat, penjualan ritel yang meningkat, serta impor barang modal yang melonjak 32,5% sebagai tanda ekspansi industri.
"IHSG bahkan sempat mencetak all time high di 7.926 pada 25 Agustus sebelum terkoreksi saat demonstrasi besar. Situasi ini kami yakini bersifat sementara. Pemerintah terus mendorong optimisme jangka menengah dan panjang untuk mencapai target pertumbuhan 5,0-5,2% tahun ini," tegasnya.
Berikut tim riset CNBC Indonesia merangkum kondisi perekonomian Indonesia terkini berdasarkan sejumlah indikator utama :
1. Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencatat pertumbuhan 5,12% secara tahunan (year on year/yoy), melampaui capaian kuartal I-2025 yang berada di level 4,87%. Capaian ini sekaligus mengungguli angka psikologis pertumbuhan ekonomi 5% yang menjadi tolok ukur stabilitas ekonomi nasional.
Kinerja ini terbilang positif di tengah kondisi ekonomi global yang melambat. Pertumbuhan yang lebih tinggi dari ekspektasi ini menunjukkan kemampuan ekonomi Indonesia menjaga momentum, ditopang konsumsi rumah tangga yang solid, kinerja ekspor yang tetap positif, dan realisasi belanja pemerintah yang efektif.
2. Inflasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2025 turun atau mengalami deflasi 0,08% secara bulanan (month to month/mtm). Dengan capaian ini, tingkat inflasi tahunan tercatat sebesar 2,31%, melandai dari 2,37% pada Juli lalu.
"Agustus deflasi 0,08%," ujar Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers, Senin (1/9/2025).
Angka ini lebih rendah dari ekspektasi pasar. Berdasarkan konsensus 10 institusi yang dihimpun CNBC Indonesia, inflasi Agustus sebelumnya diperkirakan naik 0,09% (mtm) dengan inflasi tahunan 2,49% dan inflasi inti 2,3%.
Sebagai perbandingan, pada Juli 2025 lalu, inflasi melonjak 0,30% (mtm) dan 2,37% (yoy), sementara inflasi inti tercatat sebesar 2,37%.
3. Suku Bunga
Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) saat ini berada di level 5,0%. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) terakhir pada 19-20 Agustus 2025, BI memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 basis poin. Bersamaan dengan itu, suku bunga Deposit Facility turun menjadi 4,25% dan suku bunga Lending Facility menjadi 5,75%.
Sepanjang tahun ini, BI telah memangkas suku bunga sebanyak empat kali dengan total pemangkasan sebesar 100 basis poin. Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kapasitas perekonomian.
"kebijakan makroprudensial longgar terus diperkuat untuk mendorong kredit/pembiayaan, menurunkan suku bunga, dan meningkatkan likuiditas perbankan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.," dikutip dari siaran pers di situs resmi BI.
4. Rupiah
Nilai tukar rupiah berhasil bangkit pada awal perdagangan pekan ini setelah sempat tertekan pada akhir pekan lalu. Rupiah dibuka menguat 0,21% ke posisi Rp16.450 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin (1/9/2025).
Kinerja positif rupiah kali ini ditopang oleh intervensi aktif Bank Indonesia (BI) yang menjaga stabilitas nilai tukar sekaligus memastikan kecukupan likuiditas rupiah. Dukungan tambahan datang dari pelemahan indeks dolar AS (DXY) yang sudah terkoreksi dalam dua hari perdagangan terakhir.
BI menegaskan akan terus berada di pasar untuk meredam volatilitas rupiah di tengah gejolak politik domestik. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, menuturkan bahwa otoritas moneter memastikan rupiah tetap bergerak sesuai fundamental.
"Bank Indonesia terus memperkuat langkah-langkah stabilisasi, termasuk intervensi NDF di pasar off-shore dan intervensi di pasar domestik melalui transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder," ujar Erwin kepada CNBC Indonesia, Senin (1/9/2025).
Dengan kombinasi intervensi BI dan tekanan yang mereda di indeks dolar AS, rupiah menunjukkan sinyal pemulihan setelah sempat mencatat pelemahan tajam pada perdagangan Jumat (29/8/2025) lalu, ketika ditutup turun 0,89% di posisi Rp16.485/US$.
Pelemahan tersebut menjadi yang paling tajam dalam empat bulan terakhir.
Tren pelemahan rupiah belakangan ini tidak lepas dari meningkatnya ketidakpastian politik di tengah maraknya demonstrasi. Aksi massa yang berlangsung sejak pekan lalu menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap stabilitas domestik yang meningkatkan tekanan pada aset berisiko domestik, termasuk rupiah.
5. PMI Manufaktur Indonesia
Aktivitas manufaktur Indonesia akhirnya masuk fase ekspansi di Agustus setelah terkontraksi empat bulan sebelumnya.
Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (1/9/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 51,5 pada Agustus 2025 atau mengalami ekspansi. Laju ekspansi ini adalah yang pertama dalam lima bulan setelah PMI terkontraksi empat bulan beruntun sebelumnya.
Sebelumnya, PMI sudah terkontraksi sebesar 46,7 di April, kemudian 47,4 di Mei, berlanjut di Juni 46,9, dan Juli 49,2.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
6. Tingkat Pengangguran RI
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) RI terakhir yang di umumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 sebesar 4,76%, turun 0,06% dibandingkan periode yang sama 2024.
Sementara jumlah pengangguran RI per Februari 2025 tercatat sebanyak 7,28 juta orang. Angka ini naik dibandingkan Februari 2024 sebesar 7,20 juta orang.
Dari jumlah total pengangguran di Februari 2025 tersebut tantangan terbesar terlihat pada kelompok usia muda, di mana sekitar 3,55 juta diantaranya berasal dari generasi Z yakni yang berusia antara 15-24 tahun, kemudian disusul oleh kelompok usia 25-34 tahun dengan total pengangguran mencapai 1,94 juta orang.
Sementara itu, pengangguran di usia produktif 35-44 tahun mencapai 684 ribu orang, kemudian usia 45-54 tahun sebanyak 528 ribu orang, USIA 55-64 tahun sebanyak 416,1 ribu orang, dan usia 65 tahun ke atas sebesar 160,3 ribu orang.
Data ini menunjukkan pentingnya peran pemerintah dalam membuat strategi penciptaan lapangan kerja yang lebih besar lagi terutama untuk generasi muda yang menjadi tulang punggung produktivitas ekonomi nasional.
7. Tingkat Kemiskinan
Jumlah warga miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang per Maret 2025, mengalami penurunan tipis dibandingkan periode sebelumnya. Bahkan ini terendah dalam dua dekade. Dilihat dari prosentase, tingkat kemiskinan per Maret 2025 mencapai 8,47%.
"Angka kemiskinan tahun 2025 merupakan terendah selama 2 dekade," ungkap Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)