Pendidikan Tinggi, Upah Rendah: 35% Pekerja Muda Salah Jurusan

Muhammad Zahran,  CNBC Indonesia
04 November 2025 18:10
Suasana gelaran lowongan kerja (job fair) yang digelar oleh Universitas Indonesia (UI) yakni UI Career Expo 2025, Jumat (10/10/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi Pranata )
Foto: Suasana gelaran lowongan kerja (job fair) yang digelar oleh Universitas Indonesia (UI) yakni UI Career Expo 2025, Jumat (10/10/2025). (CNBC Indonesia/Chandra Dwi Pranata )

Jakarta, CNBC Indonesia - Pendidikan kerap dianggap sebagai investasi modal manusia.

Investasi awal pada pendidikan diharapkan dapat menghasilkan aliran pendapatan yang lebih besar di masa mendatang. Karena itulah, dorongan untuk memperoleh pendidikan tinggi semakin meningkat. Namun, fenomena ini justru menimbulkan masalah baru, terutama di sektor ketenagakerjaan.

Meledaknya jumlah lulusan perguruan tinggi menyebabkan efek berantai pada pasar tenaga kerja. Para sarjana ini berebut posisi pekerjaan apapun yang tersedia, walaupun pekerjaan tersebut tidak memerlukan gelar sarjana. Kondisi ini menyebabkan pergeseran struktural dalam pasar tenaga kerja, yang kemudian memicu fenomena "mismatch" pendidikan-pekerjaan.

Ketidaksesuaian atau mismatch antara pendidikan dan pekerjaan umumnya dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu horizontal mismatch dan vertical mismatch.

Pada skala horizontal, mismatch terjadi ketika bidang pekerjaan yang dijalani seorang pekerja tidak sesuai dengan bidang pendidikan yang ditempuhnya. Misalnya, ketika seorang lulusan pertanian justru bekerja di bidang human resource.

Sementara itu, vertical mismatch merupakan kondisi dimana tingkat pendidikan formal yang dimiliki seorang pekerja tidak sesuai dengan tingkat pendidikan yang dibutuhkan oleh pekerjaannya. Kondisi ini memiliki dua sisi, yaitu undereducated dan overeducated.

Undereducated adalah ketika kualifikasi pendidikan pekerja lebih rendah dari yang dibutuhkan, sedangkan overeducated adalah ketika kualifikasi pendidikan pekerja lebih tinggi dari yang disyaratkan. Kasus yang banyak ditemui adalah overeducated, contohnya seperti seorang sarjana yang bekerja sebagai kasir.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sekitar 35% pekerja muda yang bekerja tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikannya, 22,36% di antaranya mengalami overeducated sementara 13% undereducated. Ini mencerminkan ketidaksesuaian antara pasokan dengan permintaan di pasar tenaga kerja nasional cukup mengkhawatirkan.



Penelitian Battu dan Bender (2020) menyatakan bahwa mismatch antara pendidikan dan pekerjaan dapat disebabkan beberapa faktor. Dalam banyak kasus, ketidaksesuaian terjadi karena masalah friksional. Ini merujuk pada asimetri informasi yang terjadi di pasar tenaga kerja, dimana pekerja dan perusahaan yang "tepat" tidak bisa menemukan satu sama lain.

Di samping itu, siklus bisnis juga memiliki dampak signifikan di sektor ketenagakerjaan. Ketika dunia sedang dalam fase resesi, seseorang cenderung akan mengambil pekerjaan apapun agar tidak menganggur, bahkan jika kualifikasi pekerjaannya lebih rendah dari tingkat pendidikannya sekalipun. Faktor lain seperti siklus hidup, preferensi, hingga diskriminasi juga memiliki kontribusi atas terjadinya fenomena mismatch.

Lebih lanjut, kegagalan dalam hal pendidikan maupun kegagalan pasar tenaga kerja juga menjadi penyebab utama terjadinya mismatch. Faktor ini bahkan bisa menimbulkan dampak yang lebih besar dibanding faktor lainnya. Kegagalan dalam hal pendidikan mencakup rendahnya kualitas pendidikan, minimnya pencapaian, salah jurusan, atau keterampilan individu yang buruk.

Sementara itu, kegagalan pasar tenaga kerja meliputi rendahnya employment rate, rendahnya investasi, rendahnya kualitas pekerjaan, informalitas, hingga kecenderungan berwiraswasta.

Setiap faktor tersebut memiliki tingkat pengaruh yang berbeda. Efek friksional dan preferensi cenderung hanya bersifat sementara, sedangkan informalitas dapat menyebabkan efek jangka panjang karena berpengaruh langsung pada sisi permintaan pasar tenaga kerja.

Dampak mismatch pendidikan-pekerjaan ini tidak bisa dianggap remeh. Di samping penurunan kepuasan kerja, konsekuensi utama yang ditimbulkan mismatch adalah penurunan pendapatan.

Penelitian M. Afif Khoiruddin dalam tulisannya "Exploring Determinants of Education-Job Mismatch Among Educated Workers in
Indonesia". Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi Dan Pembangunan 
 menunjukkan pekerja yang mengalami overeducated berpotensi mendapat upah yang lebih rendah (wage penalty) sekitar 7,57% dibanding pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan mereka.

Temuan ini didukung oleh data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2024, yang menunjukkan pekerja overeducated memperoleh upah yang lebih besar di awal karir, tapi kemudian tertinggal dibanding pekerja yang matched.

 

Perbandingan Upah Rata-rata Bulanan Pekerja Muda Indonesia Menurut Status
Mismatch, 2024Foto: BPS
Perbandingan Upah Rata-rata Bulanan Pekerja Muda Indonesia Menurut StatusMismatch, 2024

 

Fakta bahwa mismatch menurunkan tingkat pengembalian pendidikan ini bertentangan dengan Teori Modal Manusia yang menyatakan bahwa upah semata-mata dipengaruhi oleh tingkat pendidikan individu. Pendidikan dianggap sebagai investasi modal manusia untuk meningkatkan produktivitas, yang pada akhirnya mendorong peningkatan upah.

Dengan pendidikan yang lebih tinggi, seharusnya tingkat upah yang diperoleh juga semakin tinggi. Namun, ketidaksesuaian antara pendidikan dan pekerjaan justru memicu penurunan tingkat upah dari yang seharusnya. Selain itu, produktivitas pekerja akan lebih rendah jika pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya tidak sesuai dengan pekerjaan yang dijalaninya.

Lebih lanjut, fenomena mismatch bukan sekadar persoalan individu, melainkan masalah struktural dalam pasar tenaga kerja. Dalam skala besar, mismatch tidak hanya berpengaruh pada kesejahteraan individu, tetapi juga produktivitas nasional.

Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa meningkatkan risiko kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di suatu negara. Dengan kata lain, mismatch pendidikan-pekerjaan dapat dikatakan sebagai pemborosan investasi pendidikan.

Heatmap Pemuda Matched dan Overeducated Berdasarkan Status Formal dan
Informal, 2024Foto: BPS
Heatmap Pemuda Matched dan Overeducated Berdasarkan Status Formal danInformal, 2024
(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation