Harga Emas Bangkit Gila-Gilaan! Sudah Balik ke Level US$4.100
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas kembali menguat dan kini tengah berada di fase konsolidasi usai penurunan tajam dalam waktu singkat. Harga emas menguat di tengah risiko geopolitik yang kembali muncul hingga penantian data inflasi AS menjadi fokus pasar.
Pada perdagangan hari ini Jumat (24/10/2025) hingga pukul 06.34 WIB, harga emas dunia di pasar spot melemah 0,47% di posisi US$4.105,69 per troy ons.
Sementara pada perdagangan sebelumnya Kamis (23/10/2025), harga emas dunia naik 0,76% di level US$4.125,01 per troy ons. Kenaikan tersebut berhasil mematahkan penurunan emas selama dua hari beruntun dengan ambruk hampir 6%.
Harga emas naik pada perdagangan Kamis setelah dua sesi berturut-turut melemah. Harga emas kembali bertenaga usai risiko geopolitik kembali muncul, yang berhasil mendorong permintaan aset safe haven dan kini investor tengah bersiap menghadapi data inflasi utama AS yang akan dirilis pada hari Jumat.
Harga emas sempat mencapai rekor tertinggi di US$4.381,21 per troy ons pada hari Senin, tetapi mencatat penurunan tertajam dalam lima tahun di sesi berikutnya.
"Semua faktor fundamental yang mendorong emas menguat tahun ini masih sangat relevan. Ada beberapa aksi beli oportunistik saat harga sedang turun dan mungkin juga ada peningkatan ketegangan perdagangan dan geopolitik yang mendorong kenaikan harga hari ini," ujar Peter Grant, wakil presiden dan ahli strategi logam senior di Zaner Metals.
Harga emas telah naik sekitar 57% tahun ini, didorong oleh ketegangan geopolitik, ketidakpastian ekonomi, ekspektasi penurunan suku bunga, dan pembelian berkelanjutan oleh bank sentral.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada hari Rabu memberlakukan sanksi terkait Ukraina terhadap Rusia untuk pertama kalinya dalam masa jabatan keduanya, yang menargetkan perusahaan minyak Lukoil dan Rosneft.
Pemerintah juga sedang mempertimbangkan rencana untuk membatasi berbagai ekspor berbasis perangkat lunak ke China, sebagai tanggapan atas pembatasan terbaru Beijing terhadap ekspor logam tanah jarang.
Fokus sekarang beralih ke laporan indeks harga konsumen AS hari Jumat, yang berpotensi menjadi sinyal inflasi paling jelas dari Federal Reserve menjelang pertemuan kebijakan minggu depan. Data tersebut diperkirakan menunjukkan bahwa inflasi inti bertahan di angka 3,1% pada bulan September.
Pasar telah memperhitungkan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin, dengan penurunan suku bunga berikutnya pada bulan Desember.
Emas, aset yang tidak memberikan imbal hasil, cenderung diuntungkan dalam kondisi suku bunga rendah.
Sementara itu, JP Morgan memperkirakan harga emas dapat mencapai rata-rata US$5.055 per troy ons pada kuartal keempat tahun 2026, dengan asumsi bahwa permintaan investor dan pembelian bank sentral akan mencapai rata-rata sekitar 566 ton per kuartal tahun depan.