MARKET DATA

Rekor Terburuk! Rupiah Ambruk ke Level Terendah Terhadap Yuan China

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
24 November 2025 16:50
Ilustrasi Yuan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Yuan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah telah mencatatkan rekor terlemahnya sepanjang masa terhadap mata uang Negeri Tirai Bambu, yuan China (CNY).

Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup di level Rp2.357/CNY pada perdagangan 13 November 2025, yang menjadi level penutupan terlemah dalam sejarah, atau setidaknya sejak data tersedia pada 2007.

Pada awal 2025, kurs rupiah terhadap yuan masih berada di sekitar Rp2.204/CNY. Namun hingga penutupan perdagangan terakhir, Jumat (21/11/2025), rupiah melemah ke level Rp2.348/CNY. Dengan demikian, sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd), rupiah telah terdepresiasi 6,53% terhadap yuan.


Melemahnya rupiah terhadap yuan juga terjadi seiring dengan penguatan yuan China terhadap mata uang utama dunia, terutama dolar Amerika Serikat (AS).

Data Refinitiv menunjukkan, yuan telah terapresiasi sekitar 2,64% terhadap dolar AS sepanjang tahun berjalan. Di awal 2025, kurs yuan masih berada di level CNY 7,29/US$, sebelum perlahan menguat hingga mencapai CNY 7,10/US$ pada penutupan perdagangan Jumat (21/11/2025). 

Apa Yang Membuat Yuan Menguat?

Penguatan yuan sepanjang 2025 tidak hanya dipicu oleh kebijakan jangka pendek bank sentral China (PBoC), tetapi juga merupakan bagian dari strategi jangka panjang China dalam mengurangi ketergantungannya pada dolar AS dan memperluas penggunaan yuan dalam perdagangan global.

Upaya ini telah berlangsung sejak krisis keuangan global 2008-2009, ketika langkah agresif The Federal Reserve mencetak uang menimbulkan kekhawatiran terhadap nilai aset China yang saat itu mencapai US$1,9 triliun.

Sebagai respons, China mulai membangun fondasi penggunaan yuan dalam perdagangan lintas negara. Dari sebuah program percobaan pada 2009, internasionalisasi yuan kini sudah meningkat drastis.

Yuan kini digunakan untk menyelesaikan 30% dari total perdagangan barang China, dan jika dihitung seluruh pembayaran lintas negara termasuk investasi dan pembelian obligasi. Pangsa penggunaan yuan pun mencapai 53% pada 2023 atau telah melampaui transaksi berbasis dolar untuk pertama kalinya dalam sejarah.

 

Bahkan, yuan sempat melampaui euro sebagai mata uang kedua yang paling banyak digunakan dalam pembiayaan perdagangan global, berdasarkan data SWIFT. Porsi yuan dalam cadangan devisa global juga mencapai rekor tertinggi sebesar 2,4% pada kuartal II-2025, menurut International Monetary Fund (IMF).

Momentum ini membuat permintaan global terhadap yuan meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir, China memanfaatkan posisinya sebagai importir komoditas terbesar dunia untuk mendorong kontrak minyak, batu bara, besi, dan berbagai komoditas lain diselesaikan menggunakan yuan.

Banyak negara berkembang-termasuk Rusia, Angola, Ethiopia, hingga Indonesia mulai menggunakan instrumen utang berdenominasi yuan, karena biaya pendanaan yang lebih murah dibanding dolar.

Dengan landasan yang semakin kuat-baik dari sisi perdagangan, investasi, hingga infrastruktur keuangan yuan menjadi salah satu mata uang yang paling tangguh di Asia sepanjang 2025.

Namun, internasionalisasi yuan ini tetap dilakukan secara terkendali. Beijing menolak membuka penuh arus modal dan tetap menjaga yuan sebagai mata uang yang tidak sepenuhnya bebas diperdagangkan. China memilih strategi "regionalisasi yuan" ketimbang "dedolarisasi global," untuk menjaga stabilitas domestik sambil memperluas penggunaan yuan di Asia dan negara-negara Global South.

Langkah pragmatis ini membuat PBoC mampu mempertahankan kekuatan yuan, meski ekonomi China tengah menghadapi tantangan seperti melemahnya konsumsi domestik dan krisis properti.

Sentimen investor terhadap yuan juga tetap cukup solid, terutama menjelang pertemuan Politbiro dan Central Economic Work Conference (CEWC) yang diperkirakan akan menetapkan arah kebijakan ekonomi China untuk 2026, termasuk kemungkinan stimulus baru untuk menstabilkan sektor properti.

Dengan kombinasi kebijakan yang kuat dari PBoC, peningkatan penggunaan yuan dalam perdagangan global, serta strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada dolar, yuan akhirnya bergerak lebih solid dibanding rupiah di sepanjang 2025.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)


Most Popular