Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara ambruk di tengah banyaknya sentiment negatif.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Selasa (25/11/2025) jatuh 0,93% ke US$ 111,4 per ton.
Pelemahan ini berbanding terbalik dengan penguatan tipis 0,04% pada Senin.
Harga batu bara ambruk di tengah banyaknya kabar negatif. Analisis Shipping di BIMCO memperkirakan pengiriman batu bara ke negara-negara maju diperkirakan turun 2% (yoy) pada 2025, mencapai level terendah dalam 23 tahun.
Penurunan ini akan menjadi koreksi ketiga tahun berturut-turut, terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan batu bara kokas akibat turunnya produksi baja.
BIMCO (Baltic and International Maritime Council) merupakan organisasi pelayaran terbesar di dunia yang berbasis di Denmark.
Menurut World Steel Association, produksi baja global turun 2,1% (yoy tara Januari hingga Oktober. Hal ini berdampak pada permintaan batu bara kokas.
Negara-negara maju yang bergantung pada impor batu bara kokas menunjukkan pelemahan yang nyata, dengan produksi baja turun 3,4% (yoy) di Uni Eropa, 4,1% (yoy) di Jepang, dan 3,6% (yoy) di Korea Selatan. Akibatnya, pengiriman batu bara kokas ke negara-negara maju turun 10% (yoy).
Sebaliknya, data menunjukkan pengiriman batu bara termal-digunakan untuk pembangkit listrik- ke negara-negara maju turun 30% antara 2022 dan 2024.
Namun, secara mengejutkan pengirimannya naik 1% (yoy) sejauh ini pada 2025. Kenaikan didorong oleh meningkatnya pengiriman ke Uni Eropa pada awal tahun.
Permintaan listrik meningkat di Jerman dan Belanda, sementara pembangkitan listrik dari tenaga angin dan tenaga air menurun. Pengiriman ke Jepang dan Korea tetap stabil karena meningkatnya permintaan listrik dari pusat data AI dan manufaktur semikonduktor mampu mengimbangi pertumbuhan pembangkitan listrik dari energi terbarukan.
Foto: BIMCOPengiriman batu bara ke negara maju |
Filipe Gouveia, Manajer Analisis Shipping di BIMCO, menjelaskan negara-negara maju diperkirakan hanya menjadi tujuan 29% dari total pengiriman batu bara pada 2025. Proporsi ini turun tajam dari 77% pada 23 tahun lalu. Meski demikian, mereka masih akan mewakili sekitar 7% dari total kargo dry bulk global.
"Penurunan pengiriman tahun ini diperkirakan berdampak negatif terhadap pasar, terutama pada segmen panamax dan capesize," ujar Gouveia, dikutip dari marinelinke.com.
Sejauh ini pada 2025, 57% kargo tersebut diangkut menggunakan kapal panamax dan 30% lainnya dengan kapal capesize. Persaingan harga dari segmen panamax tampaknya meningkat, menaikkan pangsa kargo mereka sebesar tiga poin persentase dibandingkan 2024.
Tahun depan, permintaan impor batu bara kokas dari negara-negara maju bisa pulih, terutama di Eropa.
World Steel Association memperkirakan permintaan baja Eropa akan naik 3% didorong oleh peningkatan belanja infrastruktur dan pertahanan. Hal ini dapat menopang produksi baja di Eropa, terutama jika Uni Eropa menaikkan tarif baja dan memangkas kuota impor bebas bea.
Namun dalam jangka menengah, BIMCO memperkirakan permintaan batu bara kokas akan tumbuh lebih lambat dibandingkan produksi baja. Produksi baja daur ulang diperkirakan akan meningkat secara bertahap, dan proses ini tidak membutuhkan batu bara kokas.
"Permintaan impor batu bara termal diproyeksikan terus menurun dalam beberapa tahun ke depan, sehingga berdampak negatif pada permintaan kapal. Antara 2025 dan 2030, kapasitas energi terbarukan diperkirakan tumbuh 64% di Eropa, 30% di Jepang, dan 49% di Korea Selatan, menurut International Energy Agency," ujar Gouveia.
Harga Batu Bara China Terus Turun
Sementara itu, harga batu bara kokas di China terus melemah seiring menurunnya minat beli.
Pasar menunjukkan aktivitas transaksi yang sangat tipis. Aktivitas turun karena permintaan dari industri baja dan pabrik kokas melambat serta adanya oversupply batu bara kokas.
Permintaan global terhadap kokas dari China bisa juga menurun, seiring melemahnya konsumsi domestik dan oversupply. Ini riskan bagi eksportir atau produsen luar yang menarget pasar China.
Dikutip dari Sxcoal, beberapa perusahaan tambang menurunkan harga beli rata-rata, mencerminkan turunnya minat pembelian dari utilitas/pembangkit listrik karena permintaan yang melemah.
Dari total sekitar 90 tambang yang disurvei, hanya sebagian kecil menaikkan harga, sebagian lain menurunkan, sedangkan sebagian besar menahan harga. Kondisi ini menunjukkan pasar yang berhati-hati dan permintaan yang tidak kuat.
Saat ini permintaan listrik dan kebutuhan batu bara menurun, seiring melambatnya aktivitas industri dan peralihan sebagian kapasitas energi ke terbarukan.
Untuk eksportir batu bara seperti Indonesia, perlambatan permintaan domestik China bisa membuat impor batu bara berkurang sehingga menyusutkan pasar ekspor regional/global.
Harga batu bara termal (baik domestik China maupun seaborne coal) kemungkinan masih berada di tekanan ke bawah dalam jangka pendek, kecuali ada kenaikan permintaan musiman (musim dingin) atau intervensi kebijakan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]