Newsletter

Tekanan ke Rupiah Makin Brutal, Indonesia Menunggu Jurus Pamungkas BI

Gelson Kurniawan,  CNBC Indonesia
19 November 2025 06:15
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo (ketiga kiri) saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Januari 2025 dengan Cakupan Triwulanan pada Rabu (15/1/2025). (REUTERS/Willy Kurniawan)
Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo (ketiga kiri) saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Januari 2025 dengan Cakupan Triwulanan pada Rabu (15/1/2025). (REUTERS/Willy Kurniawan)
  • Pasar di Indonesia mengalami pelemahan secara keseluruhan baik dari saham, SBN, maupun nilai tukar Rupiah
  • Wall Street kembali ambruk berjamaah pada perdagangan kemarin dipicu kekhawatiran mengenai AA
  • Pengumuman BI-rate dan gejolak Wall Street bisa menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ambruk berjmaah pada perdagangan kemarin, baik saham dan rupiah melemah.

Pasar keuangan hari ini diperkirakan masih bergejolak pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak bak roller-coaster pada perdagangan kemarin, Selasa (18/11/2025). Setelah dibuka menguat tipis, IHSG melanjutkan penguatan di awal sesi sebelum balik arah tertekan dalam, memangkas koreksi hingga turun lagi di akhir perdagangan.

Pada penutupan perdagangan, IHSG terkoreksi 54,96 poin atau melemah 0,65% ke level 8.361,92. Sebanyak 230 saham naik, 418 turun, dan 162 tidak bergerak.

Nilai transaksi mencapai Rp 19,56 triliun yang melibatkan 40,85 miliar saham dalam 2,52 juta kali transaksi.

Nyaris seluruh sektor perdagangan melemah dengan koreksi terbesar dicatatkan sektor kesehatan energi dan industri. Sedangkan sektor properti menjadi satu-satunya yang mengalami penguatan kemarin.

Saham Bank Central Asia (BBCA) mencatatkan pelemahan terbesar hingga 10,76 indeks poin dan diikuti oleh saham Barito Pacific (BRPT)

Kemudian ada juga saham-saham ekstraksi dan energi tercatat menjadi beban utama IHSG kemarin.



Saham emiten tambang lain yang ikut terkoreksi dalam termasuk Bayan Resources (BYAN), Merdeka Copper Gold (MDKA), Adaro Andalan Indonesia (AADI), United Tractors (UNTR) dan Petrindo Jaya Kreasi (CUAN).

Sementara itu sejumlah emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tercatat masuk dalam penopang IHSG untuk tidak jatuh lebih dalam di zona merah.

Rupiah kembali ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (18/11/2025).

Melansir data Refinitiv, nilai tukar rupiah kembali tertekan dari greenback dengan melemah 0,18% ke posisi Rp16.735/US$. Level ini menjadi penutupan terendah sejak 26 September 2025.

Sepanjang perdagangan, rupiah sempat dibuka stagnan di level Rp16.720/US$ sebelum mengalami tekanan dan menyentuh titik terlemah secara intraday di Rp16.763/US$, sebelum pelemahan akhirnya sedikit berkurang menjelang penutupan.

Di saat yang bersamaan, indeks dolar AS (DXY) per pukul 15.00 WIB tengah mengalami pelemahan sebesar 0,12% atau turun ke level 99,470.

Pelemahan rupiah juga terjadi bertepatan dengan berlangsungnya Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 November 2025. Para pelaku pasar menantikan keputusan penting terkait arah suku bunga BI, apakah akan kembali dipertahankan atau akan melakukan pemangkasan lanjutan.

Sebagai pengingat, pada RDG sebelumnya yang berlangsung pada 21-22 Oktober 2025, BI memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 4,75% setelah sepanjang 2025 melakukan pemangkasan dengan total 125 basis poin (bps).

Keputusan kali ini dinilai krusial bagi stabilitas nilai tukar, terutama dengan arus modal asing yang masih terus keluar dari pasar keuangan domestik, terutama dari pasar surat berharga negara (SBN).

Lanjut ke pasar keuangan di mana imbal hasil dari Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 Tahun tidak mengalami perubahan signifikan imbas hasil dari adanya RDG pada waktu mendatang sehingga investor masih wait and see terhadap surat utang.

SBN 10 Tahun mengalami sedikit kenaikan dari level 6.141% ke level 6.142% naik sebesar 0.001 poin dari penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Dari pasar saham Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street kembali ambruk berjamaah pada perdagangan Selasa atau Rabu dini hari wkatu Indonesia.

Bursa saham kembali melemah seiring berlanjutnya aksi jual di sektor teknologi akibat kekhawatiran atas valuasi saham terkait kecerdasan buatan (AI). Bitcoin juga sempat turun di bawah US$90.000, menandakan melemahnya selera risiko investor.

Indeks Dow Jones Industrial Average jatuh 498,50 poin (1,07%) menjadi 46.091,74.

Indeks S&P 500 melemah 0,83% ke 6.617,32, menandai penurunan empat hari beruntun atau terpanjang sejak Agustus. Nasdaq Composite turun 1,21% menjadi 22.432,85. Pada level terendah sesi perdagangan, Dow sempat merosot hampir 700 poin (1,5%), sementara S&P 500 dan Nasdaq terkoreksi masing-masing 1,5% dan 2,1%.

Aksi jual hari ini dipicu oleh penurunan saham Nvidia, bintang chip AI yang anjlok hampir 3%, serta saham-saham "Magnificent Seven" lainnya seperti Amazon dan Microsoft. Amazon turun lebih dari 4%, sedangkan Microsoft merosot hampir 3%.

"Kita bisa melihat penurunan 8%-9% ketika semua ini berakhir. Namun koreksi bisa saja berhenti lebih cepat jika laporan laba Nvidia sesuai ekspektasi analis kami, dan jika data pekerjaan melemah tapi tidak mengarah ke resesi," ujar Sam Stovall, Kepala Strategi Investasi CFRA, soal proyeksi S&P 500. " kepada CNBC International.

Nvidia telah anjlok lebih dari 10% bulan ini, menjelang laporan keuangan kuartal ketiga yang akan dirilis setelah penutupan perdagangan Rabu. Perusahaan ini menjadi pusat perdebatan mengenai kekuatan reli pasar berbasis AI tahun ini, terutama karena kekhawatiran atas valuasi teknologi yang mahal dan fundamental AI yang diragukan, menyusul ledakan penerbitan utang oleh Big Tech.

"Jika perusahaan terbaik di industri teratas dalam sektor paling kuat menyampaikan pandangan sangat positif tentang masa depan, sembari melaporkan laba, pendapatan, dan margin yang lebih baik dari ekspektasi, itu akan sangat menenangkan pasar," kata Stovall.

"Pertanyaan sebenarnya adalah, 'Kapan semua belanja capex ini menghasilkan uang?' Itu bukan sesuatu yang akan terjadi kuartal ini atau berikutnya, tetapi diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama." Imbuhnya.

Sebuah kemitraan AI besar yang diumumkan Selasa gagal mengangkat saham terkait seperti sebelumnya.

Startup AI Anthropic mengatakan akan membelanjakan US$30 miliar dengan Microsoft, dan sebagai gantinya Microsoft serta Nvidia akan menginvestasikan miliaran dolar di Anthropic. Namun, Nvidia dan Microsoft tetap melemah setelah pengumuman tersebut.

"Kita sedang melalui fase natural digestion of gains, dan investor mulai mempertanyakan fundamental. Harus ada sesuatu yang membuat investor berkata, 'Mungkin kekhawatiran saya terlalu berlebihan.'"," lanjut Stovall. "

Bitcoin sempat turun di bawah US$90.000 sebelum pulih kembali. Banyak investor teknologi memiliki portofolio kripto besar, sehingga penurunan ini memicu kekhawatiran akan koreksi lebih jauh di pasar saham. Bitcoin terakhir diperdagangkan sedikit di atas US$92.000.

Di luar sektor teknologi, saham Home Depot turun setelah perusahaan perbaikan rumah itu membukukan laba di bawah ekspektasi dan memangkas proyeksi kinerja tahun penuhnya.

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen pasar hari ini, terutama dari pengumuman BI rate.

Di balik layar hijau IHSG yang sukses mencetak rekor, tersimpan arus bawah ekonomi makro yang bergerak liar. Bagi investor cerdas, euforia sesaat ini tak boleh menutupi potensi risiko besar yang sedang mengintai portofolio.

Halaman ini hadir untuk membedah realita tersebut secara tuntas. Kita tidak hanya menghadapi ancaman eskalasi konflik di Asia Utara yang berpotensi membunuh rantai pasok industri vital, tetapi juga paradoks besar ekonomi domestik. Indonesia duduk di atas harta karun energi, namun investasi asing justru lebih nyaman "transit" di negara tetangga.

Belum lagi, Bank Indonesia kini harus berdiri sebagai benteng terakhir pertahanan Rupiah menghadapi Dolar AS yang kembali mengamuk.

Berikut analisis mendalam terkait isu strategis yang wajib masuk radar hari ini.

BI Rate Diramal 'Anteng' Demi Jaga Benteng Rupiah

Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada hari ini, Rabu (19/11/2025). Berdasarkan hasil polling yang dihimpun CNBC Indonesia, pasar memperkirakan BI akan kembali menahan suku bunga acuannya pada RDG November ini.
Dalam RDG sebelumnya pada 21-22 Oktober 2025, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (BI Rate) di 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75% dan Lending Facility sebesar 5,50%.

Sepanjang 2025, BI telah memangkas suku bunga sebanyak lima kali, masing-masing 25 bps pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September. Total pemangkasan mencapai 125 bps, dari 6,00% di akhir 2024 menjadi 4,75% saat ini.

Polling CNBC Indonesia terhadap 12 lembaga/institusi keuangan menunjukkan hasil yang sangat solid. Seluruh responden memperkirakan BI akan mempertahankan BI Rate di level 4,75% pada RDG kali ini.

Hasil konsensus yang kompak ini mencerminkan pandangan bahwa kondisi saat ini belum memberikan ruang yang memadai bagi BI untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan.

Mengapa BI tidak menurunkan bunga (cut rate) untuk memacu ekonomi yang sedang butuh stimulus (seperti kasus UMKM di atas)? Jawabannya adalah prioritas stabilitas rupiah.
Rupiah hanya sekali menguat dalam enam hari terakhir. Dalam sebulan mata uang Garuda juga sudah ambruk 0,7%.

  • Faktor Eksternal: Dolar AS sedang "mengamuk" (DXY naik) dan Yield US Treasury masih tinggi. Jika BI memangkas bunga, selisih imbal hasil (spread) antara aset Indonesia dan AS akan menipis. Investor asing akan kabur (capital outflow), dan Rupiah bisa jebol ke level yang berbahaya (di atas Rp16.800/USD).

  • Risiko Geopolitik: Ketidakpastian China-Jepang membuat investor global risk-off. Dalam kondisi ini, mata uang emerging market seperti Rupiah sangat rapuh.

Gubernur BI Perry Warjiyo memilih langkah konservatif. Dengan menahan bunga, BI menjaga daya tarik aset Rupiah (SBN) agar asing tetap mau bertahan.

Konsekuensinya, sektor riil dan properti harus bersabar lebih lama dengan bunga kredit yang tinggi. Ini adalah pil pahit yang harus ditelan demi mencegah krisis nilai tukar yang bisa berdampak jauh lebih fatal berupa inflasi barang impor.

Pasar kini menanti sinyal forward guidance yaitu kapan pelonggaran akan dimulai? Banyak yang bertaruh pada Kuartal I-2026, saat badai global diprediksi mulai mereda.

Hingga saat itu tiba, saham-saham perbankan (Big Banks) tetap menjadi pilihan paling defensif dan logis karena margin bunga bersih (NIM) mereka masih terjaga di era suku bunga tinggi ini.

RI Kaya Raya, Tapi Duitnya 'Nyangkut' di Singapura?

Kabar yang menohok datang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Ia secara terbuka mengeluhkan fenomena investasi Amerika Serikat (AS) ke Indonesia yang mayoritas hanya parkir di Singapura.

Fakta ini menelanjangi kelemahan struktural ekonomi kita yaitu Indonesia dijadikan pasar dan basis produksi (tempat lelah), namun "kue" jasa keuangan dan kantor pusat regionalnya tetap dinikmati Negeri Singa.

Mengapa investor AS enggan parkir langsung di Jakarta? Masalahnya klasik namun kronis yaitu kepastian hukum, insentif pajak, dan ease of doing business. Investor global lebih nyaman menaruh entitas legal (Special Purpose Vehicle/SPV) di Singapura karena sistem hukumnya yang pro-bisnis dan transparan.

Dampaknya bagi kita? Cadangan devisa kita tidak menebal secepat yang seharusnya. Dolar masuk ke Singapura dulu, baru dikonversi atau dipinjamkan ke Indonesia. Ini membuat Rupiah rentan.

Pemerintah perlu segera melakukan bedah total-bukan sekadar gimmick pemasaran-untuk menarik Foreign Direct Investment (FDI) masuk langsung ke rekening perbankan nasional. Tanpa reformasi ini, RI hanya akan terus menjadi "halaman belakang" ekonomi Singapura.

Harta Karun Nuklir & Jurus Minyak Bahlil

Di sektor energi, Indonesia ternyata menyimpan potensi yang bisa mengubah peta geopolitik energi masa depan. Temuan terbaru mengonfirmasi bahwa tambang timah di Indonesia tidak hanya berisi logam dasar, tetapi juga mengandung monasit (bahan baku nuklir) dan logam tanah jarang (rare earth).

Ini adalah "harta karun" strategis. Dunia saat ini sedang berlomba beralih ke energi bersih dan teknologi tinggi yang membutuhkan rare earth.

Jika dikelola dengan benar (hilirisasi), valuasi aset tambang negara (MIND ID, PT Timah) bisa melesat jauh di atas valuasi saat ini. Indonesia punya daya tawar (bargaining power) untuk mendikte pasar global, mirip dengan strategi nikel.

Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bermain pragmatis untuk jangka pendek. Ia memastikan impor minyak dari Amerika Serikat akan mulai berjalan Desember ini. Ini adalah langkah cerdas diversifikasi energi. Selama ini kita terlalu bergantung pada minyak Timur Tengah yang harganya fluktuatif dan jalur distribusinya rawan konflik.

Dengan membeli dari AS, kita mengamankan pasokan energi dalam negeri sekaligus "mengambil hati" AS sebagai mitra dagang. Kombinasi antara penguasaan bahan baku masa depan (nuklir/rare earth) dan keamanan pasokan energi fosil (minyak AS) adalah strategi "dua kaki" yang solid untuk menjaga ketahanan energi nasional.

Konflik China-Jepang Bukan Sekadar Sentimen

Investor domestik sering kali terjebak dalam bias lokal, merasa aman karena konflik terjadi "jauh" di sana. Namun, apa yang terjadi di Asia Utara saat ini bukan lagi sekadar friksi diplomatik atau sentimen sesaat.

Laporan terbaru yang menyebutkan bahwa konflik fisik antara China dan Jepang telah memakan korban jiwa dan memicu gelombang pengungsian masif hingga 500.000 orang adalah sinyal bencana kemanusiaan sekaligus ekonomi yang nyata.

Mengapa investor RI harus cemas? China dan Jepang adalah "Jantung dan Paru-paru" manufaktur Asia, sekaligus dua mitra dagang (ekspor-impor) terbesar bagi Indonesia. Analisis kami melihat risiko spillover yang mengerikan jika eskalasi ini berlanjut:

  • Supply Chain Shock: Jika jalur logistik di Laut China Timur terganggu, pasokan bahan baku industri, suku cadang mesin, hingga elektronik ke Indonesia akan terhenti. Ini bisa memicu kelangkaan barang dan lonjakan inflasi dari sisi penawaran (cost-push inflation).

  • Demand Destruction: China adalah pembeli utama komoditas kita (nikel, batu bara, CPO). Jika ekonomi mereka lumpuh karena perang, permintaan akan anjlok. Harga komoditas bisa terjun bebas, menyeret turun saham-saham sektor energi dan material dasar (Basic Materials) di IHSG.

Istilah "Bear Killer" yang menghantui pasar di bulan Oktober-November ini tampaknya menemukan validasinya. Bukan dari data inflasi AS, melainkan dari ledakan geopolitik di halaman depan rumah kita sendiri. Bursa Asia yang kompak "kebakaran" kemarin adalah peringatan dini: Cash is King mungkin menjadi mantra sementara bagi investor regional hingga debu konflik mulai mereda.

Pengangguran AS Naik

Klaim tunjangan pengangguran berkelanjutan (continuing jobless claims) di Amerika Serikat. Jumlah warga yang terus menerima bantuan pengangguran  naik menjadi 1,957 juta untuk pekan yang berakhir pada 18 Oktober 2025, level tertinggi sejak awal Agustus. Angka ini meningkat dari 1,947 juta pada pekan sebelumnya, menurut data yang tersedia di basis data daring Departemen Tenaga Kerja AS per 18 November.

Agenda dan rilis data yang terjadwal

  • Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
  • Pengumuman BI-rate Bank Indonesia
  • Export dan Import Amerika Serikat
  • Inflasi Inggris
  • Waste To Energy Investment Forum 2025: Economic Gains, Environmental Wins di Auditorium Menara Bank Mega, Kota Jakarta Selatan. Turut hadir antara lain Menteri Koordinator Bidang Pangan dan Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN

  • Talkshow Bincang Bahari dengan tema "Harkannas 2025: Protein Ikan untuk Generasi Emas 2045" di Media Center KKP GMB IV, Kota Jakarta Pusat

  • Seremoni Groundbreaking Pabrik Modular Bosch di Kawasan Industri BD Delta Mas Cikarang, Kabupaten Bekasi

  • Rakornas Kepegawaian 2025 yang akan berlangsung di Hotel Pullman Jakarta Central Park, Kota Jakarta Barat

  • Konferensi Utama Pembangunan Berkelanjutan melalui Program Strategis Nasional MBG Tahun 2025 di Ruang Rapat DH 1-5 kantor Kementerian PPN/Bappenas, Kota Jakarta Pusat

  • ANTARA BUSINESS FORUM di The Westin, Kota Jakarta Selatan. Turut hadir antara lain Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan dan CIO Danantara Indonesia

  • MayBank Indonesia menggelar Media Update - Exploring Privilege Banking Segment yang akan diselenggarakan di Multifunction Room 3 Maybank Indonesia, Kota Jakarta Selatan

  • Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia akan melaksanakan konferensi pers hasil pertemuan Tim Paguyuban dan DSI yang diadakan di Walking drums, Kota Jakarta Selatan

  • Puncak Anugerah Jurnalistik Komdigi 2025 yang akan dilaksanakan di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Kota Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Menteri Komunikasi dan Digital.

Agenda emiten di dalam negeri

  • Pemberitahuan RUPS Rencana Bumi Resources Tbk
  • Pemberitahuan RUPS Rencana Astra International Tbk
  • Tanggal DPS Dividen Tunai Interim PT Adaro Andalan Indonesia Tbk
  • Tanggal ex Dividen Tunai Interim Nusantara Infrastructure Tbk
  • Tanggal ex Dividen Tunai Interim Surya Citra Media Tbk
  • Tanggal cum Dividen Tunai Interim Elang Mahkota Teknologi Tbk

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular