Mata Uang Asia Gak Kompak Hadapi The Fed, Malaysia Paling Menderita
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Asia bergerak cukup bervariasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin pada hari ini, Kamis (30/10/2025).
Mengutip data Refinitiv pukul 09.15 WIB, sejumlah mata uang Asia tercatat melemah terhadap dolar AS, sementara sebagian lainnya masih mampu mencatatkan penguatan tipis.
Won Korea memimpin penguatan dengan naik 0,39% ke level KRW 1.420,51/US$, disusul oleh yen Jepang yang menguat 0,21% ke JPY 152,39/US$. Serta baht Thailand yang terapresiasi 0,09% ke 32,36/US$.
Mata uang Asia lainnya yang turut menguat adalah rupee India sebesar 0,07% ke INR 88,319/US$, dolar Singapura naik tipis 0,06% ke SGD 1,2958/US$ dan yuan China menguat tipis 0,02% ke 7,0964/US$.
Sebaliknya, pelemahan masih membayangi sejumlah mata uang lain. Ringgit Malaysia (MYR) tercatat turun 0,26% ke level 4,196/US$, menjadi yang paling dalam di Asia.
Rupiah juga ikut tertekan 0,09% ke Rp16.625/US$. Padahal, rupiah sempat menguat 0,12% di level Rp16.590/US$ pada pembukaan perdagangan.
Selain rupiah, dolar Taiwan juga turut melemah 0,08% ke TWD 30,635/US$, serta peso Filipina yang terkoreksi 0,08% ke PHP 58,649/US$. Dong Vietnam pun turun tipis 0,01% ke VND 26.338/US$.
Pergerakan mata uang Asia pada perdagangan pagi ini turut dipengaruhi oleh volatilitas yang terjadi pada indeks dolar AS (DXY).
Per pukul 09.15 WIB, DXY tercatat melemah 0,17% ke level 98,054. Meski demikian, pada perdagangan sebelumnya, Rabu (29/10/2025), indeks dolar sempat menguat 0,56% ke level 99,220, setelah hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) menunjukkan sikap hati-hati dari bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Dalam rapat yang berakhir Rabu waktu AS, The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun, Gubernur The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa peluang pemangkasan lanjutan pada Desember mendatang semakin kecil.
Pernyataan Powell tersebut membuat pasar mengoreksi ekspektasinya. Berdasarkan data CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember kini turun menjadi sekitar 62%, dari sebelumnya 85% sebelum keputusan FOMC diumumkan.
Powell juga mengakui bahwa para pejabat The Fed masih berdebat mengenai arah kebijakan moneter ke depan, serta meminta pasar untuk tidak mengasumsikan bahwa pemangkasan suku bunga akan otomatis berlanjut hingga akhir tahun.
"Beberapa anggota FOMC masih memiliki pandangan berbeda. Ada yang menilai penurunan suku bunga perlu dipercepat, sementara sebagian lainnya khawatir tekanan inflasi masih tinggi," ujar Powell dalam konferensi pers.
Perdebatan tersebut turut tercermin dari perbedaan pendapat internal di tubuh The Fed. Gubernur Stephen Miran mendorong pemangkasan yang lebih dalam, sedangkan Presiden The Fed Kansas City Jeffrey Schmid justru menolak pemangkasan sama sekali karena menilai inflasi masih belum terkendali.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)