Rajin Tapi Tak Produktif, Tenaga Kerja RI Kalah dari Malaysia-Vietnam

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
14 October 2025 16:35
Antusiasme pencari kerja memadati Job Fair di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Senin, (19/5/2025). Kegiatan ini digelar oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Nakertransgi) DKI dari 19-25 Mei 2025. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Antusiasme pencari kerja memadati Job Fair di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Senin, (19/5/2025). Kegiatan ini digelar oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Nakertransgi) DKI dari 19-25 Mei 2025. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu indikator dalam menilai daya saing ekonomi suatu negara.

Semakin tinggi produktivitas, maka semakin besar pula nilai tambah yang dihasilkan setiap pekerja terhadap perekonomian negara. Namun, di tengah pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat, angka produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan sejumlah negara khususnya di kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Dalam laporan dari World Bank, East Asia and Pacific Economic Update Oktober 2025, memperlihatkan bahwa tantangan utama bagi Indonesia bukan hanya soal penciptaan lapangan kerja baru, tetapi juga dalam hal peningkatan efisiensi dan kualitas tenaga kerja.

Perubahan teknologi, percepatan digitalisasi, hingga transformasi industri menuntut tenaga kerja yang lebih adaptif dan memiliki kompetensi yang tinggi. Tanpa peningkatan produktivitas, pertumbuhan ekonomi berisiko melambat di tengah ketatnya persaingan di kawasan.

Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia

Dalam laporan World Bank, tenaga kerja Indonesia memiliki skor produktivitas 9,04. Skor ini didapat dengan membagi total Produk Domestik Bruto (PDB) terhdap jumlah pekerja yang bekerja.

Angka ini masih tertinggal dibandingkan negara tetangga yakni Malaysia yang memiliki skor 10,13. Tepat di bawah Malaysia, tenaga kerja China tercatat memiliki skor produktivitas sebesar 9,87. Yang diikuti oleh Thailand dengan skor 9,38.

Ketiga negara tersebut konsisten menempati posisi teratas di catatan bank dunia, berkat dukungan industri manufaktur berteknologi tinggi, kemudian investassi pendidikan yang cukup agresif dilakukan oleh pemerintahannya, serta percepatan digitalisasi tenaga kerja.

Meski demikian, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih berada diatas skor negara lain seperti Laos dan Myanmar yang masing-masing tercatat memiliki skor 8,63 dan 8,13. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun daya saing produktivitas tenaga kerja Indonesia meningkat dibandingkan sebelumnya, namun masih cukup tertinggal dibandingkan negara-negara Asia lainnya.

Kondisi Tenaga Kerja di Indonesia

Dari sisi tingkat pekerjaan, Indonesia mencatat 65,65% penduduk usia kerja yang memiliki pekerjaan, relatif stabil namun masih tertinggal dibanding Vietnam 71,02% dan Malaysia 66,54%.

Sebagai perbandingan, Kamboja menjadi negara dengan tingkat pekerjaan tertinggi di kawasan, mencapai 79,78%, menandakan dominasi sektor padat karya dalam perekonomiannya. Sementara itu, Timor Leste berada di posisi terendah dengan hanya 46,01% penduduk usia kerja yang bekerja.

Kendati demikian, tantangan utama Indonesia bukan hanya kuantitas, tetapi juga kualitas pekerjaan. Menurut laporan Bank Dunia, mayoritas tenaga kerja Indonesia masih terkonsentrasi di sektor dengan produktivitas rendah seperti pertanian dan jasa informal, yang belum mampu memberikan kontribusi optimal terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

"Sebagian besar pekerja di Indonesia masih terkonsentrasi di sektor-sektor dengan produktivitas rendah, seperti pertanian dan jasa informal perkotaan, sehingga membatasi pertumbuhan produktivitas nasional," tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Selain itu, kesenjangan keterampilan masih menjadi isu utama di pasar tenaga kerja. Banyak lulusan pendidikan belum memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan industri modern. Lemahnya koordinasi antara sistem pendidikan, pelatihan vokasi, dan permintaan industri membuat tenaga kerja Indonesia belum sepenuhnya siap menghadapi transformasi digital dan otomasi industri.

Tantangan lain yang mulai muncul adalah aging population.

Dalam beberapa tahun mendatang, proporsi penduduk usia produktif di Indonesia diperkirakan mulai menurun, sementara jumlah penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) akan meningkat pesat.

Kondisi ini dapat menekan pasokan tenaga kerja produktif dan meningkatkan rasio ketergantungan ekonomi.

World Bank menilai, tanpa peningkatan produktivitas dan inovasi di pasar kerja, penuaan populasi berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Di sisi lain, mobilitas tenaga kerja antarwilayah masih rendah akibat ketimpangan infrastruktur dan biaya hidup yang tinggi di kota besar.

Bank Dunia menilai, apabila hambatan ini dapat dikurangi, produktivitas nasional dapat meningkat hingga 20% dalam dekade mendatang, terutama jika dibarengi dengan peningkatan keterampilan digital dan perbaikan kualitas pendidikan..

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation