
Hiu Bukan Hanya Masuk ke Piring MBG, Ternyata Ekspor RI Tembus Segini

Jakarta, CNBC Indonesia - Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan. Anak sekolah penerima menu MBG di Kalimantan Barat dilaporkan keracunan setelah menyantap menu berbahan dasar ikan hiu.
Kasus ini menimbulkan tanya mengapa hiu, yang dikenal berisiko tinggi karena akumulasi merkuri, justru masuk ke menu anak-anak?
Penelitian Florida International University (FIU) bersama tim di Hong Kong menunjukkan mayoritas daging dan sirip hiu mengandung kadar merkuri jauh di atas ambang batas aman.
Dari 267 sampel sirip hiu, 75% melebihi batas 0,5 ppm metilmerkuri yang ditetapkan Pusat Keamanan Pangan Hong Kong. Kandungan berbahaya ini bisa memicu gangguan saraf, terutama pada anak dan ibu hamil.
Namun di sisi lain, hiu bukan hanya masuk ke piring MBG. Berenang ke arah arus berbeda, komoditas ini justru menjadi primadona ekspor Indonesia.
Data BPS mencatat ekspor sirip hiu Indonesia (HS 03039200) pada 2024 mencapai US$1,63 juta. Jepang menyerap lebih dari separuhnya, yakni US$837,61 ribu. Permintaan ini terus bertahan meski regulasi konservasi semakin ketat.
Sirip hiu di Jepang punya makna budaya yang kuat. Sup sirip hiu dianggap simbol kemewahan dan keberuntungan, kerap disajikan dalam pernikahan hingga jamuan bisnis. Harga sirip hiu kering berkualitas tinggi bisa tembus US$600-1.000 per kilogram atau setara Rp9,7 juta-Rp16,3 juta.
Beberapa spesies hiu yang sering diperdagangkan dari Indonesia antara lain hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis), hiu martil (Sphyrna spp.), dan hiu tikus (Alopias spp.). Sebagian masuk Appendiks II CITES, artinya perdagangan harus diawasi ketat agar tidak mengancam populasi.
Meski ekspor masih berjalan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan aturan ketat melalui Permen KP No. 61/2018 dan No. 44/2019. Sebagian spesies hiu masuk daftar perlindungan penuh, sebagian lagi hanya bisa ditangkap dengan kuota terbatas.
China dan Uni Eropa mulai menerapkan kebijakan yang lebih ketat terhadap produk berbasis hiu, yang berpotensi mengurangi pasar ekspor di masa depan. Jika Indonesia ingin mempertahankan perannya dalam perdagangan ini, strategi keberlanjutan dan kepatuhan terhadap regulasi internasional akan menjadi kunci utama.
Untuk saat ini, sirip hiu RI masih "menari di ombak regulasi," terus mencari celah untuk bertahan di tengah arus yang semakin deras. Tapi pertanyaannya, seberapa lama industri ini bisa bertahan sebelum akhirnya terseret arus regulasi yang lebih ketat.
Ironisnya, di dalam negeri, hiu malah disajikan dalam program makanan anak sekolah dan memicu keracunan massal.
Sementara di luar negeri, terutama Jepang, sirip hiu dihargai selangit dan jadi bagian tradisi.
CNBC Indonesia Research
(emb/wur)