Mata Uang Asia Pekan Ini: Rupiah Keok Dibanding Negara Tetangga
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tertinggal dari mata uang negara tetangga yang mampu menggebuk dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah melemah 0,21% terhadap dolar sepanjang minggu ini di Rp16.625 per dolar AS. Pencapaian tersebut masih kalah dibandingkan kinerja baht Thailand, ringgit Malaysia, dan peso Filipina.
Baht Thailand mampu melesat 0,86% melawan dolar pada pekan ini. Sementara ringgit Malaysia mengalami penguatan sebesar 0,85% pada pekan ini melawan dolar AS.
Sementara itu, dolar Taiwan dan yuan China kompak menguat di depan greenback masing-masing 0,18% dan 0,06%. Ada juga peso Filipina yang naik tipis 0,05%.
Sementara di sisi negatif selain rupiah, ada dong Vietnam dan dolar Singapura yang melemah 0,11% dan 0,18% di hadapan dolar AS. Paling parah terjadi dengan rupee India yang merosot 1,05%.
Pergerakan mata uang Asia pada perdagangan pada pekan ini turut dipengaruhi oleh volatilitas yang terjadi pada indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan greenback terhadap mata uang utama lainnya.
Sepanjang pekan terakhir Oktober, DXY menguat 0,77% di 99,72 pada Jumat (31/10/2025) dan memberikan tekanan kepada beberapa mata uang di Asia. Bahkan indeks dolar sempat menguat 0,56% ke level 99,220, setelah hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan sikap hati-hati dari bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Dalam rapat yang berakhir Rabu waktu AS, The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun, Gubernur The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa peluang pemangkasan lanjutan pada Desember mendatang semakin kecil.
Pernyataan Powell tersebut membuat pasar mengoreksi ekspektasinya. Berdasarkan data CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember kini turun menjadi sekitar 62%, dari sebelumnya 85% sebelum keputusan FOMC diumumkan.
Powell juga mengakui bahwa para pejabat The Fed masih berdebat mengenai arah kebijakan moneter ke depan, serta meminta pasar untuk tidak mengasumsikan bahwa pemangkasan suku bunga akan otomatis berlanjut hingga akhir tahun.
"Beberapa anggota FOMC masih memiliki pandangan berbeda. Ada yang menilai penurunan suku bunga perlu dipercepat, sementara sebagian lainnya khawatir tekanan inflasi masih tinggi," ujar Powell dalam konferensi pers.
Perdebatan tersebut turut tercermin dari perbedaan pendapat internal di tubuh The Fed. Gubernur Stephen Miran mendorong pemangkasan yang lebih dalam, sedangkan Presiden The Fed Kansas City Jeffrey Schmid justru menolak pemangkasan sama sekali karena menilai inflasi masih belum terkendali.
(ras/ras)