MARKET DATA

5 Faktor Penyebab Kripto Runtuh, Indek Ketakutan di Level Mengerikan

Gelson Kurniawan,  CNBC Indonesia
21 November 2025 12:25
bitcoin btc
Foto: bitcoin btc

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar aset kripto sedang menghadapi ujian terberatnya tahun ini. Indeks Ketakutan dan Keserakahan (Fear & Greed Index) pada Jumat (21/11/2025) terperosok ke angka 11, level yang didefinisikan sebagai "Extreme Fear". Ini bukan sekadar kepanikan ritel biasa; ini adalah tanda kapitulasi pasar di tengah badai makroekonomi yang sempurna.

Penurunan Bitcoin yang signifikan dari level puncaknya telah memicu perdebatan: apakah ini koreksi sesaat atau awal dari Bear Market? Berdasarkan bedah data mendalam, jawabannya condong ke opsi kedua. Berikut adalah analisis lima faktor utama yang menyeret pasar kripto ke dalam fase "Musim Dingin".

1. Siklus 4 Tahunan: Pesta Resmi Berakhir

Faktor pertama adalah validasi dari "Siklus 4 Tahunan" Bitcoin. Banyak yang sempat meragukan relevansinya, namun data historis kembali membuktikan akurasinya. Berdasarkan pola Halving April 2024, puncak siklus diprediksi terjadi antara 518-550 hari setelahnya.

Realitanya, Bitcoin mencetak rekor tertinggi (All Time High) di level $125.251 pada 6 Oktober 2025-tepat 535 hari pasca-Halving. Akurasi ini mengonfirmasi bahwa koreksi tajam yang kita lihat di bulan November adalah konsekuensi logis dari selesainya sebuah siklus.

Pasar kini secara alami memasuki fase distribusi atau markdown phase, di mana Smart Money yang telah mengakumulasi sejak awal mulai merealisasikan keuntungan mereka secara masif, meninggalkan investor ritel yang terjebak di pucuk.

2. Paradoks The Fed Berhenti Menyedot, Tapi Enggan Memberi

Faktor kedua adalah paradoks kebijakan The Fed yang membingungkan pasar. Bank sentral AS tersebut telah memberikan sinyal akan menghentikan pengurangan neraca (Stop QT) per 1 Desember. Secara teori, ini positif karena The Fed berhenti menyedot likuiditas dari sistem.

Namun, pasar kripto justru merespons negatif. Mengapa? Karena investor kini lebih takut bahwa potensi penurunan suku bunga (rate cut) akan dibatalkan. Pasar menilai "Stop QT" hanya langkah teknis stabilitas perbankan, sementara suku bunga tinggi (4%) adalah beban riil ekonomi.

Selama suku bunga tidak turun, biaya modal tetap mahal, membuat aset berisiko seperti Bitcoin kalah menarik dibanding obligasi pemerintah.

Grafik ini menunjukkan bagaimana suku bunga tinggi bertindak sebagai "gravitasi" yang menahan laju harga aset. Tanpa kepastian pemangkasan bunga, likuiditas Dolar AS menjadi barang mahal yang langka, memicu likuidasi posisi di aset spekulatif.

btc snp ffrFoto: Bitcoin, S&P500, dan FFR Correlation.

3. Tarif & Inflasi Membuat Tangan The Fed Terikat

Keraguan The Fed untuk memangkas suku bunga bersumber dari faktor ketiga yaitu perang tarif. Kebijakan tarif agresif AS terhadap China dan Taiwan ("Liberation Day Tariffs") telah menjadi bensin baru bagi inflasi. Kenaikan harga barang impor secara langsung mengerek data inflasi konsumen (CPI).

Kenaikan inflasi ini mengikat tangan The Fed. Jika mereka memangkas suku bunga saat harga barang naik akibat tarif, ekonomi berisiko overheating. Ini adalah tembok fundamental yang menghalangi The Fed untuk menyelamatkan pasar.

Investor menyadari bahwa selama perang tarif berlangsung, prioritas The Fed adalah stabilitas harga, bukan menolong harga aset investasi. Ini berarti tidak ada bailout likuiditas untuk Bitcoin dalam waktu dekat.

Mengingat pasar kripto sangat ditopang dengan pasar futuresnya sehingga pergerakan harga saat ini juga terkorelasi dengan aksi likuidasi pada pasar futures derivatif long yang sangat tinggi sehingga membuat penurunan yang terjadi atas tumpukan futures tersebut jatuh secara ekstrim. Hingga pernah mencapai $19 miliar.

4. Ekonomi Pasca-Shutdown

Ekonomi AS juga masih belum pulih sepenuhnya dari guncangan Government Shutdown pada 1 Oktober lalu. Kita sedang berada dalam fase "Liquidity Crunch" atau krisis likuiditas. Dalam kondisi ketidakpastian fiskal ini, perilaku pasar berubah drastis menjadi flight to safety.

Uang tunai adalah raja (Cash is King). Institusi keuangan lebih memilih menimbun Dolar AS untuk memperkuat neraca mereka daripada menyalurkannya ke pasar investasi. Jatuhnya Bitcoin di bawah level psikologis penting adalah bukti bahwa investor besar sedang mencairkan aset likuid mereka.

Ketika likuiditas di pasar uang utama mengetat, aset di ujung spektrum risiko seperti altcoin dan Bitcoin adalah yang pertama kali dijual untuk menutupi kebutuhan kas.

5. Tesis Ray Dalio Terkait Transisi yang Menyakitkan

Kondisi ini sangat selaras dengan tesis Ray Dalio dalam The Changing World Order. Dalio menjabarkan bahwa tahap akhir Siklus Utang Besar (Late Big Debt Cycle) ditandai oleh kombinasi konflik internal (disfungsi pemerintah) dan eksternal (perang dagang).

Saat ini, kita berada di fase transisi deleveraging yang menyakitkan. Ketakutan ekstrem (Fear Index 11) adalah respons wajar terhadap retaknya tatanan ekonomi lama.

Meskipun dalam jangka panjang situasi ini bisa memicu devaluasi mata uang (yang bullish untuk Bitcoin), dalam jangka pendek, pasar harus melewati periode deflasi aset. Kekuatan deflasi akibat utang dan likuiditas ketat saat ini sedang menang melawan narasi inflasi, menyeret harga seluruh aset investasi turun.

aFoto: Naik Turunnya Dominasi Negara di Dunia
Variable Kenaikan Suatu NegaraFoto: Faktor Kenaikan dan Penurunan Suatu Negara

Bagaimana Strategi Bertahan Dalam Kondisi Saat Ini?

Pasar kripto sedang menjalani proses repricing fundamental. Penurunan ini adalah kombinasi mematikan dari siklus 4 tahunan yang berakhir dan likuiditas makro yang mengering.

Kabar "Stop QT" mungkin memicu pantulan sesaat (dead cat bounce), namun investor disarankan untuk tidak terjebak euforia (bull trap). Tren besar kemungkinan masih akan bearish hingga The Fed dipaksa oleh keadaan ekonomi untuk benar-benar melakukan pivot kebijakan-bukan sekadar menghentikan QT, tapi kembali mencetak uang secara agresif. Hingga saat itu tiba, Cash is King.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)


Most Popular