Newsletter

Badai Data di Depan Mata & Shutdown AS: RI Hadapi Pekan Menegangkan

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
06 October 2025 06:15
ilustrasi trading
Foto: Pexels
  • Pasar keuangan Tanah Air bergerak senada, IHSG dan rupiah menguat, hingga obligasi kembali diminati investor
  • Wall Street masih kompak menguat pada akhir pekan lalu
  • Data ekonomi dalam dan luar negeri serta shut down AS masih menjadi perhatian pelaku pasar pada pekan ini.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air berhasil mencatatkan performa yang cukup kompak pada perdagangan pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah berhasil menguat, serta yield obligasi berhasil turun yang menandakan tengah diburu oleh para investor.

Pasar keuangan Indonesia hari ini hingga sepanjang pekan diharapkan dapat berada di zona positif. Selengkapnya mengenai sentimen pasar dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Sepanjang pekan lalu, IHSG berada di zona hijau dengan kenaikan 0,23% ke level 8.118,30.

Pada perdagangan terakhir, Jumat (3/10/2025), IHSG mengalami kenaikan hingga 0,59% dengan nilai transaksi mencapai Rp22,99 triliun dan melibatkan 45,53 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 2,56 juta kali. Sebanyak 259 saham menguat, 403 melemah, dan 136 saham stagnan.

Secara sektoral, sektor utilitas memimpin penguatan dengan naik 3,69%, disusul industri yang menguat 2,41%, konsumer non-siklikal sebesar 1,76%, teknologi 1,71%, dan properti 1,03%.

Sementara itu, dua sektor terpantau melemah, yakni keuangan yang turun 0,17% dan kesehatan 0,74%.

Dari sisi emiten, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penyumbang utama penguatan IHSG dengan kontribusi 14,29 indeks poin, diikuti dua emiten teknologi yakni PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) dengan 7,21 indeks poin, dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebesar 6,46 indeks poin.

Sebaliknya, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) tercatat menjadi penekan terbesar IHSG dengan kontribusi 6,87 indeks poin, disusul PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 4,40 indeks poin.

Beralih ke nilai tukar, mata uang Garuda ditutup menguat 0,30% ke level Rp16.530.US$ pada perdagangan Jumat (3/10/2025). Dalam sepakan perdagangan, rupiah berhasil konsisten ditutup dalam zona penguatan, bahkan penguatan telah terjadi sejak 26 September 2025 atau dalam enam hari beruntun.

Penguatan rupiah ini ditopang oleh efek dari penutupan pemerintahan AS yang membuat tertekannya indeks dolar AS (DXY) dalam beberapa waktu belakangan.

Greenback masih menghadapi tekanan seiring dengan terjadinya penutupan pemerintahan AS sejak 1 Oktober 2025 dan belum ada kepastian sampai kapan shutdown ini akan berlangsung.

Kebuntuan politik antara presiden AS Donald Trump dan oposisi Demokrat terkait anggaran fiskal 2026 membuat sentimen pasar kian khawatir akan prospek perekonomian AS kedepannya.

Namun, di sisi lain, prospek kebijakan The Federal Reserve yang semakin dovish turut menjadi katalis positif bagi rupiah. Berdasarkan CME FedWatch Tool, pelaku pasar memperkirakan hampir pasti sekitar 90%, The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan Oktober dan kemungkinan tambahan pemangkasan 25 bps lagi di Desember.

Ekspektasi ini membuat meningkatnya permintaan terhadap aset emerging markets, termasuk rupiah.

Adapun dari pasar obligasi Tanah Air, imbal hasil Surat Berhasil Negara (SBN) yang bertenor 10 tahun terpantau turun 0,09% ke level 6,327% pada akhir pekan lalu Jumat (3/10/2025), dari 6,333% pada perdagangan sehari sebelumnya.

Sebagai catatan, imbal hasil SBN berbanding terbalik dengan harga. Imbal hasil yang sedang turun, artinya SBN tengah dibeli oleh investor yang membuat harganya naik.

Bursa saham AS atau Wall Street ditutup bervariasi pada perdagangan Jumat (3/10/2025), di tengah berlanjutnya penutupan pemerintahan atau government shutdown yang telah berlangsung sejak Rabu (1/10/2025). Meski demikian, bursa AS masih membukukan kenaikan yang solid secara kumulatif mingguan.

Indeks S&P 500 nyaris tak berubah dengan kenaikan tipis 0,01% ke level 6.715,79, sementara  Nasdaq Composite turun 0,28% menjadi 22.780,51.

Di sisi lain, Dow Jones Industrial Average justru menguat 0,51% atau 238,56 poin ke posisi 46.758,28. Ketiga indeks tersebut sempat menyentuh rekor tertingginya pada awal sesi perdagangan Jumat (3/10/2025).

Tekanan muncul di sesi sore atau menjelang penutupan akibat pelemahan saham-saham teknologi seperti Palantir Technologies yang anjlok 7,5%, serta Tesla dan Nvidia yang masing-masing turun lebih dari 1%.

Peningkatan CBOE Volatility Index (VIX) juga menandakan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap potensi koreksi pasar.

"Beberapa investor mulai mencari perlindungan melalui kontrak opsi put terhadap kemungkinan penurunan S&P 500," mengutip dari CNBC International.

Meskipun shutdown menimbulkan ketidakpastian, pelaku pasar tampak masih optimistis. Shutdown ini telah menyebabkan "data blackout" karena Departemen Tenaga Kerja AS menghentikan hampir seluruh aktivitasnya, termasuk laporan non-farm payrolls untuk September yang seharusnya dirilis Jumat lalu. Kondisi ini membatasi data ekonomi yang dapat menjadi acuan Federal Reserve (The Fed) pada pertemuan 29 Oktober mendatang.

Alat pemantau CME FedWatch memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin di Oktober.

"Kami melihat data ketenagakerjaan swasta yang lemah pada September sudah cukup untuk membenarkan langkah pemangkasan suku bunga oleh The Fed di pertemuan FOMC Oktober," ujar Jennifer Timmerman, Senior Investment Strategy Analyst di Wells Fargo Investment Institute.

Ia menambahkan, "Prospek pelonggaran moneter lebih lanjut, ditambah sinyal pelemahan ekonomi dari data ketenagakerjaan terbaru, telah memperkuat reli saham dan menahan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun di kisaran rendah, yakni 4,11%, yang turut membantu mendorong S&P 500 ke level tertinggi sepanjang masa."

Pekan kedua Oktober akan menjadi periode yang padat bagi pelaku pasar, baik di dalam maupun luar negeri. Sejumlah rilis ekonomi dari Bank Indonesia (BI), risalah rapat The Federal Reserve (The Fed), hingga penutupan pemerintahan Amerika Serikat yang masih berlanjut akan menjadi penentu arah pergerakan IHSG hingga rupiah sepanjang pekan ini.

Selain itu, pasar juga akan terus mencermati kondisi penutupan pemerintahan AS yang masih berlangsung dan belum memiliki kejelasan hingga kapan ini akan berakhir.

Berikut ini adalah rangkuman beberapa sentimen dan pengumuman penting yang diperkirakan akan mempengaruhi arah pergerakan pasar keuangan tanah air sepanjang pekan ini.

Cadangan Devisa RI September & Uang Primer (M0)

Bank Indonesia (BI) dijadwalkan merilis data cadangan devisa (cadev) September 2025 pada Selasa (7/10/2025).

Pada rilis periode Agustus 2025, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$150,7 miliar, turun dari US$152,0 miliar pada Juli 2025. BI menjelaskan penurunan tersebut disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.

"Perkembangan tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi," tulis BI dalam siaran persnya.

Pelaku pasar juga akan menyoroti apakah cadangan devisa September masih mampu bertahan di atas US$140 miliar, yang bisa menjadi tolok ukur ketahanan eksternal Indonesia. Jika angka tetap tinggi, hal ini akan memperkuat persepsi bahwa BI memiliki ruang intervensi yang cukup luas untuk menjaga stabilitas rupiah.

Sebelumnya, posisi cadangan devisa Agustus disebut setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Dengan buffer tersebut, BI menilai posisi cadangan devisa masih memadai untuk mendukung ketahanan eksternal dan menopang stabilitas makroekonomi nasional.

Masih di hari yang sama, BI juga akan mempublikasikan Uang Primer (M0) Adjusted September 2025 yakni indikator penting untuk memantau dinamika likuiditas dalam sistem keuangan. Lonjakan M0 dapat dibaca sebagai sinyal ekspansi moneter yang lebih longgar, positif bagi sektor riil, namun berpotensi menambah tekanan inflasi.

Kepercayaan Konsumen Indonesia September

Di hari Rabu (8/10/2025), BI juga akan merilis data kepercayaan konsumen Indonesia periode September 2025. Sebelumnya, kepercayaan konsumen Indonesia pada Agustus 2025 berada di level 117,2 atau turun 0,9 poin dari Juli 2025 yang masih sebesar 118,1.

Secara teknis, angka ini masih di atas level 100 atau masih berada di zona optimis. Namun, level kepercayaan konsumen pada Agustus 2025 sama dengan posisi September 2022, atau kembali ke level hampir tiga tahun lalu.

Indeks Keyakinan Konsumen merupakan indikator penting yang mencerminkan perasaan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini sekaligus ekspektasi masa depan. Data ini juga kerap digunakan untuk memprediksi arah perkembangan konsumsi dan tabungan rumah tangga.

Sehingga, melemahnya IKK dapat berdampak langsung terhadap konsumsi domestik, yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia kontribusinya mencapai lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Penjualan Ritel Indonesia Agustus

Berlanjut pada rilis data lain pekan ini, pada Kamis (9/10/2025), BI juga akan merilis penjualan ritel atau eceran Indonesia periode Agustus 2025. Sebelumnya, penjualan eceran Indonesia (IPR) tumbuh 4,7% secara tahunan (yoy) pada Juli 2025, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juni 2025 yang sebesar 1,3% yoy.

Akselerasi ini menandakan adanya perbaikan permintaan domestik, terutama setelah periode tekanan inflasi dan pelemahan rupiah di paruh pertama tahun.

"Peningkatan IPR tersebut terutama didorong oleh kinerja penjualan Kelompok Suku Cadang dan Aksesori, Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya, serta Subkelompok Alat Tulis," tulis Bank Indonesia dalam rilis resminya, Kamis (11/9/2025).

Secara bulanan (mtm), penjualan eceran pada Juli terkontraksi 4,1%, seiring berakhirnya periode libur sekolah dan cuti bersama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Namun, BI memperkirakan aktivitas konsumsi akan kembali meningkat menjelang akhir kuartal III, terutama karena tren normalisasi mobilitas dan ekspektasi masyarakat terhadap stabilitas harga yang relatif terjaga.

Sebagai tambahan, Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2025 akan berlangsung pada 8-12 Oktober di Jakarta. Forum tahunan ini menjadi barometer perkembangan ekonomi syariah dan inklusi keuangan di Tanah Air.

Shutdown Pemerintah AS Masih Berlanjut

Pemerintah AS masih mengalami penutupan pemerintahan atau government shutdown yang telah terjadi sejak Rabu (1/10/2025) atau sudah lebih dari lima hari. Hal ini terjadi setelah Kongres gagal mencapai kesepakatan pendanaan untuk tahun fiskal 2026.

Kebuntuan antara Presiden AS Donald Trump dari Partai Republik dan kubu Demokrat di Senat membuat rancangan anggaran sementara tidak dapat disahkan tepat waktu.

Shutdown kali ini menjadi yang keempat sepanjang dua periode pemerintahan Trump, dan yang pertama sejak 2019 yang menjadi salah satu shutdown terpanjang dalam sejarah AS kala itu selama 35 hari. Saat ini, seluruh instansi federal non-esensial harus menghentikan operasi, sementara sekitar 750.000 pegawai negeri sipil terpaksa dirumahkan tanpa bayaran setiap harinya.

Shutdown ini berimbas pada "data blackout" ekonomi karena sebagian besar lembaga pemerintah, termasuk Departemen Tenaga Kerja (Labor Department), yang menunda publikasi laporan penting seperti Nonfarm Payrolls (NFP), inflasi PCE, hingga penjualan ritel. Akibatnya, Federal Reserve (The Fed) memiliki lebih sedikit data resmi untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan arah kebijakan suku bunga pada FOMC Oktober mendatang.

Situasi penutupan pemerintahan AS kali ini lebih kompleks karena terjadi di tengah perlambatan ekonomi global, inflasi yang belum stabil, dan proses transisi kebijakan moneter AS. Investor masih menilai shutdown bersifat sementara, namun perpanjangan hingga lebih dari dua pekan bisa mengganggu konsumsi dalam negeri AS.

"Shutdown memang bukan faktor pasar utama, tetapi bisa menambah risiko jangka pendek di saat The Fed, Kongres, dan investor sama-sama menimbang arah kebijakan yang rentan terhadap data ekonomi yang tertunda," tulis analis Wells Fargo Investment Institute, Jennifer Timmerman, dalam catatan risetnya.

The Fed, Risalah FOMC & Parade Pidato Pejabat

Pada Kamis (9/10/2025) dini hari waktu Indonesia, risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) akan dirilis. Pasar menantikan sinyal kapan The Fed mulai memangkas suku bunga setelah penundaan data tenaga kerja akibat shutdown.

Sejumlah pejabat Fed seperti Kashkari, Bowman, Barr, hingga Chair Jerome Powell juga akan berbicara pekan depan. Nada hawkish sekecil apa pun bisa mengembalikan kekuatan dolar dan menekan rupiah, sementara sinyal dovish berpotensi memperpanjang reli pasar saham Indonesia.

Pada hari yang sama, Chairman The Fed Jerome Powell juga akan berbicara di dalam Community Bank Conference, Washington, D.C. (melalui video yang telah direkam sebelumnya).

AS Jobless Claims & Sentimen Konsumen

Sementara itu, data klaim pengangguran awal atau Initial Jobless Claims AS juga akan dirilis pada Kamis (9/10/2025).

Klaim Pengangguran awal AS diperkirakan naik ke 235 ribu, sedangkan Michigan Consumer Sentiment (10/10/2025) diproyeksikan stabil di 55 poin. Dengan absennya laporan NFP, dua data ini menjadi petunjuk utama arah ekonomi AS.

Jika pasar tenaga kerja menunjukkan pelemahan, ekspektasi pemangkasan bunga akan menguat mendorong arus modal masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pidato ini diharapkan mengisyaratkan sinyal suku bunga ke depan.

Arah Baru dari Jerman dan OPEC

Dari Eropa, produksi industri Jerman (8/10) dan neraca dagang (9/10) menjadi sorotan. Pelemahan berkelanjutan akan memperkuat kekhawatiran perlambatan global. Di sisi lain, pidato Presiden ECB Christine Lagarde juga dinanti sebagai sinyal kebijakan moneter kawasan.

Untuk pasar energi, data stok minyak mentah AS (9/10) serta laporan bulanan OPEC (13/10) akan menentukan arah harga minyak global. Jika pasokan mengetat dan produksi OPEC tetap rendah, harga minyak bisa kembali naik positif bagi ekspor RI namun sensitif bagi inflasi.

IHSG yang menembus 8.100 dan rupiah yang memimpin penguatan Asia memang mencerminkan optimisme pasar. Namun volatilitas global dan rilis domestik beruntun bisa menjadi "tes stres" berikutnya.

Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini: 

  • Kementerian PPN/Bappenas akan mendiseminasikan Tabel Kehidupan Indonesia: Mengukur Harapan Merancang Masa Depan

  • PT Bank KB Indonesia Tbk (KB Bank) menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan.

  • Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 yang dirangkaikan dengan pengarahan Menteri Keuangan kepada seluruh pemerintah daerah secara hybrid di Sasana Bhakti Praja, kantor pusat Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat.

  • Rapat Koordinasi Percepatan Operasionalisasi dan Pembiayaan KDKMP di Ruang Rapat Utama Kementerian Koordinator Bidang Pangan

  • The 54th EAROPH Regional Conference 2025 di Hotel Novotel Cikini, Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Gubernur DKI Jakarta, Menteri PU, dan Menko Infra

  • Penjualan Ritel Uni Eropa 

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

-          BBKP : Rencana RUPS

-          BVIC : Pembayaran Kupon seri BVIC04CN1 ke 1

-          AALI : DPS Dividen Tunai Interim

-          CSRA : cum Dividen Tunai Interim

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(evw/evw) Next Article Israel vs Iran Siap Gencatan Senjata, The Fed & China Masih Buat Cemas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular