MARKET DATA

Ekonomi Papua Tengah Anjlok, Tito Ungkap Penyebabnya

Emir Yanwardhana,  CNBC Indonesia
24 November 2025 19:45
Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian dalam konferensi pers RAPBN & Nota Keuangan Tahun Anggaran 2026 di Aula Chakti Budhi Bhakti (CBB), Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat, (15/8/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan alasan perlambatan pertumbuhan ekonomi di wilayah Papua. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada wilayah Papua Tengah, terutama yang mencakup kawasan operasi Freeport, perekonomiannya minus 4,74% (yoy) pada kuartal III-2025.

Hal ini dilaporkan Tito dalam rapat terbatas di Istana Negara, Senin (24/11/2025). Dalam kesempatan itu Tito memberikan laporan terkait perkembangan inflasi daerah, pertumbuhan ekonomi daerah, hingga realisasi anggaran pemerintah daerah.

Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, Tito menjelaskan pertumbuhan ekonomi di tertinggi berada di wilayah Maluku Utara, namun Papua Tengah mengalami perlambatan.

"Di mana yang tertinggi misalnya Maluku Utara, ada yang minus yaitu Papua Tengah. Saya sampaikan, tanya beliau kenapa penyebabnya, diantaranya karena adanya ekspor dari Freeport yang tertahan, adanya smelter yang pernah terbakar, kemudian ada longsor yang membuat produksinya mereka menjadi tertahan. Itu mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Papua Tengah, Timika mengalami kontraksi minus 8%. Tapi ada daerah lain yang tinggi, jadi saya sampaikan ada pem-balance-nya," kata Tito, usai rapat.

Diketahui, produksi dan penjualan tembaga serta emas Freeport juga mengalami penurunan signifikan. Gangguan tersebut tidak lepas dari insiden longsor di kawasan Grasberg Block Cave (GBC), Papua Tengah, yang menyebabkan kapasitas produksi Freeport menurun sekitar 70%.

Adapun terkait inflasi di daerah, Tito menjelaskan bahwa saat ini masih terjaga, di angka 2,1%.

"Saya melaporkan bahwa inflasi kita di angka year on year-nya 2,86%, tapi year to date-nya 2,1%, artinya cukup terkendali baik. Terutama sektor pangan juga malah menjadi penyumbang deflasi," katanya.

Menurutnya, komoditas beras yang biasanya menjadi penyumbang inflasi di daerah tidak memberikan pengaruh. Harga beras di banyak daerah diklaim banyak mengalami penurunan, meski tidak semua daerah. Menurutnya upaya ini tidak lepas dari kerja Kementerian Pertanian sekaligus Badan Pangan Nasional, Bulog, dan Pemerintah Daerah.

Namun, beberapa komoditas seperti bawang merah, cabai, telur ayam ras mengalami kenaikan harga.

"Kemudian yang memang agak sedikit naik adalah bawang merah, cabai, kemudian sedikit telur ayam ras. Nah ini yang perlu untuk mensuplai terutama program MBG," kata Tito.

Selain itu faktor lain pendorong inflasi menurutnya adalah kenaikan harga emas, situasi geopolitik dunia, dan adanya fenomena dedolarisasi.

(emy/haa)


Most Popular