NEWSLETTER

Siaga 1: RI Tunggu Putusan Purbaya-KSSK di Tengah Hujan Kabar Genting

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
03 November 2025 06:15
Kolase Foto Beras dan Cabai.
Foto: Kolase Foto Beras dan Cabai. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Memasuki pekan pertama November, pelaku pasar akan mencermati sederet rilis data ekonomi penting baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Dari domestik, fokus utama akan tertuju pada inflasi Oktober, PMI manufaktur, neraca dagang, serta pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025 yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (5/11/2025).

Rangkaian data tersebut akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah pemulihan ekonomi nasional menjelang akhir tahun. Selain itu, data ini juga akan menjadi acuan bagi Bank Indonesia (BI) dalam menentukan langkah kebijakan moneter pada sisa 2025.

Berikut rangkuman sentimen utama yang akan membentuk arah pergerakan IHSG hingga rupiah sepanjang pekan ini:

Inflasi Oktober RI

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Oktober 2025 pada hari ini, Senin (3/11/2025).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan institusi memperkirakan Indeks Harga Konsumen (IHK) akan mengalami inflasi 0,02% (mtm), sementara secara tahunan (yoy) inflasi diperkirakan mencapai 2,6%. Inflasi inti diperkirakan stabil di 2,2%.

Sebagai perbandingan, pada September 2025 inflasi tercatat 0,21% (mtm) dan 2,65% (yoy), dengan inflasi inti 2,19%. Secara historis, inflasi di Oktober cenderung rendah dengan rata-rata 0,07% (mtm) dalam lima tahun terakhir. Artinya, tekanan harga bulan ini berpotensi lebih kecil dari tren biasanya.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan tekanan inflasi menurun karena harga sejumlah komoditas utama terkoreksi, seperti beras (-0,8% mom), bawang merah (-7,6% mom), dan cabai rawit (-6,2% mom).

"Penurunan harga pangan menjadi faktor utama yang menahan inflasi, sementara harga telur masih mencatatkan kenaikan moderat sekitar 2,6% mom," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang menambahkan, inflasi inti berpotensi sedikit menguat karena lonjakan harga emas dan perhiasan.

"Imported inflation dari depresiasi rupiah masih tertahan karena efek pass-through yang lambat dan adanya diskon ritel, sehingga ekspektasi inflasi tetap terjaga," ujarnya kepada CNBC Indonesia.

Neraca Perdagangan RI September

Masih di hari ini juga, BPS juga akan merilis data neraca perdagangan September 2025.

Berdasarkan polling CNBC Indonesia diperkirakan surplus perdagangan akan berada di kisaran US$3,9 miliar, turun dari US$5,49 miliar pada Agustus 2025.

Secara keseluruhan, ekspor diproyeksikan tumbuh 7,22%, sementara impor meningkat 4,95%. Penurunan surplus ini menandakan ekspor yang melandai secara bulanan, sementara impor mulai menguat menjelang akhir tahun.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan bahwa meski surplusnya menurun, tren positif masih berlanjut selama 65 bulan berturut-turut.

"Penopang ekspor tetap datang dari hilirisasi, terutama besi dan baja, sementara kenaikan harga minyak sawit mentah juga memberi dorongan tambahan," ujar Josua kepada CNBC Indonesia.

Impor diperkirakan naik karena pelaku usaha mulai mengamankan stok untuk menghadapi Natal dan Tahun Baru, yang secara musiman memang mendorong permintaan barang konsumsi.

"Surplus September berpeluang turun sejalan dengan impor yang mulai menguat, dan faktor persiapan akhir tahun kemungkinan ikut mendukung arus barang masuk,"
tambah Josua.

PMI Manufaktur RI Oktober

Pada hari ini juga, akan ada rilis data Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia periode Oktober 2025.

Sebagai catatan, data PMI yang dirilis oleh S&P Global untuk bulan September berada di level 50,4, turun dari 51,5 pada Agustus 2025. Meski menurun, angka ini tetap menunjukkan sektor manufaktur masih berada di zona ekspansi selama dua bulan berturut-turut.

Sebelumnya, PMI sempat terkontraksi sejak April hingga Juli 2025 di kisaran 46-49, sebelum akhirnya kembali menembus level ekspansif pada Agustus. Kinerja manufaktur yang mulai pulih didorong oleh kenaikan pesanan baru (new orders) dari pasar domestik, meski permintaan ekspor masih melambat.

"Pesanan baru terus tumbuh di akhir kuartal ketiga, meski lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan ini sebagian besar dikaitkan dengan permintaan pasar domestik yang lebih kuat," tulis S&P Global dalam laporannya.

Perusahaan manufaktur juga mulai meningkatkan pembelian bahan baku dan stok barang jadi untuk mengantisipasi kenaikan permintaan di akhir tahun, di tengah kenaikan biaya input ke level tertinggi dalam tujuh bulan terakhir.

Sementara itu, waktu pengiriman bahan baku membaik dan menjadi yang tercepat dalam hampir dua tahun terakhir berkat efisiensi distribusi.

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2025

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2025 pada Rabu (5/11/2025). Data ini akan menjadi indikator penting untuk melihat kinerja perekonomian nasional pada paruh kedua tahun ini.

Dalam laporan terakhir BPS, ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 tercatat tumbuh 5,12% (year-on-year/yoy) atau tertinggi sejak kuartal II-2023.
Secara kuartalan (quarter-to-quarter/qoq), pertumbuhan mencapai 4,04%, juga tertinggi sejak kuartal III-2022.

Sektor industri pengolahan masih menjadi motor utama pendorong pertumbuhan, dengan kontribusi terbesar terhadap PDB mencapai 18,67%. Industri ini tumbuh 5,68% (yoy), ditopang subsektor makanan dan minuman (mamin), termasuk CPO, minyak goreng, serta produk olahan lainnya.

Secara historis, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III cenderung lebih rendah dibandingkan kuartal II. Dalam 10 tahun terakhir (2015-2024), sebanyak tujuh kali laporan pertumbuhan di kuartal III tercatat lebih rendah dari kuartal sebelumnya.

Hal ini disebabkan karena kuartal II biasanya menjadi puncak aktivitas ekonomi tahunan, yang didorong oleh periode Ramadan dan Lebaran serta libur sekolah yang meningkatkan konsumsi rumah tangga. Setelah momentum itu berlalu, pertumbuhan di kuartal III umumnya mengalami perlambatan musiman.

Cadangan Devisa RI Oktober

Pada akhir pekan Jumat (7/11/2025), Bank Indonesia (BI) akan merilis data cadangan devisa (cadev) periode Oktober 2025. Sebelumnya, berdasarkan data BI, cadev pada akhir September 2025 tercatat sebesar US$148,7 miliar atau lebih rendah dibandingkan Agustus 2025 yang sebesar US$150,7 miliar atau mengalami penurunan sekitar US$2 miliar dalam sebulan.

Penurunan tersebut mencerminkan langkah aktif BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah volatilitas pasar keuangan global yang cukup tinggi.

Dengan level tersebut, cadangan devisa masih berada pada tingkat yang aman dan memadai untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian RI. Level tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 impor atau 6,0 bulan impor ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah, dan masih jauh dia tas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

ISM Manufacturing PMI AS Oktober

Dari eksternal, pada hari ini akan ada rilis data Institute for Supply Management (ISM) Manufacturing PMI Amerika Serikat periode Oktober 2025. Sebelumnya, PMI AS untuk September 2025 tercatat sebesar 49,1 poin, naik dari 48,7 poin di Agustus namun masih berada di zona kontraksi ( kurang dari 50).

Indeks tersebut menunjukkan bahwa sektor manufaktur AS masih dibayangi tantangan meski perlahan menunjukan perbaikan. Menurut data, produksi memperluas menjadi 51,0 poin di September, naik dari 47,8 poin bulan sebelumnya, sementara sub-indikator pesanan baru (new orders) menurun menjadi 48,9 poin dari 51,4 poin.

Dengan latar tersebut, pelaku pasar kini mengamati angka PMI Oktober sebagai sinyal penting apakah sektor manufaktur AS mulai keluar dari fase kontraksi atau justru masih melemah. Jika angka di atas 50 poin tercapai, maka dapat menjadi katalis positif global, jika tetap di bawah 50 maka bisa memperkuat sentimen kehati-hatian di pasar Asia dan domestik.

Konferensi Pers KSSK

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan menggelar rapat tiga bulanan sekaligus konferensi pers pada hari ini, Senin (3/11/2025). 

Konferensi pers akan dihadiri Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, serta Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Anggito Abimanyu.

Rapat KSSK ini adalah yang pertama di mana Purbaya menjabat sebagai Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK di mana sebelumnay dia adalah Ketua LPS.

Anggito juga akan hadir pertama kali sebagai Ketua LPS. Ini juga menjadi rapat pertama sejak pemerintah menyalurkan likuditas senilai Rp 200 triliun kepada bank Himbara.

Menarik disimak apa saja perkembangan terbaru dan kebijakan yang akan disampaikan pemangku kepentingan di bidang keuangan, termasuk efektivitas penyaluran likuiditas hingga pemangkasan bunga secara agresif.

Neraca Perdagangan China

China akan mengumumkan data neraca perdagangan Oktober 2025 pada Jumat (7/11/2025). Data ini sangat penting bagi Indonesia yang menggantungkan sekitar 27% ekspornya ke China.

Sebagai catatan, ekspor China meningkat 8,3% (yoy) menjadi US$ 328,6 miliar pada September 2025, juga merupakan level tertinggi dalam tujuh bulan, melampaui perkiraan kenaikan 6% dan mempercepat pertumbuhan dari revisi 4,3% pada Agustus. Ini menandai laju pengiriman ke luar negeri tercepat sejak Maret, seiring para produsen berhasil menemukan pasar baru di luar Amerika Serikat, sementara kesepakatan tarif dengan Presiden Donald Trump masih belum tercapai.

Impor China melonjak 7,4% (yoy) pada September 2025, mencapai level tertinggi dalam tujuh bulan sebesar USD 238,1 miliar dan jauh melampaui ekspektasi pasar sebesar 1,5%. Data terbaru ini juga menunjukkan percepatan tajam dari pertumbuhan yang direvisi pada Agustus sebesar 1,2%, sekaligus menjadi kenaikan bulanan keempat berturut-turut dan laju ekspansi tercepat sejak April 2024.

(evw/evw)
Next Page
XXX
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular